Minggu, 16 November 2014

Cerpen:~Cerita Menjelang Pernikahan~


CERITA MENJELANG PERNIKAHAN
Oleh : Niaw Shinran

Present ...

Minggu, 12 Oktober 2014
Tak pernah terpikirkan sebelumnya semua ini akan terjadi begitu saja, ya, seusai lamaran aku akan langsung melaksanakan pernikahan dengan laki-laki pilihanku, Dena namanya, dia baik seperti laki-laki pada umumnya, namun yang membuatku jatuh hati padanya sampai aku tak meragukan niatnya untuk menikahiku adalah tanggung jawabnya sebagai laki-laki, tak ada yang namanya omong kosong seperti laki-laki kebanyakan diluar sana, dia sungguh sangat aku cintai, bagaimana tidak, dia selalu ada untukku, dia selalu menjadi tempat keluh kesahku, dia selalu menjadikanku ratu setiap kali aku ada di sampingnya. Aku sungguh bahagia.

Banyak persiapan yang harus kupersiapkan, terutama untuk diriku pribadi dan khususnya itu adalah kesehatan, aku manusia biasa yang rentan terkena sakit, tiga minggu menjelang hari pernikahan itu rasanya lumayan, lumayan degdegan. Aku yang biasanya cuek dengan kebersihan kamar, banyak gambar-gambar anime yang kusukai tertempel didinding ataupun dilemari, bukan hanya itu, ada pula desaig baju karyaku yang juga kutempel di dinding kamar, buku-buku dari  SMP sampai akhirnya selesai sekolah masih menumpuk dilemari buku, buku-buku ciptaan laguku, buku-buku komik yang kubuat sendiri dan juga buku dairy dari SMP pun masih ada, sungguh sangat disayangkan sekali kalau harus diabaikan. Kini kamarku harus kubersihkan, sedikit berat hati kulepas semua gambar-gambar itu, dengan sangat pelan-pelan tanpa ada yang sobek satupun, kusatukan semua itu dalam satu kardus yang lumayan besar beserta buku-buku kesayanganku. Aku merasa kalau aku memiliki jiwa seni dan kreatif, makanya aku selalu sayang apabila ada satu barang yang sempat kumiliki harus kubuang, dari pada terbuang lebih baik kusimpan baik-baik, karena itu semua akan menjadi nostalgia yang berharga.
**
Dua minggu menjelang hari pernikahan

Semua saudara-saudaraku sibuk ini itu, kalau bukan mereka siapa lagi yang akan mempersiapkan semuanya, maklumlah aku adalah anak Piatu, ibu sudah lama meninggal, 17 tahun yang lalu. Di rumah tak ada yang bisa kuandalkan selain diriku sendiri, tak mungkin kusuruh ayah untuk melakukan pekerjaan perempuan, sementara adik perempuanku satu-satunya tidak terlalu bisa diandalkan dan dia masih sekolah. Terkadang aku berpikir, terkadang aku sering melamun sendiri, inikah rasanya menikah tanpa adanya sosok seorang ibu? Mungkin hanya itu yang membuatku sedih. Tak jarang air mataku menetes ketika mengingatnya, asal kalian tahu, sekarang saja aku sedang meneteskan air mata, tapi yasudahlah, aku tak ingin membawa kalian ke dalam kesedihanku.

Banyak masukan yang kudapat dari sanak saudara, terutama mereka yang benar-benar perduli padaku, jaman sekarangkan yang namanya saudara itu seperti orang lain, sementara orang lain seperti saudara sendiri, tapi beruntungnya kau memiliki mereka, karena mereka tidak seperti itu. Aku adalah tipe perempuan yang cengeng, dinasehati saja bisa mengeluarkan air mata, emm ... Bisa dibilang lebay juga si. Hehe.

Dena, dia menemuiku untuk mempertanyakan surat undangan yang nantinya akan disebarkan seminggu menjelang pernikahan nanti.
''Sayang, kamu mau cetak undangan dimana?'' tanyanya

''Dimana ya? Kalau menurut kamu dimana?'' aku balik bertanya

''Kita cari sama-sama aja yuk nanti sore'' ajaknya

''Yaudah deh, kamu mau kopi?'' tawariku

''Boleh, jangan pake gula ya, nanti kemanisan karena kamu yang buat, hehe'' ucapnya gombal

''Huuuu ...'' seruku

Jangan percaya akan gombalannya itu, dia memang lebih senang kopi pahit, katanya lebih sehat, mau berapa kali ngopipun tidak akan jadi masalah, katanya.

Kata orang calon penganti itu harus dipingit dan tidak boleh bertemu pasangannya sampai hari pernikahan tiba, tapi aku abaikan ucapan itu, kujalani dengan biasa-biasa saja, yang namanya kebutuhan dan harus mempertemukan si perempuan dan laki-laki maka apa boleh buat, aku dan Dena masih sering bertemu. Surat undangan kami didesaig oleh tangan kami sendiri, hasilnya lumayan bagus, yang penting isi undanganya tidak boleh salah.
**
Satu minggu menjelang hari pernikahan, apa yang dirasakan oleh perempuan-perempuan lain menjelang hari pernilahannya? Tentu saja degdegan, bimbang dan tidak sabar menunggu satu minggu itu habis, poin yang ketiga memang aku rasakan, tapi tidak untuk poin pertama dan ke dua, hatiku tenang, hatiku mantap, hatiku siap dan ikhlas.

Hari ini aku berniat untuk menyebarkan surat undanganku bersama salah satu sahabatku yang juga akan menikah, Indah namanya, akad pernikahan kita hanya beda dua hari saja, sementara resepsinya hanya beda satu hari. Sungguh senang rasanya, akan tetapi kita tidak bisa hadir dipernikahan kita masing-masing, kita hanya saling memberi doa dan ucapan selamat.

Jam sepuluh siang Indah tiba di rumahku dengan motor metiknya, dia begitu kerepotan dengan tas berukuran sedang yang dibawanya.
''Itu tas isinya apa aja? Ada nasi padangnya gak? Hehe'' guyonanku

''Jangankan nasi padang, lauk pauknya juga ada, haahaha'' Indah membalas guyonanku.

Aku dan Indah memang bisa dibilang sama-sama humoris, jail dan gila, tapi tidak sampai masuk RSJ.
''Lama banget si? Janjinya kan jam sembilan, gw udah rapih dari tadi tau'' kesalku

''Iya sory Na, tadi gw mampir dulu ke rumah saudara buat ngasih surat undangan'' jawabnya

''Ohh gitu, oiya, surat undangan buat gw mana nih? Hehe'' tanyaku

''Jiyaaaa, percuma gw kasih lo surat undangan juga, lo gak bakalan datengkan, sama kaya gw, makanya gw gak ngarep di undang sama yang namanya Nina, hahaha'' ujar Indah

''Haha, tapi gw tetep minta amplop ah sama lo Ndah'' ucapku

''Gw juga sama, nanti kita tukeran amplop ya. Haha'' ujar Indah.

Aku dan Indahpun bergegas jalan menyebarkan surat undangan bersama-sama. Dijalan kita sama-sama sharing tentang persiapan pernikahan kita masing-masing, banyak kelucuan yang kita ceritakan, bla bla bla.

Betapa capeknya hari ini, selesainya menyebar semua surat undangan, aku dan Indah berencana untuk menemui salah satu sahabat yang rumahnya tidak jauh dari kampusnya Indah, Ima namanya. Beruntung Ima masih ada di rumahnya, karena satu jam lagi dia akan pergi ke pondok pesantren tempat dimana dia mencari ilmu, yang lebih membanggakan yaitu Ima adalah satri yang dipercayai oleh ustadzahnya.
''Aihhhh para calon pengantin nih, gw kapan ya sob?'' tanya Ima sambil tersenyum

''Yaaa siapa tau nanti lo bisa barengan sama si Tea, hoho'' seruku, Tea adalah salah satu sahabat kami juga, sekarang dia sedang bekerja disalah satu kampus bagian kemahasiswaan.

''Aminn ya Allah, eh ... Nanti lo harus menginap di rumah gw ya, kan lo yang jadi MC di acara nikahan gw'' pinta Indah kepada Ima

''Iyaaaa bawel, lo udah sms gw berapa kali soal itu'' juar Ima

''Kalau gw gk minta lo buat menginap di rumah gw, yang penting pas hari dimana gw nikah lo harus ada, jadi tukang photo. hahahah'' ucpaku, Ima dan Indahpun tertawa.

Sulit menggantikan sosok seorang sahabat seperti mereka, walau terkadang menyebalkan, akan tetapi aku selalu merindukan saat-saat bersama seperti ini, sayangnya Tea sudah jarang kumpul-kumpul lagi karena kesibukannya bekerja, Tea hanya bisa memberi kabar lewat Whatsapp.
**
Empat hari menjelang hari pernikahan, Dena datang legi ke rumah bermaksud untuk menghadiri surat undangan dari KUA. Banyak sekali komentar-komentar yang tak enak ditujukan pada kita berdua, katanya kita terlalu sering bertemu, hmmm ... Namanya juga kebutuhan. Dasar manusia!.

Sepulangnya di KUA, Dena mempertanyakan hal yang cukup lucu untuk kujawab.
''Yank, kamu udah ngapain aja?'' tanyanya

''Ngapain aja apa maksud kamu?'' tanyaku lagi

''Kan kalau mau nikah itu suka luluran inilah, itulah segala rupa'' ucapnya.

Akupun tertawa
''Hahaha, soal itu kamu gak usah tau ah, kepo deh'' jawabku

''Ihhh kok gitu si? akukan mau tau'' ucapnya sedikit kesal

''Iya sayank, aku luluran kok, hehehe'' ujarku

''Minta dong, heheh'' pintanya

''Beli dong! Hahaha'' seruku.

Aku dan Denapun pulang, hari ini adalah hari terakhirku bertemu dengannya sampai hari pernikahan tiba.
**
Minggu, 02 November 2014
~Sing
''Kantong hate dina jero dada, aya jangji, jangji urang duaan, kantong hate dina jero dada, aya rusiah, rusiah duaan ...''

Alunan lagu sunda mulai berirama di setiap sudut rumah beserta tenda yang berwarna pink berpadu dengan warna jingga. Aku mulai dirias, wangi melati khas pengantin mulai tercium, aku sedikit kesal karena tidak diperbolehkan bercermin, makanya hari ini aku sedikit tidak PD, namun kuhilangkan rasa itu demi kelancaran acara sakral ini.

Pengantin pria sudah datang, suara pelatasan yang sengaja disiapkan mulai meletup-letup dikupungku.

Duarrr!
Duarrr!
Duarrr!

Ahhh sudahlah, pasti kalian sudah bisa melanjutkan cerita ini, ini adalah catatanku yang ingin kuceritakan.

Menikah itu adalah sebuah kenikmatan yang nyata, menikah itu adalah langkah pertama menuju masa depan, menikah itu adalah awal dimana kita akan memiliki keturuan. Bagi kamu yang belum menikah, cepetan menikah gih ...! Hehe

Selesai

Bogor, 16 November 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung dan jadilah pembaca setia cerpen maupun puisi saya...