Kamis, 04 September 2014

Cerpen:~Siapkah Aku?~



-SIAPKAH AKU?-
Oleh : Niaw Shinran


Present ...

Dari sekian banyaknya cerita yang kudengar, dari sekian banyaknya pertanyaan yang kudapatkan, siapkah aku? Entahlah, yang kutahu segala sesuatu yang telah diniatkan dari hati belum tentu akan terjadi, kecuali jalan Tuhan, kita hanya patut menunggu.

**

''Iya, aku udah lama banget ngerencanain ini semua, bahkan sebelum pertunangan itu terjadi pun sudah aku rencanakan, tapi ... '' seru Nayla, salah satu sahabatku yang sudah bertunangan lima bulan yang lalu

''Tapi apa Nay?'' tanyaku serius

''Tapi, dia mengulur waktu untuk yang kesekian kalinya May, aku tuh bingung harus ngomong apa lagi sama ayahku, sementara diluar sana sudah banyak yang tahu kalau diakhir bulan ini aku akan menikah'' ujar Nayla menceritakan semua kebimbangannya. Aku hanya bisa menghela napas dan mencoba memberi sedikit ketenangan untuknya.

Nayla, sahabatku yang sudah kebelet nikah dari satu tahun yang lalu itu sedang dilanda kebimbangan, kekasihnya kembali mengulur-ulur waktu untuk menentukan tanggal, hari serta bulan pernikahan mereka, sementara disisi lain ayahnya yang bisa dibilang keras kepala merasa kalau kekasihnya itu hanya ingin mempermainkan keluarganya saja. Sering sekali Nayla datang ke rumah untuk mencurahkan isi hatinya kepadaku, mau senang ataupun sedih seperti sekarang ini, tak sendiri, Nayla selalu datang bersama sahabatnya, termasuk sahabatku juga, Ita namanya. Ita pun tak bisa berkomentar banyak akan permasalahan yang sekarang ini Nayla hadapi, namun sebagai sahabat yang baik, aku dan Ita akan selalu ada untuk Nayla, biar bagaimanapun kita bertiga adalah sahabat yang sudah seperti keluarga.

Sesekali aku mengambilkan Nayla tisyu untuk menghapus air matanya yang mulai menetes, mendengar ceritanya membuatku ikut merasakan apa yang dirasakannya, sesama perempuan pasti aku juga akan mengalami hal yang sama walaupun berbeda cerita, tapi aku selalu berdoa untuk kebaikan semuanya.

''Nay, coba kamu minta dia untuk bicara langsung sama Ayah kamu, biar sama-sama enak dan bisa dicari jalan keluarnya'' saranku

''Iya Nay, ini tuh udah jadi urusan keluarga dia sama keluarga kamu, jadi harus dibicarakan baik-baik'' lanjut Ita

''Ita bener Nay, memangnya apa sih alasan dia kenapa selalu mengulu-ulur waktu?'' tanyaku

''Hiks ... dia bilang persiapannya belum 100% siap May, Ta, tapi kenapa dulu dia selalu bilang siap, siap dan siap kapan aja, tapi nyatanya apa? Dia malah kaya gini kan, aku tuh malu sama teman-teman yang lain dan juga tetangga-tetangga aku yang mulutnya pada ember!'' seru Nayla dengan sedikit emosi

''Sabar Nay, semua masalah pasti ada jalan keluarnya kok'' ujarku

''Iya aku tau itu, makanya aku dateng kesini mau sharing sama kalian berdua, biar beban yang aku hadapi ini sedikit berkurang, siapa tau aja kan kalian punya solusinya buat aku'' celoteh Nayla sambil merobek-robek tisyu yang sedikit basah bekas air matanya. Aku dan Ita saling bertatapan dan sepertinya ada yang ingin Ita katakan padaku

Dreeet ... Dreeet ... Dreeet

Ponselku bergetar tanda ada sms masuk, lantas kulihat dan kubaca, ternyata sms itu dari Ita, pantas saja sedari tadi kulihat tangannya sibuk mengetik sesuatu di ponselnya

''Maya, aku gak bisa ngasih solusi apa-apa kalau untuk urusan serumit itu ke Nayla, karena aku gak punya pengalan apa-apa tentang itu, jadi aku gak mau banyak bicara lagi, aku takut salah, kamu aja ya yang tenangin Nayla, aku mau shalat dulu'' isi pesan Ita.

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul empat sore, adzan ashar pun telah berkumandnag. Ita permisi ijin ke kamarku untuk menumpang shalat, kini hanya aku yang mendengarkan keluhan Nayla. Tak tega rasanya melihat sahabatku sesedih ini, kulihat sekarang Nayla tengah melihat-lihat photonya bersama kekasihnya di dalam ponselnya, sekejap rona wajahnya tak terlihat sedih, namun beberapa detik kemudian Nayla terlihat sedih kembali, yang aku takutkan Nayla depresi, jangan sampai itu terjadi ya Tuhan.

Lima belas menit kemudian Ita keluar dari kamarku, tentunya sudah selesai shalat, aku dan Nayla tengah haid.

''Lama banget shalatnya Ta??'' tanya Nayla

''Kan baca-baca doa dulu, tak lupa pula aku doain kamu supaya masalah yang kamu hadapi sekarang ini ada jalan keluarnya'' ucap Ita

''Amiiin ... '' seruku dan Nayla secara bersamaan

Lalu tiba-tiba Nayla menanyakan sesuatu tentang pernikahan kepadaku dan juga Ita, lantas pertanyaan Nayla itu membuatku dan Ita tersenyum simpul dan menjawab seadanya
''Kalau kalian berdua kapan mau marid?'' tanya Nayla

''Biar Maya duluan deh yang ngejawab, kalau aku kan masih PDKTan tuh, jadi masih belum kepikiran menikah, heehehee'' seru Ita sedikit mencubit pahaku

''Yee, namanya juga rencana Ta, berandai-andai juga gak apa-apa kali'' ujar Nayla yang sepertinya sudah sedikit tenang

''Iya siii, tapi beneran deh aku gak kepikiran untuk nikah diusia muda, kalian tau sendirikan kalau ibu sama ayahku itu doyan banget ngejodoh-jodohin anaknya, kayaknya aku nunggu dijodohin aja, tapi gak tau kapan, soalnya aku masih punya dua kakak yang melum menikah, heheheheee'' jelas Ita yang lebih memilih pasrah akan pilihan kedua orang tuanya

''Lho?? Terus cowok yang lagi PDKT sama kamu gimana?'' tanyaku

''Kan masih PDKT May, belum tentu juga jadiankan'' celoteh Ita. Aku dan Nayla hanya menggeleng-gelengkan kepala

''Terus kamu May?'' tanya Nayla padaku

''Aku? Mmm ... Aku juga gak kepikiran untuk nikah muda sih, siap gak siaplah, tapi pacaran lama-lama juga gak enak, yang aku takutin malah putus ditengah jalan, tapi jangan sampe deh kaya gitu'' jawabku

''Aku kasih saranin ya sama kalian berdua, kalau bisa gak usah deh pake acara tunangan-tunangan segala, takutnya malah lama ketahap penikahan dan ujung-ujungnya tetap aja masih pacaran, kaya aku, hmmmm'' Nayla kembali curhat

''Hahaha, iya Nay, udah dong gak usah sedih lagi, semua pasti akan indah pada waktunya'' seru Ita

''Jiyaaah, kaya Judul lagunya Delon tuh, hahaha...''

''Iya, semoga, semoga dan semoga ... Amin ya Allah'' lanjut Nayla

Obrolan panjang antara aku, Nayla dan Ita pun semakin panjang dan menarik, tak terasa waktu sudah menunjukan pukul lima sore. Nayla dan Ita pun pamit pulang dengan meninggalkan cerita di rumahku. Setelah mendengarkan cerita Nayla, ada yang terpikirkan di dalam otakku, menikah itu bukankah hal yang sepele, menikah itu bukanlah hal yang harus ditunda-tunda, ya, aku tahu, tapi kesiapan diri haruslah tetap menjadi nomer satu, hati, batin, jiwa dan raga, semua itu harus dipersiapkan.

Siapkah aku Menjalani hari-hari dengan seorang suami? Siapkah aku menjalani hari-hari dengan menjadi seorang istri? Siapkah aku memegang amanah untuk berbakti kepada suami? Siapkah aku menimang anak sebagai bukti cinta suami dan istri? Aku harus siap? Apakah harus sekarang? Tidak! Aku belum siap.

Tak hanya Nayla yang kudengar kabar penikahannya yang terombang-ambing bak sebuah ban di tengah lautan yang notabenenya karena diawali dengan pertunangan, apa sih makna dari pertunangan itu sendiri? Ada yang bisa menjawabnya untukku? Disela-sela kesibukan Nayla sebagai guru, disela-sela kesibukan Ita sebagai mahasiswi dan aku sebagai seorang penulis hanya bisa berdoa.

**

Tak kudapatkan kabar dari Nayla lagi semenjak satu minggu yang lalu ia berkunjung ke rumahku bersama Ita, tapi Ita selalu tau kabar Nayla, karena adik Nayla sendiri adalah teman satu kampusnya Ita. Terakhir Ita sms padaku kalau Nayla sekarang sedang dekat dengan seorang laki-laki yang katanya mantan adik kelas kami sewaktu SMA, aku hanya mendecahkan bibir.

Sore ini aku berniat untuk bertemu Ita disalah satu warung bakso yang tempatnya tidak jauh dari kampus Ita sendiri, pertemuan kami sekaligus untuk merayakan hari ulang tahun Ita yang ke 20 tahun, sayangnya Nayla tidak bisa datang karena sibuk.

''Hay, May ... Apa kabar?'' sambut Ita yang sudah stay di warung bakso langganannya

''Baik, Ta, kamu apa kabar?'' tanyaku balik

''Kabar aku baik kok, cuma sedikit agak flu aja sih''

''Flu apa? Jangan-jangan flu burung, hahaha'' ledekku

''Woo! Enak aja ... Kamu mau bakso gak? Aku pesenin ya ...?'' tanya Ita, aku mengiyakannya

Disela-sela perbincangan Aku dan Ita, kita membahas soal kedekatan Nayla dengan brondong itu, tak begitu heran ataupun kaget, karena Nayla memang sedikit labil, dia masih saja dekat dengan beberapa laki-laki, walaupun diantara mereka tidak ada apa-apa.

''Kok bisa sih si Nayla deket sampai-sampai jalan bareng sama brondong itu, Ta?'' tanyaku penasaran

''Manakutahu, Nayla cuma cerita kalau dia emang lagi deket banget sama dia, padahal kalau diperhatiin tuh berondongkan mantan bullian kita waktu SMA'' seru Ita

''Hah?? Serius?? Yang kumisan itu? Ckckckc'' ...
''Nayla tuh gila ya? Punya masalah bukannya diselesaikan malah berulah'' lanjutku

''Udah gak usah dipikirin, kan bukan sekali atau dua kalinya Nayla kaya gitu, Nayla cuma butuh waktu untuk mendewasakan diri'' ujar Ita

''Hah! Tapi aku salut sih sama dia, masih muda tapi udah kebelet pengen nikah'' celotehku

''Nikah muda itu bagus kok, pastinya di atas 17 tahun, nikah muda, punya anak, anak udah gede, sukses, dan kita tinggal menikmati kesuksesan anak-anak kita'' lanjut Ita

''Terus kamu sendiri kenapa gak kepikiran buat nikah muda waktu cerita seminggu yang lalu di rumahku?'' tanyaku

''Aku bukannya belum siap, aku kan nunggu perjodohan dari ayah sama ibuku''

''Kok kamu gak sedih sih dijodoh-jodohin kaya gitu? Kalau aku sih ogah'' kataku

''Siapa juga yang mau dijodoh-jodohin May, sebagai anak baik, pintar dan shalehah kaya aku gini nih harus patut sama orang tua, nyari jodoh itu susah loh, makanya aku pengen tau seperti apa pilihan mereka untukku nanti, kalau boleh memilih sih aku lebih memilih nyari jodoh sendiri, tapi apa boleh buat, sudah tradisi di keluarga sih'' jelas Ita membuatku berpikir keras untuk memahami ucapannya yang sedikit kolot
''Kamu kapan dong maridnya? Aku udah gak sabar jadi pagar ayunya, hahaha'' lanjut Ita

''Jangan tanyakan hal itu padaku, aku masih belum kepikiran untuk menikah, aku belum siap'' jawabku

''Hahaha ... Oke deh''

Pertemuan kami pun menyenangkan, makan bakso, ngobrol-ngobrol, saling bertanya satu sama lain, tukar pikiran dan masih banyak lagi.

Jangan memaksa untuk bilang 'ya' sementara hati tak mengatakan apa-apa, jangan berbohong untuk bilang 'tidak' sementara hati sudah berkata jujur, selaraskan hati dan bibirmu, selaraskan sikap dan pemikiranmu, jangan berbuat bodoh atas kelabilanmu, jangan bertingkah angkuh atas kedewasaanmu.

Selesai

Bogor, 04 September 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung dan jadilah pembaca setia cerpen maupun puisi saya...