Kamis, 07 Agustus 2014

Cerpen:-SEINDAH PANTAI CINTA-


-SEINDAH PANTAI CINTA-
Oleh: Niaw Shinran

Present ...

''... Kenapa? Mungkin kamu akan bertanya-tanya mengapa aku lebih memilih untuk menulis surat ini dari pada harus bicara langsung sama kamu, hingga saatnya kamu telah menemukan amplop warna biru yang bertuliskan rumitnya masalah hati yang sedang kualami ini, mungkin pada saat itulah aku tengah berada di atas jembatan yang entah aku akan berjalan ke arah kanan yang berarti 'ya' atau kiri yang berarti 'tidak', dan itu tergantung sama kamu, I love you, Vio. Ya, i love you, aku mencintaimu. Setibanya nanti di Paris akan kupastikan jawabanmu sudah masuk ke handphoneku. Vio, diperjalanan nanti aku akan selalu berharap semoga Tuhan mendengar doaku dan semoga kamu pun merasakan apa yang selama ini aku rasakan, bilamana aku kembali lagi, itu atas kebahagiaanku karena tak ada yang sia-sia, bilamana aku tetap berada di sana, itu atas keharusan yang menimpaku untuk melupakan semua rasa cinta ini, aku pergi dulu, pastikan aku kembali lagi ya ...''
-Dave-

''Ya ampun sayang, ini kan surat yang waktu itu aku nembak kamu, kok masih kamu simpan sih?'' tanyaku sembari merangkul kekasih yang sudah kupacari selama tiga tahun lamanya, kekasihku itu hanya tersenyum simpul, sementara aku masih dibuatnya tidak menyangka, ''Hey, kok cuma senyum-senyum doang si?'' diam sejenak, kuarahkan pandangan matanya untuk menatap mataku, ''Vio, sayang, aku belum sempat nanya loh sama kamu tentang satu hal yang sangat penting'' seruku membuatnya mengkerutkan kening lalu bertanya
''Satu hal yang sangat penting? Apa?'' tanyanya, bibir merah tipisnya mulai menari-nari dipelupuk mataku, ya, aku suka bibirnya
''Ya, satu hal yang sangat penting, dan itu wajib kamu jawab'' kuajak Vio berjalan labih dekat kepinggir pantai, ''Waktu kamu baca surat ini, apa yang ada dipikiran kamu waktu itu?'' tanyaku

''Emmm ... Apa ya?? Yang pasti aku takut kalau salah mengambil keputusan'' jawabnya yang membuatku tidak sedikit tidak mengerti akan kata 'takut' yang diucapkannya

''Takut? jadi selama ini ada ketakutan di dalam hati kamu?'' tanyaku lagi penasaran

''Bukan, maksudku bukan itu, Dave. Yaa aku takut aja ketika aku jawab iya tapi gak bisa ngebahagiain kamu, dan aku takut jawab tidak tapi gak mau kehilangan kamu, jujur aku udah jatuh cinta sama kamu waktu pertama kali Lisa kenalin aku ke kamu, ta-tapi aku malu kalau harus bilang suka duluan sama kamu'' jelasnya sambil memeluk tubuhku, lantas kubalas pelukannya, kubelai rambutnya, kucium keningnya, kutatap matanya untuk meyakinkan bahwa rasa suka , cinta dan sayangku lebih besar dari pada ketakutannya, memang bukan aku yang merasakannya, tetapi dia sudah memberitahukan sesuatu yang baru kuketahui, ternyata dulu kita sama-sama saling memendam perasaan, ahh! malang sekali.

''Sayang, kamu gak usah takut gak bisa ngebahagiain aku, karena bagi aku sudah mendapatkan cinta dari kamu itu bisa membuat aku sangat bahagia, dan adanya aku disisi kamu sekarang ini adalah untuk ngebahagiain kamu, jadi kamu gak usah khawatir, yang aku inginkan adalah ketulusan dari kamu aja, gak lebih'' tuturku memendamkan kepalanya didadaku, tak lama terdengar isakan kecil dari bibirnya, aku tak berkomentar apapun, kubiarkan ia menangis dalam dekapanku dan mendengarkan irama detak jantungku seirama dengan isakannya yang terdengar merdu ditelingaku.

Suasana pantai mulai tak nyaman, semakin ramai, berisik, dan tak lagi seromantis tadi, aku mengajak Vio kembali ke Villa menemui teman-teman yang lainnya yang juga ikut berlibur, ada Lisa si mak comblang, ada Fey si raja gombal, ada Ryan si wajah ganteng, katanya, dan ada Dea si super bawel. Mereka teman-temaku dan juga kekasihku, Vio.

''Ohh jadi kamu selalu bawa surat ini kemana-mana di dalam tas kamu, kok aku baru tau si sayang?'' tanyaku setelah Vio banyak bercerita lagi tentang surat itu

''Karena dengan surat ini aku akan merasa selalu didekat kamu walau kita lagi gak jalan bareng'' ujarnya, aku tersenyum sembari menggandeng tangannya berjalan menuju Villa.

**

Perjalanan cinta kita memang tak semulus pembicaraan kita sewaktu di pantai kemarin sore, kita sering salah paham, pertengkaran kecil, maunya menang sendiri, gak bisa dikasih tau, egois dan segala masalah sudah kami lahap bersama, lelah? Iya, bosan? Tentu tidak, aku tak pernah merasa bosan apalagi jenuh untuk menjalani semua itu, toh gak ada perjalanan cinta yang mulus semulus kulit bayi, sekalipun mereka orang bangsawan, anak raja atau keturunan ningrat, kerikil-kerikil kecil pasti ada di dalamnya, di dalam kisah cintanya. Siapa bilang aku dan Vio itu harmonis-harnonis saja? Asal kalian tahu saja, aku mengajaknya liburan ke pantai karena dua hari yang lalu kita bertengkar hebat, mau tau alasannya? Ahh! Cukup aku, Vio dan Tuhan sajalah yang tahu.

Terkadang Vio sering cemberut ketika ingat kenangan dulu tentang perasaan yang kupendam terhadapnya, dia bilang mengapa aku harus memendam perasaanku? padahal aku ini laki-laki dan sebagai seorang laki-laki harus bisa berbicara. Ya, itu lagi, namun aku hanya tersenyum mendengar ucapannya itu lalu kemudian memeluknya dan meminta maaf, sementara di dalam hati aku berbicara, ''Itu kan dulu, gak usah diingat-ingat lagilah, toh sekarang kan kita udah jadian, lagian kenapa juga kamu gak berani bilang suka sama aku dulu? untung saja ideku untuk pura-pura pergi ke Paris berhasil, maaf ya sayang, mana mungkin aku pergi ke Paris, aku kan cinta Indonesia, hmmm, cup cup cup''. Gilak ya, pacar lagi nangis tapi hati tetap aja gak mau jujur, sebenarnya si mau jujur, tapi gengsi, gak benar-benar ke Paris karena gak punya cukup ongkos, hehehe.

Pagi ini aku berencana mengajak Vio untuk keliling pantai dengan bersepeda, tapi Vio menolak dan memilih untuk pergi ke tempat penjualan pernak-pernik bersama Lisa dan Dea, ''Dasar cewek'' batinku.

Si raja gombal menghampiriku sembari membawa setangkai bunga mawar merah berpita warna pink, dia menggoyahkan tubuhku di sofa, ''Dave, Dave gue minta saran nih dari lo ...'' serunya lalu duduk di sebelahku yang diikuti oleh Ryan yang juga ikut duduk

''Minta saran apa si? Soal si Dea lagi?'' tanyaku

''Iya Dave, barusan gue gagal lagi buat nembak dia, gue garus gimana ya? gue tuh udah gak tahan pengen romantis-romantisan sama dia kaya lo sama Vio di pinggir pantai'' jelasnya dengan memperlihatkan mimik muka yang tak enak dipandang

''Yaa mau gimana lagi? Mungkin Dea bukan jodoh lo, lo harus terima itu dong, gimana si!!'' seruku

''Iya Fey, lo harus sabar dan ikhlas nerima semuanya, kan masih banyak cewek2 yang cantik di luar sana'' tambah Ryan

''Kalian gimana si? Gue kan belum di tolak sama si Dea, gue cuma belum bisa nembak dia, berarti gue harus terus berusaha dong, iyakan?'' sahut Fey berusaha optimis

''Tapi apa lo gak capek? Waktu aja gak pernah ngasih momen yang pas buat lo, itu artinya lo gak direstui'' lanjut Ryan yang membuatku cengengesan

''Kampret lo!! Eh Dave, apa gue ikutin cara lo aja ya? Gue nulis surat ke Dea, gue pura-pura pergi kemana gitu buat ngeyakinin dia.. Hahaah pasti berhasil'' serunya kegirangan ketika ingat rencanaku dulu untuk menembak Vio

''Enak aja lo!! Itu ide brilian gue, gak boleh ada yang ngikutin selain keturunan gue nanti, titik!'' cetusku melarang Fey untuk mengikuti ideku dulu, lalu aku beranjak dari sofa meninggalkan Fey dan Ryan.
''Terus gimana doooong?? Hiks ...'' Fey terus mengeluh, sementara Ryan pun ikut meninggalkan Fey sendiri sambil menggelengkan kepalanya.

Tiga tahun lamanya itu bukan waktu yang sebentar, tiga tahun lamanya itu adalah perjuangan untuk bertahan, tiga tahun lamanya itu adalah kesetiaan dan kepercayaan. Tak banyak sepasang kekasih yang mampu mempertahankan semua itu, mungkin perjalanan ini masihlah sangat awal dimana nanti kan kutemukan jalannya kehidupan yang sebenarnya bersama kekasihku untuk kujadikan seorang istri, kan kupinang ia dengan cinta, kasih sayang, ketulusan, kesetiaan, kenyamanan hidup, kehangatan yang abadi dan kebahagiaan yang sempurna.

''Sayang, kamu masih lama disana?'' seruku menelfon Vio, ''Ohh, kalau gitu aku tunggu di tempat yang kemarin ya, plisss aku mau kita jalan berdua lagi disana, ya.. I love you'' kututup telfonnya lalu setelah itu kutelfon Lisa
''Halo, Sa, gimana, semuanya udah siap?'' tanyaku, ''Oke, thanks ya, gue mau lo bawa Vio ke lokasi sambil ditutup ya matanya, biar surpice'' ... ''Sip, sip, gue tunggu'' tuuuuuut ...

Jika kalian ingin tahu, dari awal aku memang sudah merencanakan sesuatu untuk Vio, aku meminta Lisa untuk menyiapkan segala sesuatunya, mendekor tempat, memesan makanan yang lezat dan menambahkan bunga-bunga disana agar terlihat romantis, tak lupa juga sudah kusiapkan sepasang cincin untukku dan juga Vio, aku akan melamarnya di tepi pantai sekarang juga.

...
Dengarkanlah
Wanita pujaanku
Hari ini akan kusampaikan
Janji suci, kepadamu dewiku
Dengarkanlah kesungguhan ini
Aku ingin mempersuntingmu
Tuk yang pertama
Dan terakhir ...
Jangan kau tolak dan buatku hancur
Kutak akan mengulang tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu ...
...

Kulihat binar cahaya dikedua bola matanya, aku sukses membuatnya merasa terharu dan paling kuistimewakan, ku raih tangannya, kukecup dan kupasangkan cincin cantik itu dilentiknya jari manisnya.
''Sayang, demi apapun aku bersumpah, tak ada pantai yang indah seindah pantai yang menjadi saksi melingkarnya cincin ini, di pantai ini, aku sayang sama kamu'' ucap Vio memelukku, akupun membalas pelukannya untuk yang kesekian kalinya, namun kali ini penuh dengan rasa memiliki, walau belum memiliki seutuhnya, namun aku akan segera mempersuntingnya

''Aku juga sayang sama kamu, makanya aku buat surpice seperti ini khusus buat kamu, buat kita. Selama tiga tahun ini kita udah sama-sama melewati ketidakmulusannya kisah cinta kita, tetapi itu semua yang membuat aku bertahan untuk selalu ada buat kamu, karena aku yakin suatu saat nanti kita akan hidup bersama, kamu percaya itu?'' tanyaku, namun Vio hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum.

Tak lama kemudian Lisa dan yang lainnya datang menghampiri dan memberikan tepuk tangan menunjukan rasa bahagia mereka melihatku dan Vio akan menjadi sepasang kekasih sehidup dan semati.

Kepercayaan dan kesetiaan dalam suatu hubunganlah yang membuatku dan Vio akhirnya memutuskan untuk menikah diakhir tahun 2014 yang akan datang, semoga kelak apa-apa yang sudah direncanakan dari sekarang bisa menjadi sebuah niatan yang direstui oleh semua pihak dan Tuhan.

I love you, Vio ...

Selesai
Bogor, 07 Agustus 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung dan jadilah pembaca setia cerpen maupun puisi saya...