Rabu, 26 November 2014

CERPEN:~Puisi Sedih Dalam Bingkai~



PUISI SEDIH DALAM BINGKAI
Oleh : Niaw Shinran


Present ...

Dear Awan ...
Kau bohong!
Nyatanya dunia tak selalu indah, buktinya hari ini, kehadiranmu hanya menyisakan menit-menit yang menyakitkan.
Nyatanya dunia tak selalu penuh dengan senyuman, buktinya hari ini, kusaksikan sekujur tubuhmu enggan bermain lagi.
Nyatanya dunia tak selamanya penuh warna, buktinya hari ini, tanpamu hanya akan ada langit dipenuhi hujan.
Teruntuk Awan, putihmu mulai kelam, kelembutanmu tak lagi kurasakan.

Dariku yang sempat memilikimu ''Bintang''

**

Dua hari sebelum detik-detik itu tiba, kami sempat berbicara tentang kesetiaan, ketulusan, kasih sayang dan cinta. Hatiku mengatakan mungkin inilah waktu yang tepat untuk mengatakan yang sesungguhnya bahwa aku sudah lama menyukainya, tak perduli statusku sebagai perempuan, kubuang rasa gengsi, yang namanya rasa cinta itukan datangnya natural, kurasa siapapun itu berhak mengutarakan cintanya.

Aku sedang berusaha mencari celah untuk memotong pembicaraannya tentang sesuatu yang tadi kubilang, cinta.

''Rasanya aku sudah bosan menjomblo, Bi'' ucapnya

''Lho kenapa??'' tanyaku
''Wahhh ini kesempatan emas'' ucapku dalam hati

''Bosan aja, ngomong-ngomong soak cinta, aku malah gak tau apa itu cinta'' ujarnya

''Lho? Kok gak tau? Cinta itu seperti apa yang kita bicarakan tadi, kesetiaan, ketulusan dan kasih sayang''
''Pura-pura gak tau apa lupa? Kamukan sudah sering pacaran'' pikirku

''Iya aku tau itu, tapi aku tuh belum pernah ngerasain cinta yang seperti itu, cewek-cewek diluar sana cuma mau sama hartaku aja, Bi,'' keluh Awan

''Hem ... Makanya nyari pacar itu harus ditempat yang baik maka akan dapet yang baik juga'' seruku

''Emang gitu?'' tanya Awan heran

''Gak yakin sih, hehehe''

''Hah! Dasar kau ini.''

Tiba-tiba Awan terdiam, sepertinya dia masih memikirkan tentang apa yang tadi dibahas. Aku diam-diam memperhatikan wajahnya yang tampan, setiap lekukan yang terbentuk diwajahnya itu sangat indah.

''Apakah ini saatnya? Tapi aku takut kalau kau tidak membalas cintaku, karena aku tidak mau akhirnya kau hanya mentertawakanku'' ucapku dalam hati. Aku masih meyakinkan diri dan hati ini untuk berterus terang.

30 menit kemudian

Aku masih membungkam hatiku, sementara Awan mengatakan bahwa ia harus segera bersiap-siap untuk kuliah, lantas apa yang harus kukatakan terlebih dahulu untuk memulainya? Apakah ''Awan aku cinta padamu'' atau ''Awan, kamu mau gak jadi pacar aku?'' ah!! Tidak!!

''A-awan, kenapa kmu buru-buru sekali?'' tanyaku

''Kan tadi aku sudah bilang kalau aku harus kuliah hari ini, kalau aku bolos lagi yang ada aku gak akan pernah skripsi'' jawabnya sambil memakai sepatu di depan rumahku

''Kamu enggak mau nuggu bundaku dulu buat pamitan? Bundaku sebentar lagi pulang kok, lagi ke warung sebentar'' ucapku mengulur waktu sambil mencari ide

''Emmm tidak perlu, lagiankan aku udah pamitan sama kamu'' ujarnya

''I-iya juga sih'' diam sejenak
''Se-sebenarnya ada yang mau aku katakan sama kamu'' celotehku

''Duh jangan sekarang deh, buru-buru nih udah telat 5 menit'' seru Awan sambil melangkahkan kaki keluar garasi. tak ingin melewatkan kesempatan ini akupun langsung mengatakannya

''Aku suka sama kamu, aku cinta sama kamu Awan'' seruku.

Kulihat Awan berhenti pas sejajar dengan garasi, pelan-pelan wajahnya menengok kebelakang, rasanya aku tak berani menatapnya lagi, pipiku terasa panas, jantungku berdebar-debar tak karuan. Aku merunduk, tak lama ada yang berdiri dihadapanku, wangi tubuhnya sangat kukenal, ya, rupanya Awan kembali menghampiriku dan langsung memlukku begitu saja, aku bingung, apakah aku harus senang atau bingung? Karena Awan melakukan hal yang belum pernah dilakukannya kepadaku, nafasku hampir habis karena dekapannya

''A-awan lepasin aku, gak bisa na-nafas'' pintaku

''Eng, sorry aku gak bermaksud'' ucapnya

''Huuhh!! Aku belum ingin mati, kalau aku mati siapa yang akan memanggilmu dengan sebutan Awan? Nama aselimu itu kan jelek, Sugih!!'' ucapku meledek

Awan menggelitikku, sungguh aku sangat tidak tahan

''Bi, apa kamu serius dengan ucapanmu tadi?'' tanya Awan

''A-aku serius'' aku kembali gugup

''Kau yakin dengan apa yang barusan kamu katakan itu?'' tanyanya lagi

Aku menganggukkan kepala, Awan tersenyum, matanya berkaca-kaca, tangannya menyentuh pipiku, ada rasa dingin yang kurasakan dari setiap jemarinya

''Bi, kalau aku jadi pacar kamu, apakah kamu akan ingat aku terus? Tanyanya

''Iya''

''Kalau aku jadi pacar kamu, apakah kamu akan selalu perhatian??'' tanyanya lagi

''Iya''

''Kalau aku jadi pacar kamu, apakah kamu siap untuk aku tinggalkan hari ini??'' tanyanya lagi

''Iya, kalau cuma ditinggalin ke kampus doang sih gak apa-apa, asal jangan ditinggal kawin, hehehe'' ledekku dan Awan pun tersenyum
''Kalau begitu aku mau jadi pacar kamu, tolong ajari aku tentang kesetiaan, ketulusan dan kasih sayang, karena aku tak mau pergi tanpa tau akan semua itu'' ucapnya

''Iyaaaa, kenapa ucapan kamu jadi puitis gitu sih?'' tanyaky sedikit heran

''Bukan puitis, aku kan berusaha buat ngeyakinin kamu juga kalau aku pun mau jadi pacar kamu'' celotehnya

''Makasih ya, Awan, aku gak akan pernah menyesak karena jatuh hati sama kamu'' ujarku sambil memeluknya dan Awan pun membalas pelukanku.

''Ehemmm ...!!''


Tak lama bunda pulang, kehadiran bunda yang tiba-tiba muncul itu membuatku dan Awan sedikit salah tingkah karena malu
''Eh, bunda udah pulang, kok sebentar banget sih ke warungnya?'' tanyaku

''Bunda cuma beli gula sama telur aja kok, kalian berdua ngapain?'' tanya Bunda

''Eng, kita gak lagi ngapa-ngapain kok bunda, iyakan Awan?'' seruku gugup

''Iya tante, kita gak ngapa-ngapain kok, aku juga mau kuliah'' ucap Awan

''Oh, kalau gitu bunda masuk dulu ya'' ujar bunda.

Fyuuhhh!!

Aku dan Awan tertawa kecil atas kejadian tadi, lalu Dengan mesra Awan mengecup keningku sebelum pergi
''Emmmmuaaach!!''
''Aku pergi dulu ya, ini adalah hari yang paling istimewa buat aku'' ucap Awan

''Makasih juga karena kamu cintaku gak bertepuk sebelah tangan, aku gak akan ngecewai kamu'' Ujarku

Perlahan-lahan Awan melangkah kembali keluar garasi, Awan sempat melihatku dan melambaikan tangan, jauh semakin jauh ia menghilang dari pandangan mataku.

5 detik kemudian

Ngiiik!!!!
Bruuuukkk!!!!

Deg! Deg! Deg!

Jantungku berdetak kencang setelah kudengar decitan rem mobil diluar sana disertai jeritan dan orang-orang yang berlalu-lalang menuju suara decitan mobil itu. karena penasaran lantas aku pun langsung berlari keluar dan berharap tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Dari kejauhan terlihat segerumunan orang tengah berkumpul menyaksikan sesuatu yang sepertinya baru saja terjadi.

Tap! Tap! Tap!

Kakiku lincah berlari ke arah orang-orang itu. Tak kuduga sesuatu yang paling menyedihkan akan terjadi diwaktu kebahagiaanlu sedang kurasakan, baru saja beberapa menit aku merasa memilikinya, kini aku harus kehilangannya, Awan, Awan kecelakaan, tubuhnya sudah menjadi mayat hanya dalam waktu hitungan detik saja, aku menjerit histeris, kurangkul kepalanya dan meminta tolong kepada siapa saja untuk membawanya ke rumah sakit secepatnya, namun tak ada yang mendengarkanku karena mereka pikir sudah tidak ada gunanya membawa orang yang sudah mati ke rumah sakit.

''Tolong bantu akuuuuuu ... Hikss!!'' isakku

Awan, ucapanmu yang terkadang membuatku tak mengerti itu ternyata adalah sebuah pertanda, ucapanmu yang tiba-tiba puitis itu ternyata juga pertanda, pertanda bahkan kau akan meninggalkanku.

**

Malam kedua setelah kepergiannya, aku ingin memberikan sesuatu untuknya, sesuatu yang mungkin tidak bisa kuberikan langsung, namun kuyakin disana dia akan senang dengan apa yang akan kuberikan, kubingkai puisi sedih untuknya, akan kuletakan bingkai bingkai itu di atas taburan bunga kamboja.

Dear Awan ...
Kau bohong!
Nyatanya dunia tak selalu indah, buktinya hari ini, kehadiranmu hanya menyisakan menit-menit yang menyakitkan.
Nyatanya dunia tak selalu penuh dengan senyuman, buktinya hari ini, kusaksikan sekujur tubuhmu enggan bermain lagi.
Nyatanya dunia tak selamanya penuh warna, buktinya hari ini, tanpamu hanya akan ada langit dipenuhi hujan.
Teruntuk Awan, putihmu mulai kelam, kelembutanmu tak lagi kurasakan.

Dariku yang sempat memilikimu ''Bintang''.

Selesai
Bogor, 23 November 2014

Minggu, 16 November 2014

Cerpen:~Cerita Menjelang Pernikahan~


CERITA MENJELANG PERNIKAHAN
Oleh : Niaw Shinran

Present ...

Minggu, 12 Oktober 2014
Tak pernah terpikirkan sebelumnya semua ini akan terjadi begitu saja, ya, seusai lamaran aku akan langsung melaksanakan pernikahan dengan laki-laki pilihanku, Dena namanya, dia baik seperti laki-laki pada umumnya, namun yang membuatku jatuh hati padanya sampai aku tak meragukan niatnya untuk menikahiku adalah tanggung jawabnya sebagai laki-laki, tak ada yang namanya omong kosong seperti laki-laki kebanyakan diluar sana, dia sungguh sangat aku cintai, bagaimana tidak, dia selalu ada untukku, dia selalu menjadi tempat keluh kesahku, dia selalu menjadikanku ratu setiap kali aku ada di sampingnya. Aku sungguh bahagia.

Banyak persiapan yang harus kupersiapkan, terutama untuk diriku pribadi dan khususnya itu adalah kesehatan, aku manusia biasa yang rentan terkena sakit, tiga minggu menjelang hari pernikahan itu rasanya lumayan, lumayan degdegan. Aku yang biasanya cuek dengan kebersihan kamar, banyak gambar-gambar anime yang kusukai tertempel didinding ataupun dilemari, bukan hanya itu, ada pula desaig baju karyaku yang juga kutempel di dinding kamar, buku-buku dari  SMP sampai akhirnya selesai sekolah masih menumpuk dilemari buku, buku-buku ciptaan laguku, buku-buku komik yang kubuat sendiri dan juga buku dairy dari SMP pun masih ada, sungguh sangat disayangkan sekali kalau harus diabaikan. Kini kamarku harus kubersihkan, sedikit berat hati kulepas semua gambar-gambar itu, dengan sangat pelan-pelan tanpa ada yang sobek satupun, kusatukan semua itu dalam satu kardus yang lumayan besar beserta buku-buku kesayanganku. Aku merasa kalau aku memiliki jiwa seni dan kreatif, makanya aku selalu sayang apabila ada satu barang yang sempat kumiliki harus kubuang, dari pada terbuang lebih baik kusimpan baik-baik, karena itu semua akan menjadi nostalgia yang berharga.
**
Dua minggu menjelang hari pernikahan

Semua saudara-saudaraku sibuk ini itu, kalau bukan mereka siapa lagi yang akan mempersiapkan semuanya, maklumlah aku adalah anak Piatu, ibu sudah lama meninggal, 17 tahun yang lalu. Di rumah tak ada yang bisa kuandalkan selain diriku sendiri, tak mungkin kusuruh ayah untuk melakukan pekerjaan perempuan, sementara adik perempuanku satu-satunya tidak terlalu bisa diandalkan dan dia masih sekolah. Terkadang aku berpikir, terkadang aku sering melamun sendiri, inikah rasanya menikah tanpa adanya sosok seorang ibu? Mungkin hanya itu yang membuatku sedih. Tak jarang air mataku menetes ketika mengingatnya, asal kalian tahu, sekarang saja aku sedang meneteskan air mata, tapi yasudahlah, aku tak ingin membawa kalian ke dalam kesedihanku.

Banyak masukan yang kudapat dari sanak saudara, terutama mereka yang benar-benar perduli padaku, jaman sekarangkan yang namanya saudara itu seperti orang lain, sementara orang lain seperti saudara sendiri, tapi beruntungnya kau memiliki mereka, karena mereka tidak seperti itu. Aku adalah tipe perempuan yang cengeng, dinasehati saja bisa mengeluarkan air mata, emm ... Bisa dibilang lebay juga si. Hehe.

Dena, dia menemuiku untuk mempertanyakan surat undangan yang nantinya akan disebarkan seminggu menjelang pernikahan nanti.
''Sayang, kamu mau cetak undangan dimana?'' tanyanya

''Dimana ya? Kalau menurut kamu dimana?'' aku balik bertanya

''Kita cari sama-sama aja yuk nanti sore'' ajaknya

''Yaudah deh, kamu mau kopi?'' tawariku

''Boleh, jangan pake gula ya, nanti kemanisan karena kamu yang buat, hehe'' ucapnya gombal

''Huuuu ...'' seruku

Jangan percaya akan gombalannya itu, dia memang lebih senang kopi pahit, katanya lebih sehat, mau berapa kali ngopipun tidak akan jadi masalah, katanya.

Kata orang calon penganti itu harus dipingit dan tidak boleh bertemu pasangannya sampai hari pernikahan tiba, tapi aku abaikan ucapan itu, kujalani dengan biasa-biasa saja, yang namanya kebutuhan dan harus mempertemukan si perempuan dan laki-laki maka apa boleh buat, aku dan Dena masih sering bertemu. Surat undangan kami didesaig oleh tangan kami sendiri, hasilnya lumayan bagus, yang penting isi undanganya tidak boleh salah.
**
Satu minggu menjelang hari pernikahan, apa yang dirasakan oleh perempuan-perempuan lain menjelang hari pernilahannya? Tentu saja degdegan, bimbang dan tidak sabar menunggu satu minggu itu habis, poin yang ketiga memang aku rasakan, tapi tidak untuk poin pertama dan ke dua, hatiku tenang, hatiku mantap, hatiku siap dan ikhlas.

Hari ini aku berniat untuk menyebarkan surat undanganku bersama salah satu sahabatku yang juga akan menikah, Indah namanya, akad pernikahan kita hanya beda dua hari saja, sementara resepsinya hanya beda satu hari. Sungguh senang rasanya, akan tetapi kita tidak bisa hadir dipernikahan kita masing-masing, kita hanya saling memberi doa dan ucapan selamat.

Jam sepuluh siang Indah tiba di rumahku dengan motor metiknya, dia begitu kerepotan dengan tas berukuran sedang yang dibawanya.
''Itu tas isinya apa aja? Ada nasi padangnya gak? Hehe'' guyonanku

''Jangankan nasi padang, lauk pauknya juga ada, haahaha'' Indah membalas guyonanku.

Aku dan Indah memang bisa dibilang sama-sama humoris, jail dan gila, tapi tidak sampai masuk RSJ.
''Lama banget si? Janjinya kan jam sembilan, gw udah rapih dari tadi tau'' kesalku

''Iya sory Na, tadi gw mampir dulu ke rumah saudara buat ngasih surat undangan'' jawabnya

''Ohh gitu, oiya, surat undangan buat gw mana nih? Hehe'' tanyaku

''Jiyaaaa, percuma gw kasih lo surat undangan juga, lo gak bakalan datengkan, sama kaya gw, makanya gw gak ngarep di undang sama yang namanya Nina, hahaha'' ujar Indah

''Haha, tapi gw tetep minta amplop ah sama lo Ndah'' ucapku

''Gw juga sama, nanti kita tukeran amplop ya. Haha'' ujar Indah.

Aku dan Indahpun bergegas jalan menyebarkan surat undangan bersama-sama. Dijalan kita sama-sama sharing tentang persiapan pernikahan kita masing-masing, banyak kelucuan yang kita ceritakan, bla bla bla.

Betapa capeknya hari ini, selesainya menyebar semua surat undangan, aku dan Indah berencana untuk menemui salah satu sahabat yang rumahnya tidak jauh dari kampusnya Indah, Ima namanya. Beruntung Ima masih ada di rumahnya, karena satu jam lagi dia akan pergi ke pondok pesantren tempat dimana dia mencari ilmu, yang lebih membanggakan yaitu Ima adalah satri yang dipercayai oleh ustadzahnya.
''Aihhhh para calon pengantin nih, gw kapan ya sob?'' tanya Ima sambil tersenyum

''Yaaa siapa tau nanti lo bisa barengan sama si Tea, hoho'' seruku, Tea adalah salah satu sahabat kami juga, sekarang dia sedang bekerja disalah satu kampus bagian kemahasiswaan.

''Aminn ya Allah, eh ... Nanti lo harus menginap di rumah gw ya, kan lo yang jadi MC di acara nikahan gw'' pinta Indah kepada Ima

''Iyaaaa bawel, lo udah sms gw berapa kali soal itu'' juar Ima

''Kalau gw gk minta lo buat menginap di rumah gw, yang penting pas hari dimana gw nikah lo harus ada, jadi tukang photo. hahahah'' ucpaku, Ima dan Indahpun tertawa.

Sulit menggantikan sosok seorang sahabat seperti mereka, walau terkadang menyebalkan, akan tetapi aku selalu merindukan saat-saat bersama seperti ini, sayangnya Tea sudah jarang kumpul-kumpul lagi karena kesibukannya bekerja, Tea hanya bisa memberi kabar lewat Whatsapp.
**
Empat hari menjelang hari pernikahan, Dena datang legi ke rumah bermaksud untuk menghadiri surat undangan dari KUA. Banyak sekali komentar-komentar yang tak enak ditujukan pada kita berdua, katanya kita terlalu sering bertemu, hmmm ... Namanya juga kebutuhan. Dasar manusia!.

Sepulangnya di KUA, Dena mempertanyakan hal yang cukup lucu untuk kujawab.
''Yank, kamu udah ngapain aja?'' tanyanya

''Ngapain aja apa maksud kamu?'' tanyaku lagi

''Kan kalau mau nikah itu suka luluran inilah, itulah segala rupa'' ucapnya.

Akupun tertawa
''Hahaha, soal itu kamu gak usah tau ah, kepo deh'' jawabku

''Ihhh kok gitu si? akukan mau tau'' ucapnya sedikit kesal

''Iya sayank, aku luluran kok, hehehe'' ujarku

''Minta dong, heheh'' pintanya

''Beli dong! Hahaha'' seruku.

Aku dan Denapun pulang, hari ini adalah hari terakhirku bertemu dengannya sampai hari pernikahan tiba.
**
Minggu, 02 November 2014
~Sing
''Kantong hate dina jero dada, aya jangji, jangji urang duaan, kantong hate dina jero dada, aya rusiah, rusiah duaan ...''

Alunan lagu sunda mulai berirama di setiap sudut rumah beserta tenda yang berwarna pink berpadu dengan warna jingga. Aku mulai dirias, wangi melati khas pengantin mulai tercium, aku sedikit kesal karena tidak diperbolehkan bercermin, makanya hari ini aku sedikit tidak PD, namun kuhilangkan rasa itu demi kelancaran acara sakral ini.

Pengantin pria sudah datang, suara pelatasan yang sengaja disiapkan mulai meletup-letup dikupungku.

Duarrr!
Duarrr!
Duarrr!

Ahhh sudahlah, pasti kalian sudah bisa melanjutkan cerita ini, ini adalah catatanku yang ingin kuceritakan.

Menikah itu adalah sebuah kenikmatan yang nyata, menikah itu adalah langkah pertama menuju masa depan, menikah itu adalah awal dimana kita akan memiliki keturuan. Bagi kamu yang belum menikah, cepetan menikah gih ...! Hehe

Selesai

Bogor, 16 November 2014

Cerpen:~Biarlah Senja Tak Berwarna ~


BIARLAH SENJA TAK BERWARNA
Oleh: Niaw Shinran

Present ...

Beritahu aku ketika langit tak lagi menangis
Beritahu aku ketika tanah sudah tak lagi basah
Beritahu aku ketika mentari mulai menyinari
Beritahu aku ketika langit biru berubah menjadi merah jingga.
**
Gulungan selembar kertas yang terlilit pita merah menyala betah menghiasi meja belajarku di antara beberapa buku dan pulpen. Guyonan yang menyakitkan hati itu membuatku semakin tak tahu kapan aku akan benar-benar melihat warna itu, ''Lebih baik kau bermimpi dan lihatlah apa yang ingin kau lihat di dalam impianmu itu, jika masih gelap lebih baik kau bersembunyi dibalik selimutmu dan jangan pernah berharap lagi'' seruan mereka yang masih terngiang dipikiranku.

Lama tak bersua dengan seorang sahabata yang kini telah pergi jauh ke negeri seberang 'Malaysia'. Rinduku merangkai bait demi bait doa yang terucap dalam hati, semoga siapapun dia yang kurindukan diberikan kesehatan serta kebahagiaan yang berlimpah, begitupula doa untukku, tak banyak yang kupinta dari Tuhan, aku hanya ingin bisa membuktikan ucapan sahabatku itu, ''Dunia ini tak seindah di dalam mimpi jika kau tak mampu memahami apa itu kehidupan yang sebenarnya, kebahagiaan bukan hanya dinilai dari apa yang kita lihat saja, tetapi apa yang kita rasakan juga itulah yang lebih membahagiakan'' ucapnya, Bian namanya.

Apakah semua itu benar? Entahlah, maka dari itu aku ingin sekali membuktikan ucapannya dan melihat senja. Tak sedikit benda-benda yang terjatuh karena kebodohanku, ah! Apakah ini sebuah kebodohan? Tidak! Ini adalah takdir, dimana Tuhan lebih menyayangiku seperti ini, tapi bagaimana dengan guyonan itu? Itu artinya ada orang yang tidak menyayangiku, apakah aku harus abaikan itu? Tapi bagaimana? Sementara hatiku masih merasa sakit. Kutatap langit-langit kamarku, gelap, kutatap sudut-sudut kamarku juga gela, kuharap itu karena mati lampu, ya, hanya mati lampu.


Tuhan memberi aku kehidupan tanpa warna yang nyata, Tuhan hanya memberikanku kehidupan di dalam mimpi, aku berlari di dalam mimpi, aku menulis di dalam mimpi, aku dapat melihat warna di dalam mimpi, semuanya di dalam mimpi, hanya saja di dalam mimpi aku tidak memiliki teman yang dapat kuterka wajahnya. Bian, aku rindu celotehnya, lima tahun telah berlalu, lima tahun sudah dia meninggalkanku, kurasa dia sudah sangat berubah, rasanya ingin kumenatap cermin sampai aku benar-benar bisa melihat perbedaan postur tubuh dan paras wajahku, sepertinya cuma begini-begini saja, buktinya aku belum bisa mencapai lemari bagian atas tempat gamis-gamis kesukaanku yang terlipat dan tergantung.

''Bian kapan pulang ya? Aku sudah tak sabar ingin memperlihatkan gambar langit sore ini padanya, aku yakin kali ini pasti tidak salah warna'' ujarku sembari menggenggam kertas berlilitkan pita itu.

Hari sudah semakin gelap, Kutarik gorden jendela kamarku, rasa hangat dari matahari sore yang tak lain adalah senja merasuk ke dalam celah-celah jendela dan membias di permukaan wajahku, kupejamkan mata ini dan membayangkan warna-warna indahnya.


''Aisya!!! Gara-gara kamu menjatuhkan handphoneku, kameranya jadi eror, dasar bodoh!!! Kau harus menggantinya!!'' teriak Meli dibalik pintu kamarku, dia adalah saudara tiriku.

Ya, apa aku bilang, aku memang bodoh, tapi kenapa setiap kali ada benda yang jatuh selalu saja menyalahkanku, padahal hari ini aku belum keluar kamar dan sama sekali tidak ada benda yang kujatuhkan. Mamaha, aku rindu mamah, aku tidak ingin papah menikah lagi waktu itu, karena imbasnya seperti ini, aku memiliki saudara yang tak pernah menyayangiku.

''Ta-tapi aku tidak menjatuhkan handphonemu itu, sungguh'' ucapku sedikit terbata-bata

''Kalau bukan kamu lalu siapa lagi? Mamah? Papah? Gak mungkinlah, pokoknya aku gak mau tau ya, kamu harus ganti handphoneku ini lima juta!'' serunya

''Ta-tapi, aku tidak punya uang sebanyak itu'' ucapku, tapi percuma, Meli sudah pergi dan tak mendengarkanku.

Kuraih genggaman laci dan menarik keluar, kuambil kunci lemariku untuk mengambil celengan kucing kesayanganku di dalam lemari, sudah hampir tiga tahun ini aku menyisihkan uang pemberian papah dari sewaktu SMA hingga sekarang, kini celengan kucingku harus kukorbankan untuk sesuatu yang tidak seharusnya kulakukan, aku bisa saja menjelaskan semuanya, bahkan aku bisa saja minta uang itu kepada papah, tapi tidak segampang itu, ini biar jadi urusanku.

Braaak!!!

Entah ada berapa banyak koin yang berserakan kesegala arah, yang kuambil hanya uang kertasnya saja, sementara koin-koinnya hanya aku tumpukan saja dan kusimpan di dalam laci. Kini aku mengepal segepok uang untuk mengganti kerusakan handphone milik Meli, aku tak tahu berapa banyak uang yang ada ditanganku sekarang, yang membuatku heran kenapa Meli meminta uang begitu banyak padaku, apakah handphonnya itu benar-benar mahal? Entahlah.
**
Malam ini rasanya aku ingin sekali keluar rumah, memandang langit yang selalu gelap, melihat kunang-kunang yang entah apakah itu cahaya kunang-kunang, merasakan angin yang berlarian serta mendengarkan suara jangkrik-jangkrik kecil yang berirama. Benar saja, jangkrik-jangkrik di luar sedang bernyanyi, aku merasa memiliki teman malam ini, udara malam membuatku seluruh tubuhku terlepas dari kepenatan di dalam kamar seharian tadi.

''Seandainya ada Bian disini, pasti sekarang ini dia akan menemaniku dengan suaranya yang lembut, hmm, Bian, kapan kamu pulang?'' celotehku dalam hati

Tiba-tiba dari belakang ada yang menepuk pundakku kasar, segingga menbuaku merasa sedikit kesakitan, dia tak lain adalah Meli dan temannya Viola, mereka tiba-tiba saja mentertawakanku tanpa sebab, kupikir aku tidak sedang memakai kostum badut atau ondel-ondel, lantas apa yang mereka tertawakan? Aku hanya mengkerutkan kening dan merunduk.

''Hahaha, harus berapa kali sih aku bilang ke kamu kalau mau melihat apa yang mau kamu lihat itu di dalam mimpi aja, jangan kaya orang yang sok bisa melihat kaya gini dong, malu sama kenyataan!! Hahahah'' seru Meli

''Lebih baik kamu masuk sana, nanti masuk angin lagi, kalau sakitkan pasti ngerepotib bangetm iyakan Mel?'' ucap Viola


''Iya, Vi. Udah kamu masuk aja, ngerusak pemandangan tau gak!!'' diam sejenak ''Eh, sebentar deh, duitnya udah disiapinkan? Kalau enggak aku gak akan segan-segan ngacak-ngacak kamar kamu yang jelek itu!'' jelas Meli mengancamku

''Su-sudah kok, tapi aku tidak tahu apakah uangku cukup atau tidak untuk menggantinya'' jawabku

''Yasudah, nanti aku yang menghitung semuanya, ribet deh!, udah sana masuk!'' sahutnya

Lantas aku pun masuk ke dalam rumah dan bergegas ke dalam kamar dengan hati-hati, rasanya ingin kuberlari dan berteriak, lagi-lagi mereka mengatakan itu semua, kehidupanku hanya di dalam mimpi, aku manusia, apakah aku tak pantas hidup di kehidupan ini dengan segala kekuranganku? Apakah mereka merasa kalai diri merekalah yang paling sempurna? Ah, aku tidak mau terbawa emosi.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu, kurasa itu adalah Meli yang mau mengambil uang itu, segera kubuka dan kusuruh ia masuk, aku tidak ingin sampai ada yang tahu, terutama papah.

''Mana duitnya?'' tanya Meli

''Ini, silahkan kamu hitung senidir, itu uang celenganku selama tiga tahun ini, kuharap cukup'' kuberikan uang itu

''Bawel, sini biar kuhitung'' ... ''Sejuta, dua juta, tiga juta, empat juta, lim ... Lho? Ini cuma ada empat juta lima ratus ribu, kurang lima ratus ribu lagi dong'' ucap Meli

''Aku tidak punya uang lagi selain itu semua, tapi kalau kamu mau kamu boleh kok ambil koin-koin sisa celenganku ini'' kuberikan koin yang sudah kutumpukan tadi

''Iyuuh!! Receh? Its oke, aku ambil'' ... ''Kertas yang dililitkan pita apa isinya nih?'' tanya Meli ketika ia melihat kertas berlilikan pita tergeletak di meja belajarku

''I-itu, itu hanya sebuah gambar'' jawabku

''Gambar? Gambar apa?'' tanya Meli lagi

''Gambar langit senja'' ucapku

Karena penasaran lalu Meli pun membuka kertas itu dan melihatnya

''Hahahaha'' lagi-lagi Meli tersenyum tanpa sebab

''Ke-kenapa?'' tanyaku penasaran

''Gambar senja ya, suatu saat nanti kamu akan tau kenapa aku mentertawakan semua ini, hahaha, thaks ya duitnya, oiya aku hampir lupa, ada surat buat kamu, gak tau deh dari siapa'' ujar Meli

''Surat? Eng ... Bisa tolong dibacakan tidak?'' pintaku

''Arggh!! Selalu saja merepotkan!! Oke aku bacain surat ini, dengerin baik-baik ya''
''Dear seseorang yang sangat kurindukan, Aisya.
Hay Aisya apa kabar? Kuharap kamu baik-baik saja dan masih seperti Aisya yang kukanal, cantik, manis, murah senyum, dan baik hati.
Maaf karena selama ini aku jarang menghubungimu. Aku disini sangat sibuk sekali, kini aku sudah menjadi seorang dokter muda, hebatkan! Hehehe
Aisya, apakah kau sudah menyiapkannya? Sesuatu yang pernah kupinta dulu, aku tau kau tidak akan mengecewakanku
Besok aku akan pulang ke Indonesia, aku kangen sama kamu, aku mau mengajakmu kesuatu tempat, tempat dimana kamu ingin sekali mengunjunginya, kamu pasti penasaran
Kalau begitu selamat menunggu ya, besok aku akan menjemputmu.
-Bian-''

''Huh! Bian itu siapa sih? Lebay banget kaya anak ABG'' tanya Meli sembari menyerahkan surat itu padaku

''Bian itu sahabatku dari kecil, kita hanya beda umur dua tahun, dan dia akan pulang besok dari Kuala Lumpur'' seruku

''Uasudahlah gak penting!! Bay!!'' Meli pun pergi dengan membawa uangku.

Deg! Deg! Deg

 Jantungku berdebar-debar setelah tau kalau Bian akan pulang, aku sudah tidak sabar ingin menunjukan gambar itu.
**
''Aisya, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu'' sahut mamah

Aku segera bergegas keluar dari kamar dan menemui seseorang itu, dan itu sudah pasti Bian.

''Kuharap aku tidak salah kostum'' ucapku dalam hati

''Aisya'' sapa suara laki-laki yang mungkin ada dihadapanku, aku kenal suara itu, lembut dan menyejukan hati

''Bi-bian, kaukah itu?'' tanyaku

''Iya, aku Bian'' helas Bian, dia memelukku dan segera mengajakku ke suatu tempat yang dijanjikannya dalam surat itu

''Kita mau kemana?'' tanyaku

''Kita akan ke bukit, kita kan sudah lama tidak main ke sana'' serunya

''Pelan-pelan Bian, aku tak sempat memakai sendal karena kau langsung menarik tanganku begitu saja'' pintaku

''Haha, maaf ya, karena aku sudah tidak sabar'' ucapnya.

Aetibanya di bukit, Aku dan Bian duduk di antara bebatuan yang besar, menunggu sore tiba hingga terciptanya warna merah jingga dilangit sana. Aku masih menyembunykan kertas itu di dalam saku bajuku, aku akan berikan itu jika Bian mempertanyakannya. Bian banyak bercerita tentang kehidupannya yang sekarang, dia sudah bisa memanjat poholah, dia juga sudah bisa memakai dasi sendirilah, tidak takut kecoa lagi dan mulai menyukai yang namanya membaca. Aku hanya menjadi pendengar setia untuk semua cerita-ceritanya.

Jam sudah menunjukan pukul lima sore, Bian akhirnya menanyakan gambar itu, lalu dengan senangnya aku memberikan kertas berlilitkan pita itu padanya.

''Romantis sekali sampai harus pake pita seperti ini Sya'' ujar Bian

''Sudahlah, lebih baik dilihat saja, aku pasti sudah tidak salah warna lagi'' ucapku

Pelan-pelan Bian membuka pitanya dan melihat gambar yang kubuat itu, tiba-tiba Bian terdiam cukup lama, itu membuatku bertanya-tanya, ada apa?

''Benarkan aku sudah tidak salah warna lagi?'' tanyaku

''Mmmm, kamu masih salah warna Sya, sudah tiga kali ini warna yang kau pakai adalah warna putih, jadi tidak ada gambar apapun yang kulihat di kertas ini'' jelasnya

''A-apa?''

''Gak apa-apa kok Sya, aku mengartikan semua ini kalau hatimu itu bersih dan putih seputih kertas ini, jika kamu butuh warna maka akan aku berikan'' ucap Bian sambil memegang jemariku

''Apa maksudmu?'' tanyaku

''Sya, dari dulu aku sudah berjanji pada diriku sendiri, aku akan memberikan warna di dalam hidup kamu dengan cara apapun itu, aku sayang sama kamu Sya, aku mau kita bisa bersama-sama lagi seperti dulu kita selalu bermain bersama, aku mau kita menikah, apakah kamu mau jadi isteri aku Sya?'' tanya Bian yang menyatakan perasaannya

Aku tak bisa berkatanya banyak, keristal-keristal bening menetes di dalam kedua mataku, setengah hati aku bahagia karena Bian ingin menikahi wanita yang penuh kekurangan seprtiku, setengah hati lagi akau takut tidak bisa membahagiakannya.

''Bian, apa kau yakin dengan ucapanmu itu?'' tanyaku

''Aku sungguh sangat yakin, karena hanya kamu yang bisa menerima kekuranganku'' katanya

''Kamu salah Bian, Justru aku takut tidak bisa bahagiain kamu''

''Sya, kita sama-sama punya kekurangan, apalah artinya mata yang bisa melihat tanpa seseorang yang dicintainya dapat termiliki, maka dari itu aku akn mencinta kekuranganmu itu, kita akan menciptakan pelangi bersama-sama'' celoteh Bian meyakinkanku.

Mendengar ucapan Bian yang sepertinya sangat sungguh-sungguh lantas akupun mengiyakan apa maunya, dengan catatan ''Jika memang dia akan mencintai kekuranganku maka dia juga harus mencintai kehidupanku''.

Senja pun tiba, Bian memintaku untuk memejamkan mata dan membayangkan merah jingga yang sedikit demi sedikit mulai terlukis di langit. Biarlah kertas putihku tetap menjadi putih, biarlah aku seperti ini, aku akan mencintai dengan mata hati.

Selesai

Bogor, 12 November 2014

Kamis, 04 September 2014

Cerpen:~Siapkah Aku?~



-SIAPKAH AKU?-
Oleh : Niaw Shinran


Present ...

Dari sekian banyaknya cerita yang kudengar, dari sekian banyaknya pertanyaan yang kudapatkan, siapkah aku? Entahlah, yang kutahu segala sesuatu yang telah diniatkan dari hati belum tentu akan terjadi, kecuali jalan Tuhan, kita hanya patut menunggu.

**

''Iya, aku udah lama banget ngerencanain ini semua, bahkan sebelum pertunangan itu terjadi pun sudah aku rencanakan, tapi ... '' seru Nayla, salah satu sahabatku yang sudah bertunangan lima bulan yang lalu

''Tapi apa Nay?'' tanyaku serius

''Tapi, dia mengulur waktu untuk yang kesekian kalinya May, aku tuh bingung harus ngomong apa lagi sama ayahku, sementara diluar sana sudah banyak yang tahu kalau diakhir bulan ini aku akan menikah'' ujar Nayla menceritakan semua kebimbangannya. Aku hanya bisa menghela napas dan mencoba memberi sedikit ketenangan untuknya.

Nayla, sahabatku yang sudah kebelet nikah dari satu tahun yang lalu itu sedang dilanda kebimbangan, kekasihnya kembali mengulur-ulur waktu untuk menentukan tanggal, hari serta bulan pernikahan mereka, sementara disisi lain ayahnya yang bisa dibilang keras kepala merasa kalau kekasihnya itu hanya ingin mempermainkan keluarganya saja. Sering sekali Nayla datang ke rumah untuk mencurahkan isi hatinya kepadaku, mau senang ataupun sedih seperti sekarang ini, tak sendiri, Nayla selalu datang bersama sahabatnya, termasuk sahabatku juga, Ita namanya. Ita pun tak bisa berkomentar banyak akan permasalahan yang sekarang ini Nayla hadapi, namun sebagai sahabat yang baik, aku dan Ita akan selalu ada untuk Nayla, biar bagaimanapun kita bertiga adalah sahabat yang sudah seperti keluarga.

Sesekali aku mengambilkan Nayla tisyu untuk menghapus air matanya yang mulai menetes, mendengar ceritanya membuatku ikut merasakan apa yang dirasakannya, sesama perempuan pasti aku juga akan mengalami hal yang sama walaupun berbeda cerita, tapi aku selalu berdoa untuk kebaikan semuanya.

''Nay, coba kamu minta dia untuk bicara langsung sama Ayah kamu, biar sama-sama enak dan bisa dicari jalan keluarnya'' saranku

''Iya Nay, ini tuh udah jadi urusan keluarga dia sama keluarga kamu, jadi harus dibicarakan baik-baik'' lanjut Ita

''Ita bener Nay, memangnya apa sih alasan dia kenapa selalu mengulu-ulur waktu?'' tanyaku

''Hiks ... dia bilang persiapannya belum 100% siap May, Ta, tapi kenapa dulu dia selalu bilang siap, siap dan siap kapan aja, tapi nyatanya apa? Dia malah kaya gini kan, aku tuh malu sama teman-teman yang lain dan juga tetangga-tetangga aku yang mulutnya pada ember!'' seru Nayla dengan sedikit emosi

''Sabar Nay, semua masalah pasti ada jalan keluarnya kok'' ujarku

''Iya aku tau itu, makanya aku dateng kesini mau sharing sama kalian berdua, biar beban yang aku hadapi ini sedikit berkurang, siapa tau aja kan kalian punya solusinya buat aku'' celoteh Nayla sambil merobek-robek tisyu yang sedikit basah bekas air matanya. Aku dan Ita saling bertatapan dan sepertinya ada yang ingin Ita katakan padaku

Dreeet ... Dreeet ... Dreeet

Ponselku bergetar tanda ada sms masuk, lantas kulihat dan kubaca, ternyata sms itu dari Ita, pantas saja sedari tadi kulihat tangannya sibuk mengetik sesuatu di ponselnya

''Maya, aku gak bisa ngasih solusi apa-apa kalau untuk urusan serumit itu ke Nayla, karena aku gak punya pengalan apa-apa tentang itu, jadi aku gak mau banyak bicara lagi, aku takut salah, kamu aja ya yang tenangin Nayla, aku mau shalat dulu'' isi pesan Ita.

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul empat sore, adzan ashar pun telah berkumandnag. Ita permisi ijin ke kamarku untuk menumpang shalat, kini hanya aku yang mendengarkan keluhan Nayla. Tak tega rasanya melihat sahabatku sesedih ini, kulihat sekarang Nayla tengah melihat-lihat photonya bersama kekasihnya di dalam ponselnya, sekejap rona wajahnya tak terlihat sedih, namun beberapa detik kemudian Nayla terlihat sedih kembali, yang aku takutkan Nayla depresi, jangan sampai itu terjadi ya Tuhan.

Lima belas menit kemudian Ita keluar dari kamarku, tentunya sudah selesai shalat, aku dan Nayla tengah haid.

''Lama banget shalatnya Ta??'' tanya Nayla

''Kan baca-baca doa dulu, tak lupa pula aku doain kamu supaya masalah yang kamu hadapi sekarang ini ada jalan keluarnya'' ucap Ita

''Amiiin ... '' seruku dan Nayla secara bersamaan

Lalu tiba-tiba Nayla menanyakan sesuatu tentang pernikahan kepadaku dan juga Ita, lantas pertanyaan Nayla itu membuatku dan Ita tersenyum simpul dan menjawab seadanya
''Kalau kalian berdua kapan mau marid?'' tanya Nayla

''Biar Maya duluan deh yang ngejawab, kalau aku kan masih PDKTan tuh, jadi masih belum kepikiran menikah, heehehee'' seru Ita sedikit mencubit pahaku

''Yee, namanya juga rencana Ta, berandai-andai juga gak apa-apa kali'' ujar Nayla yang sepertinya sudah sedikit tenang

''Iya siii, tapi beneran deh aku gak kepikiran untuk nikah diusia muda, kalian tau sendirikan kalau ibu sama ayahku itu doyan banget ngejodoh-jodohin anaknya, kayaknya aku nunggu dijodohin aja, tapi gak tau kapan, soalnya aku masih punya dua kakak yang melum menikah, heheheheee'' jelas Ita yang lebih memilih pasrah akan pilihan kedua orang tuanya

''Lho?? Terus cowok yang lagi PDKT sama kamu gimana?'' tanyaku

''Kan masih PDKT May, belum tentu juga jadiankan'' celoteh Ita. Aku dan Nayla hanya menggeleng-gelengkan kepala

''Terus kamu May?'' tanya Nayla padaku

''Aku? Mmm ... Aku juga gak kepikiran untuk nikah muda sih, siap gak siaplah, tapi pacaran lama-lama juga gak enak, yang aku takutin malah putus ditengah jalan, tapi jangan sampe deh kaya gitu'' jawabku

''Aku kasih saranin ya sama kalian berdua, kalau bisa gak usah deh pake acara tunangan-tunangan segala, takutnya malah lama ketahap penikahan dan ujung-ujungnya tetap aja masih pacaran, kaya aku, hmmmm'' Nayla kembali curhat

''Hahaha, iya Nay, udah dong gak usah sedih lagi, semua pasti akan indah pada waktunya'' seru Ita

''Jiyaaah, kaya Judul lagunya Delon tuh, hahaha...''

''Iya, semoga, semoga dan semoga ... Amin ya Allah'' lanjut Nayla

Obrolan panjang antara aku, Nayla dan Ita pun semakin panjang dan menarik, tak terasa waktu sudah menunjukan pukul lima sore. Nayla dan Ita pun pamit pulang dengan meninggalkan cerita di rumahku. Setelah mendengarkan cerita Nayla, ada yang terpikirkan di dalam otakku, menikah itu bukankah hal yang sepele, menikah itu bukanlah hal yang harus ditunda-tunda, ya, aku tahu, tapi kesiapan diri haruslah tetap menjadi nomer satu, hati, batin, jiwa dan raga, semua itu harus dipersiapkan.

Siapkah aku Menjalani hari-hari dengan seorang suami? Siapkah aku menjalani hari-hari dengan menjadi seorang istri? Siapkah aku memegang amanah untuk berbakti kepada suami? Siapkah aku menimang anak sebagai bukti cinta suami dan istri? Aku harus siap? Apakah harus sekarang? Tidak! Aku belum siap.

Tak hanya Nayla yang kudengar kabar penikahannya yang terombang-ambing bak sebuah ban di tengah lautan yang notabenenya karena diawali dengan pertunangan, apa sih makna dari pertunangan itu sendiri? Ada yang bisa menjawabnya untukku? Disela-sela kesibukan Nayla sebagai guru, disela-sela kesibukan Ita sebagai mahasiswi dan aku sebagai seorang penulis hanya bisa berdoa.

**

Tak kudapatkan kabar dari Nayla lagi semenjak satu minggu yang lalu ia berkunjung ke rumahku bersama Ita, tapi Ita selalu tau kabar Nayla, karena adik Nayla sendiri adalah teman satu kampusnya Ita. Terakhir Ita sms padaku kalau Nayla sekarang sedang dekat dengan seorang laki-laki yang katanya mantan adik kelas kami sewaktu SMA, aku hanya mendecahkan bibir.

Sore ini aku berniat untuk bertemu Ita disalah satu warung bakso yang tempatnya tidak jauh dari kampus Ita sendiri, pertemuan kami sekaligus untuk merayakan hari ulang tahun Ita yang ke 20 tahun, sayangnya Nayla tidak bisa datang karena sibuk.

''Hay, May ... Apa kabar?'' sambut Ita yang sudah stay di warung bakso langganannya

''Baik, Ta, kamu apa kabar?'' tanyaku balik

''Kabar aku baik kok, cuma sedikit agak flu aja sih''

''Flu apa? Jangan-jangan flu burung, hahaha'' ledekku

''Woo! Enak aja ... Kamu mau bakso gak? Aku pesenin ya ...?'' tanya Ita, aku mengiyakannya

Disela-sela perbincangan Aku dan Ita, kita membahas soal kedekatan Nayla dengan brondong itu, tak begitu heran ataupun kaget, karena Nayla memang sedikit labil, dia masih saja dekat dengan beberapa laki-laki, walaupun diantara mereka tidak ada apa-apa.

''Kok bisa sih si Nayla deket sampai-sampai jalan bareng sama brondong itu, Ta?'' tanyaku penasaran

''Manakutahu, Nayla cuma cerita kalau dia emang lagi deket banget sama dia, padahal kalau diperhatiin tuh berondongkan mantan bullian kita waktu SMA'' seru Ita

''Hah?? Serius?? Yang kumisan itu? Ckckckc'' ...
''Nayla tuh gila ya? Punya masalah bukannya diselesaikan malah berulah'' lanjutku

''Udah gak usah dipikirin, kan bukan sekali atau dua kalinya Nayla kaya gitu, Nayla cuma butuh waktu untuk mendewasakan diri'' ujar Ita

''Hah! Tapi aku salut sih sama dia, masih muda tapi udah kebelet pengen nikah'' celotehku

''Nikah muda itu bagus kok, pastinya di atas 17 tahun, nikah muda, punya anak, anak udah gede, sukses, dan kita tinggal menikmati kesuksesan anak-anak kita'' lanjut Ita

''Terus kamu sendiri kenapa gak kepikiran buat nikah muda waktu cerita seminggu yang lalu di rumahku?'' tanyaku

''Aku bukannya belum siap, aku kan nunggu perjodohan dari ayah sama ibuku''

''Kok kamu gak sedih sih dijodoh-jodohin kaya gitu? Kalau aku sih ogah'' kataku

''Siapa juga yang mau dijodoh-jodohin May, sebagai anak baik, pintar dan shalehah kaya aku gini nih harus patut sama orang tua, nyari jodoh itu susah loh, makanya aku pengen tau seperti apa pilihan mereka untukku nanti, kalau boleh memilih sih aku lebih memilih nyari jodoh sendiri, tapi apa boleh buat, sudah tradisi di keluarga sih'' jelas Ita membuatku berpikir keras untuk memahami ucapannya yang sedikit kolot
''Kamu kapan dong maridnya? Aku udah gak sabar jadi pagar ayunya, hahaha'' lanjut Ita

''Jangan tanyakan hal itu padaku, aku masih belum kepikiran untuk menikah, aku belum siap'' jawabku

''Hahaha ... Oke deh''

Pertemuan kami pun menyenangkan, makan bakso, ngobrol-ngobrol, saling bertanya satu sama lain, tukar pikiran dan masih banyak lagi.

Jangan memaksa untuk bilang 'ya' sementara hati tak mengatakan apa-apa, jangan berbohong untuk bilang 'tidak' sementara hati sudah berkata jujur, selaraskan hati dan bibirmu, selaraskan sikap dan pemikiranmu, jangan berbuat bodoh atas kelabilanmu, jangan bertingkah angkuh atas kedewasaanmu.

Selesai

Bogor, 04 September 2014

Cerpen:~Cintaku Bukan Drama~



-CINTAKU BUKAN DRAMA-
Oleh : Niaw Shinran

Present ...

''Lupakan yang pernah terjadi di antara kita, karena yang kulakukan hanya sebatas pormalitas belaka''

**

Tak enak rasanya menjadi seorang pengagum, apalagi hanya sebatas pengagum kecil yang dipandang sebelah mata, layaknya kerikil di antara bebatuan yang menumpuk, sama sekali tak terjamah dan tak terlihat, apalagi dapat dicintai, nasib ...

Aku akui bahwa sudah beberapa bulan lamanya perasaan ini muncul, entah harus dengan cara apalagi untuk kulupakan, sementara sinetron yang sering kulihat terus saja mempengaruhi otakku dengan adegan-adegan dimana yang mencintai itu harus berusaha dapat dicintai pula, apakah aku harus beracting seperti halnya disinetron? Tidak, aku tidak mau ada drama, apalagi ini urusannya dengan yang namanya cinta, biarlah, biarlah mengalir apa adanya.

Dialah Dika, laki-laki yang kusukai selama ini. Popularitasnya sebagai salah satu laki-laki tampan di kampus memang patut diacungi jempol, bahkan beberapa sensasinya yang dianggap panas mampu mengalahkan popularitas beberapa laki-laki tampan yang lainnya, apa yang kusukai darinya? Mmmm entahlah, namanya juga naluri perempuan, gak boleh liat yang ganteng dikit langsung berasa sejuk di hati, mungkin karena aku memang lagi jomblo juga si. Plakk!!
Aku pernah sekali memberikan sesuatu kepada Dika dihari ulang tahunnya berupa kaos pendek berwarna merah yang bertuliskan 'I Love You', ketika dipakainya kuharap dia mengerti akan maksudku, ya, kuharap dia tak hanya mengatakan terimakasih, tetapi juga mengatakan ''I love you too'', alhasil sia-sia, dia hanya tersenyum simpul lalu disibukan dengan banyaknya hadiah yang diterimanya.

''Gimana, gimana? Dia suka sama hadiah dari lo?'' tanya Gina temanku

Aku menghela napas dan duduk dengan kecewanya
''Kayaknya si dia suka, bahkan bajunya dia pake kok'' jawabku

''Ahhhh serius? Wah selamat yaaaa, akhirnya cinta lo gak bertepuk sebelah tangan juga'' riang Gina tak bisa membeca raut wajahku

''ihhh! Siapa juga yang nerima cinta gue, orang dia gak ngucapin apa-apa kok, dia cuma senyum terus ... '' diam sejenak

''Terus apa Nel?'' tanya Gina menyerobot penasaran

''Yaaa gitu deh, gue gagal ... Hikss'' aku memeluk Gina dan bersandar di pundaknya

''Cup cup, lo yang sabar ya Nela, gue yakin ada banyak cowok lain yang mau nerima cinta lo'' ujarnya

''Lo kok ngomongnya gitu banget si, emangnya gue gak laku banget apa'' cetusku

''hehehe ... '' Gina cengengesan lalu mengelus pundakku

Tak hanya aku yang patah hati waktu itu, banyak perempuan lain yang juga dibuat patah hati oleh Dika, semampunya kami sebagai kaum hawa hanya bisa menangisi saja, tapi tidak untuk berkelanjutan walaupun hati tak bisa tuk berdusta, karisma dari seorang Dika semakin hari semakin terlihat mempesona, bentuk bibirnya yang rintik dan berwarna merah seperti karet gelang yang teranyam benar-benar cute.

Satu bulan kemudian rehabilitas dari patah hati pun mulai memudar bahkan terlupakan. Pagi-pagi sekali aku berangkat ke kampus untuk menemui Gina, entah ada apa dia menyuruhku datang ke kampus pagi-pagi sekali. Kulihat Gina sudah menunggu di depan kampus, tak lama kemudian dia menarik tanganku menuju ke toilet

''Gina! Lo apa-apaan sih tarik-tarik tangan gue kaya gini? Emangnya gue kambing apa!! Ughh!!'' merongosku, Gina hanya cengengesan lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya

''Taraaaa ... Liat nih gue bawa apa buat lo Nel'' ujar Gina menaik turunkan alisnya yang tipis sambil tersenyum memperlihatkan sesuatu yang dipegangnya sekarang

''Buat gue? Apaan nih?'' diam sejenak mengambil apa yang ada ditangan Gina, ''What? Ini buat gue? Baju alay kaya gini buat gue, Na? Gak salah?'' jelasku menggeleng-gelengkan kepala dengan herannya

''Iya, baju ini harus lo pake, gue mau satu semua orang yang ada di kampus ini tau kalau lo itu sebenarnya cantik, termasuk Dika, urusan makeup biar gue yang makeapin lo, hehe'' jelas Gina membuatku semakin tak mengerti

''Ta-tapi, Na ... Gue gak butuh kaya beginian, baju alay kaya gini gak pantes buat gue''

''Ihh baju alay apanya si, Nel, ini tuh baju trend di tahun 2014, lo kudate sih'' celotehnya lagi

''Terserah lo deh, mau trend di tahun berapa juga pokoknya gue gak bakalan pake baju itu''

''Pokoknya harus!'' Gina memaksaku dan merubahku seperti magic, beberapa menit kemudian aku sudah seperti merenkarnasi dengan tampilan yang berbeda, oh my god.

''Aaaaaaa ... Gina! Kenapa gue jadi kaya tante-tante gini sih?'' tanyaku terkejut melihat penampilan baruku

''Lo nora banget siiii ... Gue udah makeupin lo senatural mungkin, lo itu cantik Nela, yuk kita keluar'' ajak Gina menarik tanganku

''Gue gak mauuu ... Jangan paksa gue''

Brakkkk ...!

Dengan kencangnya Gina menarik tanganku keluar dan membanting sepatuku kelantai, kini yang kupakai adalah baju aneh yang entah apa itu namanya, juga heels yang tingginya lima senti sudah menggantikan sepatuku.

Banyak orang yang menatapku, entah menatap karena aneh atau yang lainnya, yang ada dipikiranku sekarang ini hanyalah pemikiran-pemikiran negative. Ada pula yang menyapaku dengan berbagai kata-kata

Cowok1 : ''Hay Nela, penampilan baru lo oke juga, jadi pangling gue ngeliatnya''

Cowok2 : ''Widiiiih, ada mahasiswa baru dari mana nih seger banget diliatnya, neng, dangdutan dama Aa nyokk ... Hahaha''

Cewek1 : ''Nel, lo salah minum obat ya? Sepatu dekil lo kemana? Hahaha''

Cewek2 : ''Ciee, kenapa gak kemarin-kemarin aja tampil cantik Nel?''

Pak Dosen : ''Wahh ... Bapak jadi naksir sama kamu''

''Aaaaaah ... Kabur, Na, gue gak mau ditaksir sama dosen burik kaya dia'' aku menarik tangan Gina berlari ke arah kantin

Brukkk ... !

Aku menubruk seseorang yang tak lain adalah seseorang yang kusukai selama ini, ya, Dika. Aku menganga ketika melihat kalau yang kutubruk itu adalah Dika, spontan aku langsung meminta maaf dan merapihkan rambutku

''So-sory sory ya, aku gak sengaja, soryyyy banget'' ucapku

''Lo? Lo itukan cewek yang ngasih gue hadiah yang isinya kaos bertuliskan I love you kan?'' tanya Dika

''I love you too ... '' celotehku bengong melihat wajahnya sedekat ini

'' ... ?'' Dika terdiam melihat sikap anehku tadi

''Nel, Si Dika lagi nanya sama lo, bukan lagi nembak lo, huh! Lo payah'' bisik Gina yang memecahkan lamunanku

''Eng? Sory ya ... I-iya aku yang ngasih kaos itu ke kamu, hehehe, kamu suka kan?'' tanyaku mulai basa-basi

''Iya, gue suka, btw lo kok beda banget ya? Gak kaya waktu lo ngasih hadiah itu ke gue'' ujar Dika

''Mmm maksudnya?'' tanyaku tak mengerti

''Maksud gueeee lo hari ini cantik, kalau boleh tau siapa nama lo? Sekalian nomer handphone lo'' jelas Dika menanyakan namanku dan meminta nomer ponselku, jantungku berdetak kencang tak karuan, rasanya aku ingin sekali mencium pipi Gina untuk mengucapkan terimakasih atas apa yang sudah dia lakukan

''Namaku, Ne-nela ... '' diam sejenak untuk menulis nomer ponsel, ''Dan ini nomer aku'' lanjutku

''Oke, thanks ... Salam kenal Nela, gue cabut dulu, bye''

''Bye ... '' ''Oh Tuhaaaaan, mimpi apa gue semalem, Na ...? Tadi Dika minta nomer hape gue'' seruku

''Wahhh Dika pasti suka sama penampilan lo yang sekarang, lo harus banyak-banyak berterimakasih sama gue, Nel'' ujar Gina

''Iya, Nam gue terimakasih banyak banget sama lo, kalau gitu hari ini gue traktir lo makan sepuanya di kantin, yuk'' ajakku

Sengan wajah sumringan Gina pun kuajak kekantin untuk merayakan hari terristimewa bagiku.

**

Semalaman aku menunggu adanya sms atau telfon dari Dika, harap-harap cemas aku melirik ponselku berulang-ulang kali, hingga pada pukul satu pagi aku tertidur dan terbangun setelah beberapa menit kemudian ada nada sms yang kudengar, tadinya kupikir itu sms dari Gina yang selalu memintaku untuk menemaninya curhat, tapi satu nomer baru yang kulihat yang bertuliskan sms seperti ini, ''Hay cantik, kayaknya gue suka deh sama lo, tiga kata yang ada di kaos pemberian lo itu masih berlaku untuk gue jawabkan? Kalau iya gue mau to the point langsung sama lo, I love you too, mulai hari ini kita sudah resmi jadian. -Dika-''

''Aaaaaa .... Yes! Yes! Yeeeeees! Akhirnya Dika nerima cinta gueeeeeee'' aku terkejut lalu berteriak histeris bahagia, sampai-sampai kedua orang tuaku terbangun dari tidurnya

''Nela, Nel ... Kamu kenapa? Kok teriak-teriak? Buka pintunya Nel'' teriak Ayah dan ibu dibalik pintu

''Gak ada apa-apa kok bu, yah, ta-tadi itu ada kecoa masuk keselimutnya Nela'' jawabku berbohong

''Kamu tuh buat panik Ibu sama Ayah saja'' ucap Ayah

''Iya maaf''

Lalu ibu dan ayah pun kembali ke kamar mereka, sementara aku tidak bisa tidur sampai matahari terbit, rasa ngantuk tak kurasakan, beberapa kali kubaca sms dari Dika, kini statusku bukanlah lagi sebagai seorang pengagum saja, kini aku pacaran dengannya, its amaging.

makeover yang dibuat oleh Gina memang mampu membuat Dika jatuh hati padaku hanya dalam jangka waktu satu hari, dan aku memutuskan untuk merubah penampilanku sepenuhnya seperti apa yang sudah dilakukan Gina kemarin. Hari ini aku datang ke kampus dengan Dika, aku turun dari mobil mewahnya dan menggandeng tangannya, semua pasang mata tertuju pada kami, tak terkecuali dosen burik yang naksir padaku itu, rasanya aku ongin sekali memamerkan kebahagiaanku ini kepada semua mahasisiwi betapa beruntungnya aku

''Sayang, kita kekantin yuk, aku belum sarapan nih'' ucapku

''Kamu duluan aja ya, nanti aku nyusul'' Seru Dika

''Kamu mau kemana?'' tanyaku

''Eng ... Aku mau ambil dompet, dompet aku ketinggalan di mobil, sebentar ya'' Dika pun pergi meninggalkanku sendiri untuk mengambil dompet yang ketinggalan di dalam mobilnya, tapi entahlah

Beberapa mahasiswi menghampiriku dan menanyakan apa rahasianya kenapa aku bisa jadian dengan Dika, ternyata berita itu sudah diketahui oleh semua mahasiswa, aku bingung, apa yang harus kukatakan kepada mereka, karena aku tidak punya rahasia apapun, yang kulakukan hanya merubah penampilanku saja. Tak lama kemudian tiba-tiba ada yang menarik tanganku yang tak lain adalah Gina

''Ihh! Lo kebiasaan banget siihh! Jangan taik-tarik gue kaya kambing dong'' cetusku

''Duh sory-soryy, gue cuma bantuin lo menghindar dari mereka Nel'' ucap Gina

''Iya, tapi gak gitu juga caranya, tangan gue sakit tau ... ''

''Btw, selamat ya Nel, akhirnya lo bisa jadian juga sama cowok yang lo taksir selama ini''

''Thanks ya Gin, ini semua juga berkat lo kok''

Aku sudah lupa dengan rasa laparku lalu mengajak Gina untuk masuk ke kelas.

Satu minggu kemudian, popularitas Dika di kampus semakin menjadi nomer satu, yang kurasakan semenjak jadian dengannya adalah hambar, semenjak jadian dengan namaku juga ikut populer, namun aku tak membutuhkan itu, yang aku butuhkan hanya perhatian darinya, Dika memang baik, dia selalu menyempatkan waktu disela-sela kesibukannya untuk menemuiku, walau hanya untuk beberapa menit saja, bahkan Dika sudah sangat baik padaku, Dika tidak segan-segan memperkenalkanku kepada teman-teman yang juga setara kepopulerannya, tapi kenapa aku masih merasa kalau Dika gak benar-benar ada untukku? Apakah aku belum terbiasa? Mungkin saja iya mungkin saja tidak.

Hari ini aku datang kekampus sendiri, ada yang berbeda lagi dari penampilanku, tentunya kukembalikan penampilanku yang dulu lagi, aku sudah tak nyaman memakai pakaian yang serba terbuka, belum lagi kedua orangtuaku melarang sekali aku memakai baju alay yang kemarin kupakai, penampilanku yang dulu membuatku nyaman untuk melakukan aktivitas apapun. Dan lagi, semua pasang mata tertuju padaku dengan dua alasan, pertama karena aku tidak ditemani oleh Dika, yang kedua karena penampilanku kembali seperti dulu lagi, Nela yang simple.

''Nel, lo yakin mau pake baju itu lagi kaya dulu?'' tanya Gina

''Iya, Na ... Gue sebenarnya gak nyaman banget pake baju-baju terbuka kaya kemarin itu''

''Tapi gimana sama Dika nanti? Dika belum tentu suka sama penampilan lo yang sekarang ini'' ujar Gina

''Gue yakin kalau Dika pasti mau nerima gue apa adanya, gua gak mau Acting atau Drama di depannya kalau gue suka pake baju itu, makanya hari ini gue mau bilang ke dia kalau gue lebih suka tampil apa adanya'' jelasku

Tin ... Tin ...

Kudengar bunyi klakson mobil dari belakang, ternyata itu Dika
''Nel, masuk ke mobil aku sekarang'' ucap Dika serius, lantas aku menurutinya dan masuk ke dalam mobil. Dika memutar balik arah ke luar kampus

''Sayang, kita mau kemana?'' tanyaku

''Kita gak akan kemana-mana kok'' jawabnya

''Terus??''

Ngikkk ... !

Mobil berhenti secara tiba

''Aku mau ngomong sesuatu sama kamu'' seru Dika serius dengan menatap ke depan

''Kamu mau ngomong apa? Kayaknya serius banget deh'' tanyaku

''Ini emang serius, aku mau kita putus sekarang juga'' jelas Dika membuatku terkejut dengan pernyataannya

Deg ... Deg ... Deg ...

''Ta-tapi kenapa? Apa karena penampilan aku yang kaya dulu lagi? Atau ada oranf ketiga?'' tanyaku serius

''Bukan, bukan karena itu, kamu taukan kalau aku punya selera tinggi dalam memilih pasangan, apa kamu gak merasa kalau kamu itu gak pantes buat aku?'' ucapan Dika menyayat hatiku

''Tapi kenapa? Kenapa di sms kamu bilang seperti itu sama aku? Dan kenapa kamu lakuin semua ini sama aku? Apa salah aku? Hikks ... '' tanyaku, air mata mulai menetes ke pipi

''Lupakan semua yang pernah terjadi di antara kita, karena yang kulakukan hanya sebatas pormalitas belaka'' ucapnya semakin membuat hatiku sakit

Betapa bodonya aku saat ini di hadapannya, air mataku menetes tak berguna menangisi laki-laki yang tak punya hati seperti Dika

''Sekarang aku minta kamu keluar dari mobilku'' pintanya

Dengan senang hati akupun langsung bergegas keluar dari dalam mobilnya, dan kini hanya punggung mobilnya sjalah yang bisa kulihat dari kejauhan. Kali ini aku mendapatkan suatu pelajaran yang sangat berharga, tak ada yang tahu jalan Tuhan seperti apa, namun yang pasti aku sudah siapa seseorang yang kusukai selama ini, dia tak lain adalah laki-laki yang tak punya hati dan perasaan.

Mencintai seseorang dengan kekurangan yang kita miliki akan menciptakan cinta yang sederhana dan apa adanya, sementara kelebihan yang dibuat-buat hanya akan menciptakan ketidakjujuran dan kebohongan.

Tak ada cinta yang sempurna melebihi cinta terhadap diri sendiri.

Selesai

Bogor, 03 September 2014

Cerpen:~Campur Aduk Rasa~


-CAMPUR ADUK RASA-
Oleh : Niaw Shinran

Present ...

Setelah sekian lamanya menyendiri dalam balutan sepi juga ikatan status jomblowati, sekian lamanya menanggapi cemoohan dan bulian yang membuatku sering menangis sendiri, benarkan aku adalah perempuan terpayah di dunia ini? Atau terjelek, terhina, tersisih, terasing, ter-ter-ter-ter ... Ah! Forget it. Kini aku punya cinta.

**

Namaku Leria, ya, aku tahu, tak ada yang menanyakan itu, setidaknya kalian tidak akan bertanya siapa namaku setelah mengetahui aibku selama menjadi jomblowati, malang sekali bukan? Begitulah.

Satu tahun yang lalu, ingatanku masih sangat bagus, sampai sewaktu ketika aku dipermalukan oleh mantan sahabatku sendiri yang bernama Ayu, semenjak dia memiliki pacar yang bisa dibilang anak orang kaya, semenjak itulah dia menjauhiku karena statusku yang masih saja jomblo dan dia malu berteman dengan jomblowati sepertiku, mungkin dia merasa lebih cantik setelah memiliki pacar. Kejadian itu begitu saja terjadi tanpa memberikanku kesempatan untuk menghindar. Ayu sebagai ketua tim basket perempuan di sekolahku dengan sengaja melempar bola basket ke kepalaku, sakitnya bukan main, kata teman-teman yang melihatnya sih aku pingsan, entahlah, karena setahuku aku tak pernah mengalami yang namanya pingsan. Teman-teman membawaku ke UKS, disana aku tak sadarkan diri selama tiga puluh menit, katanya, kata seseorang yang memang bertugas sebagai penjaga UKS, dia seorang laki-laki, namaya Tomi, dia cukup tampan dan membuatku salah tingkah

''Kamu sudah siuman?''ujar Tomi

''I-iya, ma-makasih ya udah jagain aku''ucapku terbata-bata. Aku mulai merapihkan rambutku dan kuarahkan jari telunjuk ke sela-sela mata kanan dan kiriku, karena kutakut ada sesuatu disana, be to the lek.

''Udah jadi tugas aku kok, kamu pingsan lumayan lama juga ya''ucapnya lagi sembari merapihkan beberapa wadah kecil yang berisikan obat

''Eng? Memangnya seberapa lama?''diam sejenak
''Sebelumnya aku belum pernah mengalami yang namanya pingsan''tanyaku

''Tiga puluh menit''jelasnya membuatku mengkerutkan kening,''Kalau begitu aku antar kamu ke kelas ya, atau kamu mau aku pintakan surat izin pulang?''ujarnya menawarkan bantuan.

''Ya tuhan dia baik banget siiiii ... Kira-kira aku izin pulang gak yaaaa??'' batinku

''Hey! Kok ngelamun?'' tanyanya sedikit mengagetkanku

''Hehe, mmmm menurut kamu baiknya gimana?'' tanyaku lagi. Tomi memainkan jari telunjuknya ke dagu untuk sedikit berpikir, hal itu membuatnya cute dan manis

''Bagaimana kalau kamu pulang saja, toh kelas sebentar lagi juga mau bubarkan'' sarannya

''Ta-tapi, hari ini aku ada piket''

''Tidak apa-apa, kan ada surat izin, kalau kamu mau nanti aku antar kamu pulang, gimana?'' ucapnya menawarkan diri untuk mengantarku pulang, tanpa berpikir panjang aku langsung mengiyakan tawarannya itu

''Kalau begitu kamu tunggu disini dan aku akan pintakan surat izin dulu buat kamu'' ujarnya seraya tersenyum dan keluar dari ruangan UKS.

Tak tahan dari beberapa menit yang lalu menahan rasa ingin buang air kecil aku bergegas ke wc,''Hahhh ... Lega rasanya, pantas saja sering sekali ada siswi yang keluar masuk ke UKS, orang yang jaganya aja ganteng, hehe, dia mau antar aku pulang? Yess!'' seruku bahagia. Aku pun kembali ke UKS, disana sudah ada Tomi yang menunggu

''Kayaknya gak usah diantar pulang pun kamu bisa pulang sendiri'' ujarnya membuatku salah tingkah

''Ta-tapi, kepalaku masih sakit dan aku takut kalau pingsan di jalan nanti'' aku pun berbohong

''Yasudah, ditanganku sudah ada surat izin untuk kamu tunjukan ke pak satpam di depan, kalau begitu yuk aku antar pulang'' ajaknya, sekali lagi akupun mengiyakannya.

Beberapa menit lagi kelas akan bubar, sementara itu aku masih menunggu Tomi menghidupkan sepeda motornya yang sepertinya mogok, beberpa kali dia mencoba menghidupkan lagi tapi belum bisa, Tomi putus asa dan menghampiriku,''Kayaknya motor aku ngadat lagi deh, aku gak bisa antar kamu pulang jalan kaki, gimana kalau kamu pulang naik taksi aja?'' ucapnya

''Lho? Kenapa enggak bisa? Jalan kaki juga gak apa-apa kok'' jelasku berusaha untuk membuatnya harus mengantarku pulang

''Tapi gimana sama motor aku?'' tanyanya

''Mmmm kalau gak salah didekat sini ada bengkel kok, aku antar kamu ke bengkel untuk benerin motor kamu itu, yuk'' ajakku. Tomi diam sejenak

''Kenapa jadi kamu yang antar aku? Kan aku yang mau antar kamu'' katanya lagi sembari menghela napas kecil

''Tapikan motor kamu mogok, jadi sebelum kamu antar aku pulang aku antar kamu ke bengkel dulu aja, biar adil, iyakan''

''I-iya juga sih, yaudah deh ... Yuk'' Tomi pun akhirnya mau kuantar ke bengkel

Tomi menuyun motornya, sementara aku sibuk curi-curi pandang, sesekali aku tersandung, memalukan memang, tapi aku cuek saja. Bekas hujan tadi pagi membuat jalanan sedikit basah dan menimbulkan kubangan air.

Byuuuurrr ...

''Aaaaa ... Woy bawa mobilnya pelan-pelan dong, kena gue nih''seruku merongos pada seseorang yang mengendarai mobil, karenanya aku terguyur air kubangan hujan. Tomi meletakan motornya dan memberikan sapu tangan kepadaku

''Ini ambil, bersihin baju kamu pake sapu tangan aku'' ucapnya menyodorkan sapu tangan berwarna biru, jantungku berdetak kencang, tanganku gemetaran menerima sapu tangannya

''Tangan kamu gemetaran, kamu kedinginan?'' tanya Tomi

''Eng-enggak kok, yaa tapi sedikit, hehe'' jawabku terbata-bata.

Seseorang keluar dari mobil yang membuatku basah kuyup, dia tak lain adalah Ayu yang keluar dari mobil pacarnya yang memang hampir setiap hari menjemputnya pulang sekolah. Ayu menghampiriku dan mentertawakanku dihadapan Tomi

''Hahahaha, emang enak basah kuyup kaya gitu!! pasti dingin banget ya? Kaciaaaaan, jomlo lumutan kaya lo emang pantes digituin! hahaha'' cetus Ayu lagi-lagi mempermalukanku, aku hanya terdiam

''Kamu jangan kaya gitu dong sama dia, emangnya dia punya salah apa sama kamu?'' tanya Tomi yang ikut berbicara, Ayu yang baru menyadari Tomi ada di dekatku pun menarik tanganku dan berbisik menanyakan sesuatu

''Kok lo bisa sama dia disini?'' tanya Ayu berbisik

''Dia? Dia siapa?'' tanyaku pura-pura tak mengerti

''Dia, Tomi si penjaga UKS yang banyak disukai sama anak-anak di sekolah''

''Ohh, jadi namanya Tomi toh''

''Lo jangan belaga bego deh, gue tanya kenapa lo bisa sama dia?'' tanya Ayu lagi

''Dia mau anterin gue pulang'' ucapku dengan bangga karena laki-laki yang sempat ditaksirnya bisa dekat denganku, Ayu terdiam dan melepaskan genggaman tangannya dari tanganku, dengan wajah yang kesal Ayu pun pergi.

''Dia punya masalah apa sih sama kamu? Kok gitu banget jadi cewek?'' Tanya Tomi

''Dia mantan sahabat aku, tapi yaudahlah, kita terusin lagi yuk jalannya, sebentar lagi sampai ke bengkel kok'' ajakku, Tomi tak banyak bicara lagi dan kembali menuyun sepedah motornya.

Sesampainya di bengkel, Tomi membelikanku minuman dan kita duduk berdua sembari menunggu sepedah motornya selesai dibenarkan.
Entah kenapa detak jantungku yang sedari tadi deg-degan semakin dag-dig-dug, rasanya ingin kuhabiskan langsung minuman yang kupegang ini. Tomi mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri

''Kita belum kenal nama ya? Kenalin nama aku Tomi, kamu?''tanya Tomi

Lagi-lagi tanganku bergemetar untuk meraih tangannya

''Na-nama a-aku Leria'' ucapku

''Tangan kamu gemetaran lagi, kamu masih kedinginan? Atau jangan-jangan kamu masuk angin?'' tanya Tomi lagi

''Enggak kok enggak, mungkin karena gak biasa aja kali pake baju basah kaya gini''

''Yaialah, siapa sih yang mau pake baju basah, kamu sabar ya, kayaknya bentar lagi motor aku selesai deh'' jelasnya

Setelah menunggu dua puluh menit akhirnya Tomi bisa mengantarku pulang dengan sepedah motornya. Dari bengkel ke rumah memang lumayan jauh, sementara kecepatan motor yang dibawa Tomi lumayan cepat dan membuatku semakin kedinginan

''Kamu boleh peluk aku kalau kamu mau, dari pada kamu kedinginan kaya gitu'' ucap Tomi, namun aku menghiraukannya dan membiarkan tangan beserta tubuhku gemetaran

''Gak, Tom, aku gak apa-apa kok''

''Aku bisa liat muka kamu dari kaca spion, muka kamu pucet'' ucapnya lagi

''Enggak apa-apa, cuma dingin sedikit aja kok''

''Kamu kok bandel banget sih jadi cewek? Kalau kamu sakit gimana? Nanti aku yang disalahkan sama orang tua kamu''

''Tenang aja, aku gak minta kamu antar aku sampai ke rumah kok, paling sampai gang aja''

''Yaudahlah, terserah'' serunya.

Tak menyangka kalau Tomi akan seperhatian itu membuat hatiku luluh, hatiku meleleh seperti kepingan batu es yang tersiram air panas. Tanpa kusadari tangan ini memeluk tubuhnya, akupun bersandar dibahunya, kurasakan adanya kenyaman yang tak pernah kurasakan sebelumnya, kupejamkan mata dan membayangkan jika seandainya Tomi ini adalah kekasihku, pacarku, milikku, hmmm bahagianya. Kulihat wajahnya dari kaca spion, betapa lebih bahagianya aku ternyata dia tersenyum menyadari semuanya, menyadari akan adanya rasa yang seketika itu tercipta.

Tomi memegang jemariku lebih memperkuat pelukanku terhadapnya, kini rasanya aku ingin terbang bersama ribuan bintang dan kan kuukir di lagit kata-kata bahwa aku sedang jatuh cinta, betapa banyaknya rasa yang kini kurasakan, senang karena bisa merasakan jatuh cinta lagi dengan seseorang yang sepertinya juga merasakan hal yang sama denganku, sedih karena aku harus dimusuhi oleh sahabatku sendiri dengan masalah yang baru, rasanya campur aduk, tak terkira sebelumnya, tapi inilah kehidupan.

**

Cinta dan persahabatan itu memang memiliki makna yang berbeda, tidak setiap dua hal di antara itu bisa saling melengkapi, adakalanya perbedaan membutakan hati dan pikiran, akan tetapi perbedaan itulah yang menciptakan warna di dalam setiap cerita.

Tomi, your always on my mind and my dreams ...

Selesai

Bogor, 03 September 2014

Rabu, 27 Agustus 2014

Cerpen: ~Mr KESAYANGAN~



Mr KESAYANGAN
Oleh : Niaw Shinran

Present ...

Dari semua hal yang sering banyak orang lakukan, begitupun denganku, tak ada yang membuatku merasa nyaman ketika melakukan hal itu selain bermusik dan bernyanyi, ya, aku senang melakukannya.

**

Kulihat tak banyak orang yang ikut bergabung untuk mengikuti les bernyanyi seperti biasanya, Marcel si anak bule dan juga kedua temannya pun tak hadir hari ini. Mr Juna, begitulah aku memanggilnya, dia adalah guru pembimbing les bernyanyi, dia adalah guru sekaligus kekasihku. Setiap hari dia bernyanyi untukku, menuliskan bait demi bait lirik lagu romantis untukku. Romantis bukan? Ya, karena itulah kenapa aku bisa jatuh hati padanya.

Mr Juna menghampiriku, sontak semua mata tertuju padaku, aku tak tahu apa yang akan dilakukannya, lalu tiba-tiba saja dia mengulurkan tangannya dan memintaku untuk bernyanyi bersamanya di depan teman-teman, lantas suara sorakan pun menggema ditelingaku. Rona merah diwajah ini membuatnya mengejekku dan dia pun berbisik mesra, ''Kamu lucu'' ujarnya dan tersenyum.
''Disini, kau dan aku, terbiasa bersama, menjalani kasih sayang, bahagia, kudenganmu ....'' Dia mulai bernyanyi, menyanyikan lagu yang berjudul Heart, dengan sedikit gugup aku pun ambil suara

''Pernahkah, kau menguntai, hari paling indah, kuukir nama kita berdua, disini, surga kita ... '' sama-sama kita pun saling menatap

''Bila kita mencintai yang lain, mungkinkah hati ini akan tegar, sebisa mungkin, tak akan pernah sayangku akan hilang ... If you love somebody Could we be this strong, I will fight to win Our love will conquer al, lWouldn't risk my love, Even just one night, Our love will stay in my heart''

''My heart ...'' diapun mengakhirinya.

Teman-teman bertepuk tangan, bahkan ada yang bilang kalau kami adalah pasangan yang sangat romantis, ya, mereka sudah tau hubungan kami.

''Kapan kalian akan menikah?'' tanya salah satu teman perempuanku, Mary.

''Ya, kami sudah tidak sabar untuk menjadi saksi dipernikahan kalian nanti'' lanjut oleh Lucky.

Aku dan Mr Juna hanya tersenyum, aku kembali ketempat dudukku, masih kurasakan getaran-getaran betapa gugupnya aku di depan teman-teman tadi sambil bernyanyi, karena itu adalah hal pertama kalinya yang kulakukan.

''Apa yang kalian saksikan barusan adalah sebagai pembukaan pembelajaran kita hari ini, biar saya semangat, kalian semangat, dan yang pasti seseorang yang saya cintaipun juga bersemangat'' celotehnya dan melirikku.

Semangat yang diberikan olehnya untukku sudah pasti menjadi sebuah perhatian yang sangat luar biasa sekali bagiku, satu tahun lamanya kita menjalin hubungan ini tak ada hal sekecil apapun yang kami biarkan bisa merusak hubungan kami.

Waktu sudah menunjukan pukul empat sore, seperti biasanya aku tak langsung begitu saja pulang, aku menunggunya di depan pintu seraya dia merapihkan perlengkapan mengajar ke dalam ranselnya yang lumayan besar berwarna hitam itu. Baru saja kami akan pergi ke pasar malam sore ini tiba-tiba hujan turun dan kamipun memutuskan untuk menunggu hujan reda di dalam kelas, ada sedikit kekecewaan di dalam hatiku, aku menghela napas kecil dan menyandarkan kepala ke pundaknya. Dia mengelus rambutku, menggenggam tanganku sembari menatap hujan yang terlihat dari jendela
''Kamu pasti kecewa, iyakan?'' tanyanya seolah-olah bisa membaca pikiranku, aku hanya mengiyakan ucapannya
''Maaf ya, aku gak pernah minta hujan sama Tuhan untuk membatalkan rencana kita pergi ke pasar malam sore ini'' lanjutnya

''Kenapa kamu bicara seperti gitu?'' tanyaku

''Lantas? siapa yang harus aku salahkan tas kekecawaanmu?'' tanyanya lagi seakan-akan dia menyalahkan Tuhan

''Sssst ... Kamu gak boleh bicara seperti itu, aku memang kecewa, tapi sudah terobati kok'' ujarku tersenyum dan mencoba untuk tidak membuatnya memikirkan kekecewaanku

''Sudah terobati karena apa?'' tanyanya lagi

''Karena Tuhan menurunkan hujan untuk membuat kita bisa duduk berdua seperti ini, aku seneng kok, dan aku udah gak kecewa lagi'' seruku sembari memeluknya dan diapun membalas pelukakanku.

Setelah hampir satu jam lamanya kami menunggu hujan reda, kami pun bergegas keluar dan mencari kendaraan umum untuk segera menuju ke pasar malam. Ditengah perjalanan aku tertidur, kurasakan belaian mesra darinya yang membuatku semakin tertidur pulas. jarak tempuh menuju pasar malam adalah tiga kilo meter, kami pun tiba di pasar malam, baru saja kami turun dari angkutan umun terdengar suara nada dering handphone yang ternyata itu adalah suara dari handphonenya, lantas segera diangkatnya di hadapanku
''Iya, Mah, kenapa? ... kenapa gak suruh anaknya aja sih yang jemput? ini aku lagi sama Renata mau ke pasar malam, yaudah iya aku usahain'' setelah menutup telphone dari mamahnya, dia menatapku sedih, aku keheranan dengan mimik wajahnya itu yang tiba-tiba saja terlihat sedih
''Kamu kenapa?'' tanyaku

''Maafin aku ya, sayang, aku gak mau buat kamu kecewa lagi, tapi ... '' ucapannya terhenti

''Tapi kenapa?'' tanyaku lagi mulai merasakan ada yang tidak beres

''Tadi mamah nelphone, mamah minta aku untuk jemput tetangga aku di mall sekarang juga'' jelasnya

''Apa? Emangnya gak ada orang lain? Itukan cuma tetangga kamu'' seruku mulai kecewa

''Iya aku tau, tapi mamahku itu orangnya gak tegaan dan perduli banget sama hal-hal sekecil dan sepele apapun, dan aku gak mau ngebantah'' celotehnya membuatku muak

''Mamah, mamah, mamah!!! Lagi-lagi karena mamah, kita sering kaya gini tuh karena mamah kamu, kenapa sih kamu gak bisa sekali aja gak nurutin apa kemauan mamah kamu yang sepele itu?'' tanyaku

''Sekali lagi aku minta maaf banget sama kamu, kumohon maklumi sifat mamahku dan maklumi juga sikap aku terhadap mamahku, ya'' pintanya. Aku memejamkan mata dan menghela napas untuk meredam emosiku, tanpa berpikir panjang untuk mengatakan apapaun lagi, lantas aku memintanya untuk segera pulang
''Sanah, kamu pulang aja, aku gak apa-apa kok'' ujarku menahan air mata

''Te-terus kamu?'' tanyanya tebata-bata

''Aku udah bilang barusan kalau aku gak apa-apa, kalau kamu tetap mau nurut sama mamah kamu yaa sanah, aku juga mau pulang aja'' celotehku lalu berjalan ke depan tanpa melihatnya, aku sangat sedih, karena dia hanya melihat kepergianku tanpa mencoba untuk melarangku, lima menit aku berjalan tanpa menoleh kebelakang, ketika kucoba untuk menoleh ternyata dia sudah tidak ada dan benar-benar meninggalkanku, sepertinya hal sepele yang terlalu sering kami hadapi ini membuatku mulai jenuh dan tidak bisa menahan kekecewaan seperti biasanya, lalu aku pun pulang dengan hati yang sedih.

Malam ini aku memutuskan untuk tidak masuk les besok, entah mengapa aku masih tidak bisa terima oleh pengabaian Juna. Kulihat layar handphone tak ada sms ataupun telphone darinya, aku berpikir apakah dia sama sekali tak mengkhawatirkanku? Atau dia tidak merasakan disini ada kekasihnya yang sedang bersedih? Kuambil gitar pemberian darinya, kupeluk, kucium, biarpun sudah kecewa tapi rasa rindu tak bisa terpungkiri, inilah cinta
''Aku mulai tak suka, ketika kau mulai acuhkan diriku, apakah kau sudah tak menganggap diriku sebagai kekasihmu, seringkali kau acuhkanku saat bersama teman-temanmu, pilih aku atau teman-tamanmu, dan kukan pergi tinggalkanmu'' kunyanyikan lagu yang berhudul Aku atau temanmu, lumayan pas utuk menggambarkan suasana hatiku sekarang ini.

Pagi menjelang siang, kudapatkan lima sms dan sepuluh panggilan tak terjawab dari Juna, ternyata aku salah menilainya semalam, dia pasti sangat mengkhawatirkanku, lantas kubaca sms darinya

Mr KESAYANGAN : (sms pertama) ''Sayang, aku mau kita bicara walaupun hanya lewat telphone, angkat sebentar ya''
Mr KESAYANGAN : (sms kedua) ''Pliss, angkat sebentar, aku khawatir sama kamu''
Mr KESAYANGAN : (sms ketiga) ''Aku tau kamu marah banget sama aku, pliss maafin aku''
Mr KESAYANGAN : (sms keempat) ''Sayang, maafin aku, kalau bisa aku mau banget nemuin kamu malam ini juga, tapi aku gak bisa, kamu mau tau kenapa?''
Mr KESAYANGAN : (sms terakhir) ''Kurasa kamu harus tau walaupun kamu gak mau tau, aku kecelakaan, aku sudah ke rumah sakit dan mendapat pertolongan pertama dari dokter, sekarang aku ada di rumah, I miss you''

''Apah!!!'' sontak aku terkejut membaca isi sms terakhir dari Juna, bergegas aku segera pergi ke rumahnya tanpa memikirkan aku harus pakai baju apa, sepatu dan tas apa, kekecewaanku kemarin sore kini menjadi penyesalan yang sangat besar.

Di perjalanan aku terus menerus memikirkan Juna, kekasihku. Aku takut kenyataan yang kuterima akan lebih menyedihkan lagi dengan apa yang aku bayangkan. Setibanya aku di rumah Juna, kutemui mamahnya dan meminta ijin untuk menemui Juna
''Tante, Juna kenapa? Dimana dia?'' tanyaku cemas

''Tenang Renata, Juna ada kok di kamarnya, dia lagi istirahat, kamu mau nemuin dia?''

''Iya tante, aku khawatir banget sama dia''

''Yasudah, cepat temui Juna di atas, sebelumnya tante minta maaf ya sama kamu atas sifat tante itu''

''Maksud tante?''

''Juna sudah cerita semuanya kok. Gih buruan sana temui Juna di kamarnya, Juna pasti senang kamu ada di sampingnya''

''Iya tante, makasih ya'' segera aku menuju kamar Juna.

Kulihat kekasihku sedang berbaring di atas kasur, kaki kanannya diperban begitu sangat tebal, tak terasa air mataku menetes, kuterduduk di sampingnya, membelai rambutnya
''Juna, aku khawatir banget sama kamu, maafin aku, kebiasaan burukku itu membuatku gak bisa ngelakuin apa-apa, aku selalu saja ketiduran dan baru tau kabar kamu sekarang, hikss!'' ujuarku menangisi ketidakberdayaan Juna

''Seharusnya aku yang minta maaf sama kamu, aku gak mau murid kesayangan aku nangisin aku kaya gini, aku minta maaf sama kamu soal yang kemarin ya'' celoteh Juna yang sedari tadi sudah menyadari kedatanganku

''Dan aku juga gak mau Mr Kesayangan aku sakit kaya gini, aku gak mau kamu kenapa-napa, aku sayang sama kamu, dan aku udah maafin kamu kok'' jelasku. Juna mendekatkan tubuhku ketubuhnya dan kitapun berpelukan.

Aku merasakan adanya kedekatan yang lebih selain hanya sekedar pacaran, aku butuh Juna, aku butuh dia selalu ada di sampingku, aku butuh dia selalu ada untuk menghapus air mataku, aku butuh Juna untuk menghalalkan cinta ini, maka dari itu akan kuminta dia untuk segera menikahiku.

Cinta laksana air sungai yang tak selalu jernih, adakalanya air keruh memudarkan bayangan kuncup bunga yang akan tumbuh, namun sifatnya mata air yang tak pernah berhenti mengalir akan membuat jalannya ia mengalir dan mendapatkan tempanya kembali untuk menjernihkan bayangan bunga yang sudah bermekaran.

Selesai

Bogor, 25 Agustus 2014

Kamis, 07 Agustus 2014

Cerpen:-SEINDAH PANTAI CINTA-


-SEINDAH PANTAI CINTA-
Oleh: Niaw Shinran

Present ...

''... Kenapa? Mungkin kamu akan bertanya-tanya mengapa aku lebih memilih untuk menulis surat ini dari pada harus bicara langsung sama kamu, hingga saatnya kamu telah menemukan amplop warna biru yang bertuliskan rumitnya masalah hati yang sedang kualami ini, mungkin pada saat itulah aku tengah berada di atas jembatan yang entah aku akan berjalan ke arah kanan yang berarti 'ya' atau kiri yang berarti 'tidak', dan itu tergantung sama kamu, I love you, Vio. Ya, i love you, aku mencintaimu. Setibanya nanti di Paris akan kupastikan jawabanmu sudah masuk ke handphoneku. Vio, diperjalanan nanti aku akan selalu berharap semoga Tuhan mendengar doaku dan semoga kamu pun merasakan apa yang selama ini aku rasakan, bilamana aku kembali lagi, itu atas kebahagiaanku karena tak ada yang sia-sia, bilamana aku tetap berada di sana, itu atas keharusan yang menimpaku untuk melupakan semua rasa cinta ini, aku pergi dulu, pastikan aku kembali lagi ya ...''
-Dave-

''Ya ampun sayang, ini kan surat yang waktu itu aku nembak kamu, kok masih kamu simpan sih?'' tanyaku sembari merangkul kekasih yang sudah kupacari selama tiga tahun lamanya, kekasihku itu hanya tersenyum simpul, sementara aku masih dibuatnya tidak menyangka, ''Hey, kok cuma senyum-senyum doang si?'' diam sejenak, kuarahkan pandangan matanya untuk menatap mataku, ''Vio, sayang, aku belum sempat nanya loh sama kamu tentang satu hal yang sangat penting'' seruku membuatnya mengkerutkan kening lalu bertanya
''Satu hal yang sangat penting? Apa?'' tanyanya, bibir merah tipisnya mulai menari-nari dipelupuk mataku, ya, aku suka bibirnya
''Ya, satu hal yang sangat penting, dan itu wajib kamu jawab'' kuajak Vio berjalan labih dekat kepinggir pantai, ''Waktu kamu baca surat ini, apa yang ada dipikiran kamu waktu itu?'' tanyaku

''Emmm ... Apa ya?? Yang pasti aku takut kalau salah mengambil keputusan'' jawabnya yang membuatku tidak sedikit tidak mengerti akan kata 'takut' yang diucapkannya

''Takut? jadi selama ini ada ketakutan di dalam hati kamu?'' tanyaku lagi penasaran

''Bukan, maksudku bukan itu, Dave. Yaa aku takut aja ketika aku jawab iya tapi gak bisa ngebahagiain kamu, dan aku takut jawab tidak tapi gak mau kehilangan kamu, jujur aku udah jatuh cinta sama kamu waktu pertama kali Lisa kenalin aku ke kamu, ta-tapi aku malu kalau harus bilang suka duluan sama kamu'' jelasnya sambil memeluk tubuhku, lantas kubalas pelukannya, kubelai rambutnya, kucium keningnya, kutatap matanya untuk meyakinkan bahwa rasa suka , cinta dan sayangku lebih besar dari pada ketakutannya, memang bukan aku yang merasakannya, tetapi dia sudah memberitahukan sesuatu yang baru kuketahui, ternyata dulu kita sama-sama saling memendam perasaan, ahh! malang sekali.

''Sayang, kamu gak usah takut gak bisa ngebahagiain aku, karena bagi aku sudah mendapatkan cinta dari kamu itu bisa membuat aku sangat bahagia, dan adanya aku disisi kamu sekarang ini adalah untuk ngebahagiain kamu, jadi kamu gak usah khawatir, yang aku inginkan adalah ketulusan dari kamu aja, gak lebih'' tuturku memendamkan kepalanya didadaku, tak lama terdengar isakan kecil dari bibirnya, aku tak berkomentar apapun, kubiarkan ia menangis dalam dekapanku dan mendengarkan irama detak jantungku seirama dengan isakannya yang terdengar merdu ditelingaku.

Suasana pantai mulai tak nyaman, semakin ramai, berisik, dan tak lagi seromantis tadi, aku mengajak Vio kembali ke Villa menemui teman-teman yang lainnya yang juga ikut berlibur, ada Lisa si mak comblang, ada Fey si raja gombal, ada Ryan si wajah ganteng, katanya, dan ada Dea si super bawel. Mereka teman-temaku dan juga kekasihku, Vio.

''Ohh jadi kamu selalu bawa surat ini kemana-mana di dalam tas kamu, kok aku baru tau si sayang?'' tanyaku setelah Vio banyak bercerita lagi tentang surat itu

''Karena dengan surat ini aku akan merasa selalu didekat kamu walau kita lagi gak jalan bareng'' ujarnya, aku tersenyum sembari menggandeng tangannya berjalan menuju Villa.

**

Perjalanan cinta kita memang tak semulus pembicaraan kita sewaktu di pantai kemarin sore, kita sering salah paham, pertengkaran kecil, maunya menang sendiri, gak bisa dikasih tau, egois dan segala masalah sudah kami lahap bersama, lelah? Iya, bosan? Tentu tidak, aku tak pernah merasa bosan apalagi jenuh untuk menjalani semua itu, toh gak ada perjalanan cinta yang mulus semulus kulit bayi, sekalipun mereka orang bangsawan, anak raja atau keturunan ningrat, kerikil-kerikil kecil pasti ada di dalamnya, di dalam kisah cintanya. Siapa bilang aku dan Vio itu harmonis-harnonis saja? Asal kalian tahu saja, aku mengajaknya liburan ke pantai karena dua hari yang lalu kita bertengkar hebat, mau tau alasannya? Ahh! Cukup aku, Vio dan Tuhan sajalah yang tahu.

Terkadang Vio sering cemberut ketika ingat kenangan dulu tentang perasaan yang kupendam terhadapnya, dia bilang mengapa aku harus memendam perasaanku? padahal aku ini laki-laki dan sebagai seorang laki-laki harus bisa berbicara. Ya, itu lagi, namun aku hanya tersenyum mendengar ucapannya itu lalu kemudian memeluknya dan meminta maaf, sementara di dalam hati aku berbicara, ''Itu kan dulu, gak usah diingat-ingat lagilah, toh sekarang kan kita udah jadian, lagian kenapa juga kamu gak berani bilang suka sama aku dulu? untung saja ideku untuk pura-pura pergi ke Paris berhasil, maaf ya sayang, mana mungkin aku pergi ke Paris, aku kan cinta Indonesia, hmmm, cup cup cup''. Gilak ya, pacar lagi nangis tapi hati tetap aja gak mau jujur, sebenarnya si mau jujur, tapi gengsi, gak benar-benar ke Paris karena gak punya cukup ongkos, hehehe.

Pagi ini aku berencana mengajak Vio untuk keliling pantai dengan bersepeda, tapi Vio menolak dan memilih untuk pergi ke tempat penjualan pernak-pernik bersama Lisa dan Dea, ''Dasar cewek'' batinku.

Si raja gombal menghampiriku sembari membawa setangkai bunga mawar merah berpita warna pink, dia menggoyahkan tubuhku di sofa, ''Dave, Dave gue minta saran nih dari lo ...'' serunya lalu duduk di sebelahku yang diikuti oleh Ryan yang juga ikut duduk

''Minta saran apa si? Soal si Dea lagi?'' tanyaku

''Iya Dave, barusan gue gagal lagi buat nembak dia, gue garus gimana ya? gue tuh udah gak tahan pengen romantis-romantisan sama dia kaya lo sama Vio di pinggir pantai'' jelasnya dengan memperlihatkan mimik muka yang tak enak dipandang

''Yaa mau gimana lagi? Mungkin Dea bukan jodoh lo, lo harus terima itu dong, gimana si!!'' seruku

''Iya Fey, lo harus sabar dan ikhlas nerima semuanya, kan masih banyak cewek2 yang cantik di luar sana'' tambah Ryan

''Kalian gimana si? Gue kan belum di tolak sama si Dea, gue cuma belum bisa nembak dia, berarti gue harus terus berusaha dong, iyakan?'' sahut Fey berusaha optimis

''Tapi apa lo gak capek? Waktu aja gak pernah ngasih momen yang pas buat lo, itu artinya lo gak direstui'' lanjut Ryan yang membuatku cengengesan

''Kampret lo!! Eh Dave, apa gue ikutin cara lo aja ya? Gue nulis surat ke Dea, gue pura-pura pergi kemana gitu buat ngeyakinin dia.. Hahaah pasti berhasil'' serunya kegirangan ketika ingat rencanaku dulu untuk menembak Vio

''Enak aja lo!! Itu ide brilian gue, gak boleh ada yang ngikutin selain keturunan gue nanti, titik!'' cetusku melarang Fey untuk mengikuti ideku dulu, lalu aku beranjak dari sofa meninggalkan Fey dan Ryan.
''Terus gimana doooong?? Hiks ...'' Fey terus mengeluh, sementara Ryan pun ikut meninggalkan Fey sendiri sambil menggelengkan kepalanya.

Tiga tahun lamanya itu bukan waktu yang sebentar, tiga tahun lamanya itu adalah perjuangan untuk bertahan, tiga tahun lamanya itu adalah kesetiaan dan kepercayaan. Tak banyak sepasang kekasih yang mampu mempertahankan semua itu, mungkin perjalanan ini masihlah sangat awal dimana nanti kan kutemukan jalannya kehidupan yang sebenarnya bersama kekasihku untuk kujadikan seorang istri, kan kupinang ia dengan cinta, kasih sayang, ketulusan, kesetiaan, kenyamanan hidup, kehangatan yang abadi dan kebahagiaan yang sempurna.

''Sayang, kamu masih lama disana?'' seruku menelfon Vio, ''Ohh, kalau gitu aku tunggu di tempat yang kemarin ya, plisss aku mau kita jalan berdua lagi disana, ya.. I love you'' kututup telfonnya lalu setelah itu kutelfon Lisa
''Halo, Sa, gimana, semuanya udah siap?'' tanyaku, ''Oke, thanks ya, gue mau lo bawa Vio ke lokasi sambil ditutup ya matanya, biar surpice'' ... ''Sip, sip, gue tunggu'' tuuuuuut ...

Jika kalian ingin tahu, dari awal aku memang sudah merencanakan sesuatu untuk Vio, aku meminta Lisa untuk menyiapkan segala sesuatunya, mendekor tempat, memesan makanan yang lezat dan menambahkan bunga-bunga disana agar terlihat romantis, tak lupa juga sudah kusiapkan sepasang cincin untukku dan juga Vio, aku akan melamarnya di tepi pantai sekarang juga.

...
Dengarkanlah
Wanita pujaanku
Hari ini akan kusampaikan
Janji suci, kepadamu dewiku
Dengarkanlah kesungguhan ini
Aku ingin mempersuntingmu
Tuk yang pertama
Dan terakhir ...
Jangan kau tolak dan buatku hancur
Kutak akan mengulang tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu ...
...

Kulihat binar cahaya dikedua bola matanya, aku sukses membuatnya merasa terharu dan paling kuistimewakan, ku raih tangannya, kukecup dan kupasangkan cincin cantik itu dilentiknya jari manisnya.
''Sayang, demi apapun aku bersumpah, tak ada pantai yang indah seindah pantai yang menjadi saksi melingkarnya cincin ini, di pantai ini, aku sayang sama kamu'' ucap Vio memelukku, akupun membalas pelukannya untuk yang kesekian kalinya, namun kali ini penuh dengan rasa memiliki, walau belum memiliki seutuhnya, namun aku akan segera mempersuntingnya

''Aku juga sayang sama kamu, makanya aku buat surpice seperti ini khusus buat kamu, buat kita. Selama tiga tahun ini kita udah sama-sama melewati ketidakmulusannya kisah cinta kita, tetapi itu semua yang membuat aku bertahan untuk selalu ada buat kamu, karena aku yakin suatu saat nanti kita akan hidup bersama, kamu percaya itu?'' tanyaku, namun Vio hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum.

Tak lama kemudian Lisa dan yang lainnya datang menghampiri dan memberikan tepuk tangan menunjukan rasa bahagia mereka melihatku dan Vio akan menjadi sepasang kekasih sehidup dan semati.

Kepercayaan dan kesetiaan dalam suatu hubunganlah yang membuatku dan Vio akhirnya memutuskan untuk menikah diakhir tahun 2014 yang akan datang, semoga kelak apa-apa yang sudah direncanakan dari sekarang bisa menjadi sebuah niatan yang direstui oleh semua pihak dan Tuhan.

I love you, Vio ...

Selesai
Bogor, 07 Agustus 2014

Rabu, 16 Juli 2014

CERPEN ~CINTA DIBALIK DEBU KACA~


CINTA DIBALIK DEBU KACA
Oleh : Niaw Shinran


Present ...

Nyatanya cinta tak benar-benar tumbuh di dalam hatiku, ia bersembunyi dibalik debu kaca yang selalu kulihat dipersimpangan jalan.

**

Sisi hati yang tak pernah menyadari ada benih cinta yang bertaburan di sana, bagaimana tidak? Kupikir itu hanya bayangan semata dari balik tirai kaca yang kusam. Kulangkahkan kaki manuju jalan yang setiap hari kutempuh, pernah kumencoba untuk tidak mengalihkan pandangan ini pada rumah tua yang kurasa tak berpenghuni, namun mata terhanyut untuk melihatnya lagi. Ada apa di sana? Mengapa bayangan seorang wanita cantik itu selalu tersenyum padaku?

Sekiranya aku dapat pulang cepat dari tempat kerjaku, kulihat cuaca semakin mendung, tak lama hujanpun berdatangan, rasanya ingin aku berlari menembus mata air dari langit itu karena baru kuingat aku harus menjemput seseorang tepat pada pukul tujuh malam ini,''Bagaimana ini? aku tidak mungkin pulang dalam keadaan hujan deras seperti ini, belum lagi motor tuaku sudah sangat tidak mungkin diajak kompromi dalam keadaan seperti ini''gerutuku dalam hati. Aku mondar-mandir di depan jendela kantor sembari memainkan kunci motor

''Tam, lo kenapa si kaya orang yang gelisah banget?''tanya Dion salah satu temanku yang juga satu ruangan kerja denganku

''Gue ada janji sama seseorang malam ini Yon''jawabku

''Janji? Sama cewek? Laga lo Tam, lo liat tuh hujannya gede banget kaya gitu''ujarnya

''Justru itu kenapa gue jadi bimbang kaya gini, kalau gue gak nemuin dia kan kasian, dia itu sepupu gue yang mau liburan di Jakarta''ujarku

''Liburan si ke Jakarta, sepupu lo cewek?''tanyanya lagi

''Iya ...''jawabku singkat

Duarr ... !!

Suara geledeg begitu kencang dan hujan pun malah semakin deras. Waktu terus berputar, kulihat jam di tanganku sudah hampir menunjukan pukul delapan malam

Dreet ... Dreet ... Dreet ...!

Getaran handphone di dalam kantong celanaku membuatku kaget, karena beberapa menit sebelumnya aku tengah melamun sembari melihat hujan, lantas segera kuambil ponselku

''Mas Tama ada di mana? aku udah kedinginan banget ni, gak ada angkot atau pun taksi yang lewat di sini, mas cepetan jemput aku ya, -Tiara-''kudapati pesan dari sepupuku Tiara,''Iya, kamu sabar ya, mas segera jemput kamu, kamu jangan kemana-mana''balasku. Terpaksa aku meminjam kendaraan kantor untuk segera menjemput Tiara.

Setibanya di tempat di mana aku menjemput Tiara, tak kulihat ada orang lain lagi di sana selain Tiara, akan sangat berdosa dan bersalahnya aku jika terjadi apa-apa padanya, segera kuhampiri dia memintanya untuk segera naik sepeda motor walau dalam keadaan hujan

''Mas kenapa telat jemput aku?''tanya Tiara

''Maafin mas ya, dari tadi sore hujannya gak berhenti-bernti''jawabku menerjang hujan

''Ohh ...''ujar Tiara

Setibanya di rumah, aku langsung menyuruh Tiara untuk lekas mengeringkan tubuhnya lalu istirahat. Tiara yang baru lulus SMA tahun ini terlihat sudah dewasa dengan rambutnya yang sebahu, aku tersenyum melihatnya sudah tumbuh menjadi anak yang manis dan cantik, persis seperti ibunya yang meninggal sewaktu Tiara duduk dibangku kelas enam SD. Ah, rasanya aku ingin merawatnya, Tiara sudah kuanggap sebagai adik kandungku sendiri

''Mas Tama, besok antar aku nyari pekerjaan yuk''ajak Tiara yang selesai ganti baju di kamarnya

''Cari pekerjaan? Kamu kan datang ke sini untuk liburan, bukan untuk nyari pekerjaan''seruku

''Iya mas, tapi aku kan juga gak mau menyia-nyiakan waktu aku hanya untuk liburan aja, aku juga mau kerja mas, setidaknya pas sepulangnya aku dari sini nanti sudah dapat pekerjaan''ucapnya membuatku menghela napas

''Yasudah kita bicarakan itu nanti saja, ini sudah malam, kamu tidur gih''suruku

''Iya mas ...''ucap Tiara yang penurut, Tiara pun masuk ke dalam kamar.

Seperti malam-malam biasanya, sebelum tidur aku menyempatkan diri untuk melihat rumah tua di persimpangan jalan itu, sejenak kubuka gorden jendela kamarku, pikiranku tertuju pada bayangan perempuan yang tersenyum kepadaku yang ada dibalik kaca berdebu itu, ada rasa penasaran yang cukup besar di dalam hatiku untuk bisa mengetahui siapa perempuan cantik itu,''Hemm ... Kuharap perempuan cantik itu bukan hantu atau halusinasiku saja, gak tau kenapa senyuman itu selalu terbayang-bayang, apa mungkin aku jatuh cinta sama perempuan itu? Ahh masa si?''seruku merasa heran dengan pernyataanku sendiri. segera kututup kembalu gorden jendela dan lekas memejamkan mata.

**

Satu minggu telah berlalu, sepertinya Tiara betah tinggal di rumah kecilku, awalnya aku takut disebut laki-laki yang memiliki wanita simpanan, karena tidak banyak tetanggaku yang tahu kalau Tiara itu adalah sepupuku, namun inilah lingkunganku di kota Jakarta, tak ada yang terlalu dipermasalahkan selama aku tidak membuat masalah dan aku tetap menjaga etika.

sudah beberapa kali ini aku mengantar Tiara keliling jakarta, seperti apa yang pernah diucapnya, dia tidak hanya ingin liburan, tetapi juga sembari mencari pekerjaan, puji syukur Tuhan ternyata selalu mendengar doa-doanya, Tiara mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan restoran yang tempatnya tidak jauh dari keberadaan perempuan cantik itu

''Mas, besok antar aku ketempat kerja ya, besokan hari pertama aku masuk kerja, aku mau banget diantar sama mas Tama, mau yaa?''pintanya

''Tentu mas mau, mas janji akan mengantar dan menjemput kamu Tiara''ujarku membuat Tiara tersenyum

''Bener mas? Makasih yaa, maaf kalau sering merepotkan mas Tama''ucapnya

''Gak apa-apa, selama kamu ada di sini mas bertanggung jawab atas semua itu''

''Makasih ya mas, Tiara janji gak akan necewain mas''serunya, aku hanya tersenyum dan mengelus rambutnya.

Keesokan harinya, aku melihat Tiara begitu bersemangat untuk mengawali hari pertamanya masuk kerja, aku tak lupa menyiapkan sarapan untuknya, karena kutahu Tiara belum bisa memasak, kuharap selama dia bekerjja sebagai pelayan di restoran dia juga bisa belajar memasak

''Tiara, mas sudah siapkan sarapan buat kamu, jangan lupa di makan dan dihabiskan ya, mas mau siap-siap dulu''ujarku

''Iya mas, makasih ...''dengan lahapnya Tiara pun menghabiskan makanannya.

Jam menunjukan pukul delapan pagi, setibanya aku dan Tiara di tempat ia bekerja ternyata masih tutup, lalntas aku tak langsung meninggalkannya pergi, aku akan menunggunya sampai restoran itu di buka

''Kayaknya kita kepagian deh mas''ujar Tiara

''Iya, kamu tenang aja, mas akan nemenin kamu sampai restorannya dibuka di sini''jelasku. Lalu kuarahkan pandanganku ke arah rumah tua itu, kuberharap perempuan cantik itu ada di sana, nyatanya harapanku tak sia-sia, kulihat perempuan itu berdiri di sana, dibalik kaca itu, ia kembali tersenyum padaku dan aku pun membalas senyumannya, tak kusadari Tiara memperhatikan sikapku, lantas ia pun bertanya
''Mas, mas senyum sama siapa?''tanya Tiara yang membuatku sedikit gugup

''Eng ... Bukan siapa-siapa kok, mas tadi liat ada perempuan cantik di sana, hehe''jawabku sembari menunjuk rumah itu

''Perempuan yang mana? Gak ada tuh!''Tiara pun penasaran dan terus mencari keberadaan perempuan yang kumaksud itu

''Tadi ada di sana, dibalik kaca itu tuh ...''jelasku

''Kaca yang kotor dan berdebu itu mas?''tanya Tiara lagi

''Iya''

''Ohh ... Cieee yang lagi kasmaran, hehehe''godanya, aku pun tersenyum simpul dan membiarkan Tiara menggodaku, karena sejujurnya aku memang sedang dilanda kasmaran pada seorang perempuan misterius di sana.

Kutinggalkan Tiara yang sudah masuk ke dalam restoran yang sudah buka itu, aku bergegas menuju kantor, tak apa bagiku telat beberapa menit demi sepupu tersayangku. Pikiranku selalu dihantui oleh bayangan-bayangan perempuan cantik itu, bibirku pun tak henti-hentinya tersenyum mengingat Tiara menggodaku soal tadi itu.

Ngikkk ...!

Dion mengagetkaku dengan berhenti mendadak di hadapanku dengan motor gedenya,''Lo mau bunuh gue ya??''seruku sewot, tapi Dion malah tertawa

''Hahaha, sory Tam, gue gak tau kalau lo mau lewat di depan gue, sory yaa''ujarnya,''Gue buru-buru karena gue pikir uma gue yang telat, ternyata ada sohib gue yang juga telat hari ini, itu artinya kita akan di hukum sama si bos bareng-bareng''jelasnya

''KITA? Lo aja gue enggak!!''seruku lalu berlari meninggalkan Dion di parkiran

''Tam, tungguin gue ...''

Apa yang dikatakan Dion ternyata benar, kita dihukum sama-sama untuk membersihkan kamar mandi pria. Namun tak ada rasa kecewa di hatiku, karena hari ini sedang dilanda kasmaran. Apa-apa yang yang terjadi hari ini kulalui dengan senyuman.

''Huh!! Gue juga bilang apa, kita pasti dihukum bareng-bareng Tam'' ujar Dion menghampiriku

''Tapi ini untuk yang pertama dan terakhir kalinya gue dihukum bareng sama lo'' seruku

''Kita liat aja nanti, sekarang kan lo sibuk ngurusin sepupu lo itu, bisa jadi setiap pagi lo pasti telat datang ke kantor, hehe'' ujarnya

''Untuk kali ini gue emang telat, tapi besok gue gak akan telat-telat lagi, dan ini janji gue'' tegasku

Kulihat Dion menghela napas sembari menyimpan sapu di sudut tembok, ia mengambil ponsel miliknya di dalam saku celananya,''Hemm ... Kapan ya gue bisa nikahin Nadia? gue cuma punya modal tekad doang, sementara keuangan gue gak pernah cukup'' seru Dion memandangi sebuah photo seorang perempuan yang tak lain adalah kekasihnya yang ada dibalik layar ponselnya, aku tersenyum dan menepuk pundaknya

''Lo yang sabar, yang penting lo ada niat buat nikahin dia dan itu tandanya lo harus berusaha lagi untuk mendapatkan apa yang lo mau'' jelasku

''Iya si Tam, mungkin gue kurang berusaha, mungkin selama ini gue masih main-main dalam pekerjaan gue, gue sering telatlah, boloslah, inila itulah'' ujarnya sadar diri

''Makanya lo harus rubah kebiasaan buruk lo itu demi apa yang lo mau dan apa yang lo impi-impikan'' lanjutku menasehati Dion

''Lo bener Tam, mulai sekarang gue harus ngerubah perilaku buruk gue,'' diam sejenak,''Oiya Tam, ngomong-ngomong soal nikah ni, lo sendiri udah punya cewek belum? Kok kayaknya gue gak pernah ngeliat lo telfonan atau ketemuan sama cewek, atau jangan-jangan loooooo?'' seru Dion mulai salah pengertian

''Lo jangan sok tau, selama ini gue emang belum punya cewek lagi, tapi gue lagi jatuh cinta sama satu cewek'' jelasku bermaksud untuk menceritakan perempuan cantik itu

''Siapa? Lo kenalin dong sama gue, kita kan bisa double date nanti'' tanyanya

Pertanyaa Dion membuatku menghela napas dan merasa sangat menyesal karena selama ini aku belum tahu siapa perempuan itu
''Gue belum tau siapa perempuan itu Yon'' jawabku

''Lo gak tau dia siapa? Terus apa yang buat lo bisa jatuh cinta sama cewek itu? lo ketemu dia di mana?'' tanya Dion lagi bertubi-tubi

Lagi-lagi Dion mempertanyakan hal yang bisa membuatnya mungkin kembali bertanya-tanya dan sampai kapan pun Dion tidak akan pernah mengerti
''Gue belum pernah ketemu dia secara berpapasan, dia cewek yang ada dibalik kaca'' seruku

''Apah?? Lo becanda? Maksud lo apa si gue gak ngerti, coba deh lo ceritain lagi dari awal pertama lo ngeliat cewek itu ke gue'' seru Dion

''Ceritanya gak begitu panjang, cuma gue ngeliat cewek itu udah lama banget, anehnya cewek itu cuma tersenyum, dan senyumannya itu yang selalu menghiasi hari-hari gue sampai akhirnya gue benar-benar jatuh cinta sama dia'' jelasku

Dian mengkerutkan keningnya dan berusaha untuk memahami ceritaku, tatapan matanya seolah-olah masih menyimpan tanya
''Kenapa gak lo coba samperin ajah cewek itu?'' tanya Dion lagi

''Sempat terpikir begitu si, tapi gak tau kenapa hati gue mengatakan kalau gue belum saatnya benar-benar ketemu sama dia, makanya gue masih berusaha untuk nahan diri gue buat ketemu sama dia'' jawabku

''Kalau lo kaya gini terus yang ada nanti tu cewek keburu diambil orang'' serunya

''Diambil orang? Apakah ada laki-laki lain yang sering melihatnya juga selain aku? Apa ada laki-laki lain yang jatuh cinta padanya juga selain aku?'' batinku

Percakapan kami pun terus berlanjut tanpa menemukan titik keselarasan dan pemahaman yang masuk di akal, perempuan cantik itu memang membuatku berusaha untuk mempercayai cinta yang mulai tumbuh di dalam hatiku, tapi kenapa hatiku mengatakan kalau ada keraguan? Entahlah.

**

Malam ini Tiara terlihat capek, badannya terlihat sedikit kurus. Aku khawatir padanya, aku tidak ingin Tiara merasa terkekang akan pengalaman kerjanya yang pertama ini. Kuhampiri Tiara di kamarnya, Tiara sedang melihat album photo ibunya
''Tiara ...'' sapaku

''Iya mas, ada apa?'' tanya Tiara

''Kamu udah makan?'' tanyaku

''Udah kok mas'' jawabnya

''Tiara, kamu gak mau cerita bagaimana rasanya bekerja di restoran itu? Kamu sudah satu minggu loh kerja di sana'' ucapku

''Iya mas, ada yang mau Tiara ceritain ke mas Tama'' seru Tiara

''Apa? Mas jadi penasaran'' tanyaku

''Ada perempuan yang sering memperhatikan aku dari rumah tua yang pernah mas tunjukan itu'' serunya. Aku sedikit kaget dan meminta Tiara kembali bercerita
''Jadi setiap kali aku istrirahat, aku kan suka duduk-duduk santai di depan, terus gak tau kenapa ada perempuan yang sering liatin aku dibalik kaca rumah tua itu mas, karena penasaran lalu aku samperin ajah perempuan itu ke rumahnya'' jelasnya

''Apa? Ja-jadi kamu masuk ke dalam rumah itu? Lalu ada apa dan siapa aja di sana?'' tanyaku

''Rumah itu memang kelihatan tua dari luar, tapi ketika aku masuk ke dalam keadaannya masih sangat bagus kok, di sana aku bertemu sama perempuan itu mas''

''Lalu??'' lanjutku bertanya

''Lalu aku langsung nanya kenapa dia sering ngeliatin aku di restoran, trus dia bilang katanya aku mirip sama anaknya yang sudah meninggal 5 tahun yang lalu di lantai atas karena bunuh diri lantaran dia kecewa atas perceraian ayah dan ibunya'' jelas Tiara membuatku teringat akan perempuan cantik yang sering kulihat itu, wajahnya memang tidak terlalu jelas kulihat karena kaca jendela itu berdebu

''Apakah sekarang dia tinggal sendiri di rumah itu?'' tanyaku lagi

''Ibu-ibu itu tinggal bersama anak laki-lakinya yang masih berumur 10 tahun mas'' lanjutnya menjawab

''Kalau memang mereka hanya tinggal berdua di sana, lalu siapa perempuan itu?'' tanyaku membuat Tiara malah balik bertanya

''Perempuan yang mana mas, yang mas lihat dari jendela yang ada di lantai atas rumah tua itu ya?'' tanya Tiara

''I-iyaa ... Lalu siapa dia?'' tanyaku

''Emm ... Sebenarnya Tiara mau bicarakan maslah ini dari kemarin-kemarin sama mas Tama, kata Ibu itu banyak sekali laki-laki yang datang ke rumahnya untuk menanyakan hal yang sama, yaitu perempuan yang selalu muncul dibalik jendela, dan ternyata itu hantu dari anaknya yang bunuh diri itu, namanya Ajeng'' jelas Tiara

''Ja-jadi ... Jadi selama ini aku hanya di PHP-in sama hantu? Jadi selama ini aku jatuh cinta sama hantu? Jadi selama ini sosok perempuan yang mengisi hari-hari aku itu hantu? Ya Tuhaaaan ...'' celotehku dalam hati. Aku menghela napas panjang setelah mendengar cerita dari Tiara itu.

Entah aku harus merasa patah hati atau tidak, rasanya hati ini memang kecewa, perempuan yang kulihat selama ini ternyata hantu, hantu yang bisa membuatku merasa kasmaran dan jatuh cinta. Setelah aku tahu semuanya, aku berusaha untuk melupakan bayangannya, senyumannya dan paras cantiknya yang memang tak nampak jelas, namun aku yakin perempuan itu memang cantik

''Mas gak kecewakan mas?'' tanya Tiara. Aku tidak menjawabnya dengan kata-kata, namun dengan anggukan kepala lalu pergi keluar dari kamar Tiara menuju kamarku.

''Hati mana yang tidak kecewa mengetahui kenyataan jika seseorang yang mulai dicintainya hanyalah bayangan semata yang tak nampak jika harus dihampiri, begitupun hati ini, tak ada air mata yang menetes yang keluar dari ke dua mataku, namun kenyataan yang mengecewakanku untuk menghapus rasa cinta ini terhadap seseorang yang nyatanya hanyalah banyangn, ilusi, imaji atau apapun itu namnya, hati ini rasanya hancur'' batinku

Rasa penasran masih bersarang dibenakku, kubuka gorden jendela kamar, kulihat bayangan itu masih ada, kulihat banyangan itu masih tersenyum padaku, dibalik debu kaca kutemukan ukiran lambang hati yang artinya cinta. Entah aku harus percaya atau tidak, apakah hantu juga punya cinta?

Hemmmm ...

Selesai.

Niaw Shinran
Bogor, 10 Juli 2014