Kamis, 12 Desember 2013

CEPEN:~MISTERI BUNGA PURNAMA BIRU~


Present..

Dia, seorang wanita tua pedagang kue keliling, 'Marlena'. Dia memiliki rumah yang tak jauh dari hutan belantara yang dikenal dengan 'misteri Bunga Purnama Biru', Konon katanya Bunga itu bisa mengembalikan Roh manusia yang dibawa oleh malaikat pencabut nyawa. Tidak sedikit orang yang mati sia-sia di hutan belantara itu untuk mencari Bunga Purnama Biru tuk di jadikan Bahan Mantra Pemanggilan Roh lalu di persatukan kembali pada jasad yang sudah mati.
**
Marlena, sosok wanita tua yang dikenal sangat ramah dan murah senyum, namun semenjak Dia ditinggal mati oleh Lucia, cucu kesayangannya, Marlena berubah, Dia tidak lagi ramah atau pun murah senyum kepada Orang-orang yang membeli kue-kuenya. Dan semenjak saat itu pula, Marlena selalu memikirkan Misteri Bunga Purnama Biru yang selalu dibicarakan oleh banyak orang, sementara itu jasad Lucia disembunyikan di tempat yang menurutnya Aman, tak ada yang berani Protes kenapa jasad Lucia tidak dikuburkan, karna bukan hanya Marlena saja yang menyimpan jasad manusia yang sudah mati, banyak orang-orang yang juga menyimpan jasad manusia terutama jasad pihak keluarganya masing-masing dengan harapan suatu saat nanti akan ada orang yang bisa menemukan Bunga Purnama Biru itu.
**
Marlena, Dia tidak pernah takut akan sesuatu yang bisa mengancam dirinya demi Lucia, Sudah beberapa kali Ia Memasuki hutan belantara yang gelap gulita itu, namun sampai saat ini Bunga Purnama Biru itu belum juga ditemukannya. Beruntung Marlena Memiliki nasib yang baik, Ia masih diberi kesempatan hidup, tidak seperti orang-orang yang mati sia-sia di dalam hutan itu. Kali ini Marlena bertekat untuk kembali ke hutan itu, Ia merasa sangat yakin akan pulang dengan membawa Bunga itu untuk Lusia, sebelum pergi, Marlena mendekati jasad Lucia yang tidak jauh dari tempat tidurnya.
Teug..! Teug..! Teug..!
Suara tongkat besi yang dibawa Marlena untuk membantunya berjalan, Marlena mengelus rambut Lucia, "Cuu.. Nenek mau pergi dulu ya, kamu jaga rumah, tunggu nenek kembali, nenek janji akan membawa Bunga Purnama Biru itu untukmu" bisiknya pada jasad Lusia. Lalu Marlena pun bergegas pergi dengan tongkat besinya itu.
**
Diperjalanan menuju Hutan, Marlena bertemu dengan salah satu penduduk yang sedang mencari kayu bakar, lantas Marlena pun bertanya, "Hei kau.. Apakah kau tidak mau mencari Bunga Purnama Biru itu untuk Anakmu yang meninggal dua hari yang lalu itu?" tanya Marlena, "Ah, Tidak nek, saya sudah pasrah dengan takdir tuhan, Jasad anak saya sudah dikuburkan dengan layak" jawabnya, Mendengar ucapan dari orang itu Marlena menatap tajam ke bawah lalu kembali berjalan meninggalkan orang itu, dari kejauhan orang itu berkata "Hati-hati Nek! Sekarang sedang banyak srigala yang berkeliaran disini" sahutnya. Marlena tidak mendengarkan ucapan orang itu, Ia tetap berjalan menuju Hutan. Sesampainya Marlena pada titik pencarian Bunga itu, Ia terdiam lalu menatap langit yang kosong, bibirnya komat-kamit seperti seorang dukun yang membaca mantra "Laaeaeyea. . Yaelaemanedraeeyea. . Kembang Bulan Purnama Biru. . Muncullah. .Laaeaeyea. .Yaelaemanedraeeyea" ucapnya seraya angin liar menusuk kulitnya. "Ini adalah Mantra terakhirku untuk menemukan Bunga itu, jika aku tak menemukannya lebih baik aku mati saja disini, aku telah berjanji kepada Lucia untuk membawa Bunga itu pulang" keluhnya dalam hati, karna sudah hampir seharian ini Bunga itu tidak muncul. Tak lama setelah itu Marlena duduk beralaskan daun kering, tiba-tiba saja ada sesuatu yang muncul tepat di hadapannya dengan kilauan cahaya Berwarna Biru, "BUNGA PURNAMA BIRU!! Aku berhasil.. Terimakasih ya tuhan" Teriak Marlena Bagia, tanpa tunggu lama lagi Bunga itu pun Ia bawa pulang.
**
"Lucia. . Lucia. ." Teriak Marlena di dalam rumahnya, Ia kaget setelah tahu Jasad Lusia tidak ada di tempatnya "Lucia, kau dimana? Nenek sudah membawa Bunga Purnama Biru ini untukmu, kau akan hidup kembali Cucuku" Marlena tetap tak menemukan Jasad Lucia, lalu, tangan Marlena gemetaran, Bunga itu terjatuh dari genggaman tangannya melihat ada seekor srigala sedang mencabik-cabik Jasad Lucia yang hanya tinggal kepalanya saja, lantas Marlena pun mengusir srigala itu, Marlena Benar-benar terpukul, Ia tidak menyangka akan seperti ini, pengorbanannya selama ini sia-sia. Marlena menangis, Marlena menjerit-jerit "LUCIA CUCUKU. . . Kembalilah Cu, kembali! Nenek tidak mau kehilangan kamu Lucia" Jeritnya Histeris. Karna merasa putus asa akhirnya Marlena memutuskan untuk mati bersama harapannya, Ia menusuk-nusuk kan Tongkat Besi itu pada perutnya. Sementara Bunga Purnama Biru yang dibawa Marlena tadi menghilang dengan sendirinya. Kini rumah milik Marlena terkesan lebih angker dibanding dengan Hutan belantara dan Misteri Bunga Purnama Biru.


TAMAT
Bogor/12/12/13

Jumat, 06 Desember 2013

CERPEN;~Demi Iblis Kecilku~


~DEMI IBLIS KECILKU~
Oleh: Niaw Shin'Ran

Present..

Hantu Jemari Berdansa
Semua ini berawal dari kesalahanku sendiri, aku nekad menikah dengan Iblis, rayuannya membuatku terlena, karna tahta dan harta adalah tujuan utamaku. Tidak ada yang tahu pernikahanku dengan Iblis itu, sementara aku yang sudah sangat bosan sekali dibilang 'perawan tua' oleh teman-teman dan tetangga pun memilih untuk pergi mengucilkan diri ke hutan bersama Iblis itu dengan harapan apa yang aku impi-impikan akan menjadi kenyataan.

Lima tahun telah berlalu, Iblis itu meninggalkan aku dengan anak yang menjadi hasil buah cinta kami berdua, Rahmi namanya, Dia sangat lucu, umurnya sudah tiga tahun, rambutnya berwarna merah dan memiliki dua tanduk bak Iblis seperti ayahnya, juga apa yang Dia makan sehari-harinya pun sama persis seperti ayahnya, yaitu daging mentah.
"Ma.." ujar Rahmi memangilku
"Iya sayang, ada apa?" sahutku yang merintih di atas daun kering sembari membersihkan darah yang ada disekujur kakiku
"Masih sakit ya Ma?" tanya Rahmi, Dia mendekatiku lalu menghirup segar darah yang berceceran di atas daun
"Tidak kok Nak.. Mama baik-baik saja" jawabku berbohong
"Ma.. Ma.. Hari ini aku mau makan itu, boleh?" ucap Rahmi manja sambil menunjukkan jarinya ke arah kaki kananku
"Bo-boleh kok.. " jawabku terbata-bata, air mata tak bisa kubendung lagi, demikian pula aku tak mau anak semata wayangku harus makan makanan yang menjijikan seperti tikus, ular dan sebagainya. Aku rela tersakiti, meski tubuhku perlahan-lahan akan habis disantap oleh Iblis kecilku. Kini, aku hanya bisa bertahan dengan separuh tubuhku lagi.


Bogor, 06/12/2013