Rabu, 16 Juli 2014

CERPEN ~CINTA DIBALIK DEBU KACA~


CINTA DIBALIK DEBU KACA
Oleh : Niaw Shinran


Present ...

Nyatanya cinta tak benar-benar tumbuh di dalam hatiku, ia bersembunyi dibalik debu kaca yang selalu kulihat dipersimpangan jalan.

**

Sisi hati yang tak pernah menyadari ada benih cinta yang bertaburan di sana, bagaimana tidak? Kupikir itu hanya bayangan semata dari balik tirai kaca yang kusam. Kulangkahkan kaki manuju jalan yang setiap hari kutempuh, pernah kumencoba untuk tidak mengalihkan pandangan ini pada rumah tua yang kurasa tak berpenghuni, namun mata terhanyut untuk melihatnya lagi. Ada apa di sana? Mengapa bayangan seorang wanita cantik itu selalu tersenyum padaku?

Sekiranya aku dapat pulang cepat dari tempat kerjaku, kulihat cuaca semakin mendung, tak lama hujanpun berdatangan, rasanya ingin aku berlari menembus mata air dari langit itu karena baru kuingat aku harus menjemput seseorang tepat pada pukul tujuh malam ini,''Bagaimana ini? aku tidak mungkin pulang dalam keadaan hujan deras seperti ini, belum lagi motor tuaku sudah sangat tidak mungkin diajak kompromi dalam keadaan seperti ini''gerutuku dalam hati. Aku mondar-mandir di depan jendela kantor sembari memainkan kunci motor

''Tam, lo kenapa si kaya orang yang gelisah banget?''tanya Dion salah satu temanku yang juga satu ruangan kerja denganku

''Gue ada janji sama seseorang malam ini Yon''jawabku

''Janji? Sama cewek? Laga lo Tam, lo liat tuh hujannya gede banget kaya gitu''ujarnya

''Justru itu kenapa gue jadi bimbang kaya gini, kalau gue gak nemuin dia kan kasian, dia itu sepupu gue yang mau liburan di Jakarta''ujarku

''Liburan si ke Jakarta, sepupu lo cewek?''tanyanya lagi

''Iya ...''jawabku singkat

Duarr ... !!

Suara geledeg begitu kencang dan hujan pun malah semakin deras. Waktu terus berputar, kulihat jam di tanganku sudah hampir menunjukan pukul delapan malam

Dreet ... Dreet ... Dreet ...!

Getaran handphone di dalam kantong celanaku membuatku kaget, karena beberapa menit sebelumnya aku tengah melamun sembari melihat hujan, lantas segera kuambil ponselku

''Mas Tama ada di mana? aku udah kedinginan banget ni, gak ada angkot atau pun taksi yang lewat di sini, mas cepetan jemput aku ya, -Tiara-''kudapati pesan dari sepupuku Tiara,''Iya, kamu sabar ya, mas segera jemput kamu, kamu jangan kemana-mana''balasku. Terpaksa aku meminjam kendaraan kantor untuk segera menjemput Tiara.

Setibanya di tempat di mana aku menjemput Tiara, tak kulihat ada orang lain lagi di sana selain Tiara, akan sangat berdosa dan bersalahnya aku jika terjadi apa-apa padanya, segera kuhampiri dia memintanya untuk segera naik sepeda motor walau dalam keadaan hujan

''Mas kenapa telat jemput aku?''tanya Tiara

''Maafin mas ya, dari tadi sore hujannya gak berhenti-bernti''jawabku menerjang hujan

''Ohh ...''ujar Tiara

Setibanya di rumah, aku langsung menyuruh Tiara untuk lekas mengeringkan tubuhnya lalu istirahat. Tiara yang baru lulus SMA tahun ini terlihat sudah dewasa dengan rambutnya yang sebahu, aku tersenyum melihatnya sudah tumbuh menjadi anak yang manis dan cantik, persis seperti ibunya yang meninggal sewaktu Tiara duduk dibangku kelas enam SD. Ah, rasanya aku ingin merawatnya, Tiara sudah kuanggap sebagai adik kandungku sendiri

''Mas Tama, besok antar aku nyari pekerjaan yuk''ajak Tiara yang selesai ganti baju di kamarnya

''Cari pekerjaan? Kamu kan datang ke sini untuk liburan, bukan untuk nyari pekerjaan''seruku

''Iya mas, tapi aku kan juga gak mau menyia-nyiakan waktu aku hanya untuk liburan aja, aku juga mau kerja mas, setidaknya pas sepulangnya aku dari sini nanti sudah dapat pekerjaan''ucapnya membuatku menghela napas

''Yasudah kita bicarakan itu nanti saja, ini sudah malam, kamu tidur gih''suruku

''Iya mas ...''ucap Tiara yang penurut, Tiara pun masuk ke dalam kamar.

Seperti malam-malam biasanya, sebelum tidur aku menyempatkan diri untuk melihat rumah tua di persimpangan jalan itu, sejenak kubuka gorden jendela kamarku, pikiranku tertuju pada bayangan perempuan yang tersenyum kepadaku yang ada dibalik kaca berdebu itu, ada rasa penasaran yang cukup besar di dalam hatiku untuk bisa mengetahui siapa perempuan cantik itu,''Hemm ... Kuharap perempuan cantik itu bukan hantu atau halusinasiku saja, gak tau kenapa senyuman itu selalu terbayang-bayang, apa mungkin aku jatuh cinta sama perempuan itu? Ahh masa si?''seruku merasa heran dengan pernyataanku sendiri. segera kututup kembalu gorden jendela dan lekas memejamkan mata.

**

Satu minggu telah berlalu, sepertinya Tiara betah tinggal di rumah kecilku, awalnya aku takut disebut laki-laki yang memiliki wanita simpanan, karena tidak banyak tetanggaku yang tahu kalau Tiara itu adalah sepupuku, namun inilah lingkunganku di kota Jakarta, tak ada yang terlalu dipermasalahkan selama aku tidak membuat masalah dan aku tetap menjaga etika.

sudah beberapa kali ini aku mengantar Tiara keliling jakarta, seperti apa yang pernah diucapnya, dia tidak hanya ingin liburan, tetapi juga sembari mencari pekerjaan, puji syukur Tuhan ternyata selalu mendengar doa-doanya, Tiara mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan restoran yang tempatnya tidak jauh dari keberadaan perempuan cantik itu

''Mas, besok antar aku ketempat kerja ya, besokan hari pertama aku masuk kerja, aku mau banget diantar sama mas Tama, mau yaa?''pintanya

''Tentu mas mau, mas janji akan mengantar dan menjemput kamu Tiara''ujarku membuat Tiara tersenyum

''Bener mas? Makasih yaa, maaf kalau sering merepotkan mas Tama''ucapnya

''Gak apa-apa, selama kamu ada di sini mas bertanggung jawab atas semua itu''

''Makasih ya mas, Tiara janji gak akan necewain mas''serunya, aku hanya tersenyum dan mengelus rambutnya.

Keesokan harinya, aku melihat Tiara begitu bersemangat untuk mengawali hari pertamanya masuk kerja, aku tak lupa menyiapkan sarapan untuknya, karena kutahu Tiara belum bisa memasak, kuharap selama dia bekerjja sebagai pelayan di restoran dia juga bisa belajar memasak

''Tiara, mas sudah siapkan sarapan buat kamu, jangan lupa di makan dan dihabiskan ya, mas mau siap-siap dulu''ujarku

''Iya mas, makasih ...''dengan lahapnya Tiara pun menghabiskan makanannya.

Jam menunjukan pukul delapan pagi, setibanya aku dan Tiara di tempat ia bekerja ternyata masih tutup, lalntas aku tak langsung meninggalkannya pergi, aku akan menunggunya sampai restoran itu di buka

''Kayaknya kita kepagian deh mas''ujar Tiara

''Iya, kamu tenang aja, mas akan nemenin kamu sampai restorannya dibuka di sini''jelasku. Lalu kuarahkan pandanganku ke arah rumah tua itu, kuberharap perempuan cantik itu ada di sana, nyatanya harapanku tak sia-sia, kulihat perempuan itu berdiri di sana, dibalik kaca itu, ia kembali tersenyum padaku dan aku pun membalas senyumannya, tak kusadari Tiara memperhatikan sikapku, lantas ia pun bertanya
''Mas, mas senyum sama siapa?''tanya Tiara yang membuatku sedikit gugup

''Eng ... Bukan siapa-siapa kok, mas tadi liat ada perempuan cantik di sana, hehe''jawabku sembari menunjuk rumah itu

''Perempuan yang mana? Gak ada tuh!''Tiara pun penasaran dan terus mencari keberadaan perempuan yang kumaksud itu

''Tadi ada di sana, dibalik kaca itu tuh ...''jelasku

''Kaca yang kotor dan berdebu itu mas?''tanya Tiara lagi

''Iya''

''Ohh ... Cieee yang lagi kasmaran, hehehe''godanya, aku pun tersenyum simpul dan membiarkan Tiara menggodaku, karena sejujurnya aku memang sedang dilanda kasmaran pada seorang perempuan misterius di sana.

Kutinggalkan Tiara yang sudah masuk ke dalam restoran yang sudah buka itu, aku bergegas menuju kantor, tak apa bagiku telat beberapa menit demi sepupu tersayangku. Pikiranku selalu dihantui oleh bayangan-bayangan perempuan cantik itu, bibirku pun tak henti-hentinya tersenyum mengingat Tiara menggodaku soal tadi itu.

Ngikkk ...!

Dion mengagetkaku dengan berhenti mendadak di hadapanku dengan motor gedenya,''Lo mau bunuh gue ya??''seruku sewot, tapi Dion malah tertawa

''Hahaha, sory Tam, gue gak tau kalau lo mau lewat di depan gue, sory yaa''ujarnya,''Gue buru-buru karena gue pikir uma gue yang telat, ternyata ada sohib gue yang juga telat hari ini, itu artinya kita akan di hukum sama si bos bareng-bareng''jelasnya

''KITA? Lo aja gue enggak!!''seruku lalu berlari meninggalkan Dion di parkiran

''Tam, tungguin gue ...''

Apa yang dikatakan Dion ternyata benar, kita dihukum sama-sama untuk membersihkan kamar mandi pria. Namun tak ada rasa kecewa di hatiku, karena hari ini sedang dilanda kasmaran. Apa-apa yang yang terjadi hari ini kulalui dengan senyuman.

''Huh!! Gue juga bilang apa, kita pasti dihukum bareng-bareng Tam'' ujar Dion menghampiriku

''Tapi ini untuk yang pertama dan terakhir kalinya gue dihukum bareng sama lo'' seruku

''Kita liat aja nanti, sekarang kan lo sibuk ngurusin sepupu lo itu, bisa jadi setiap pagi lo pasti telat datang ke kantor, hehe'' ujarnya

''Untuk kali ini gue emang telat, tapi besok gue gak akan telat-telat lagi, dan ini janji gue'' tegasku

Kulihat Dion menghela napas sembari menyimpan sapu di sudut tembok, ia mengambil ponsel miliknya di dalam saku celananya,''Hemm ... Kapan ya gue bisa nikahin Nadia? gue cuma punya modal tekad doang, sementara keuangan gue gak pernah cukup'' seru Dion memandangi sebuah photo seorang perempuan yang tak lain adalah kekasihnya yang ada dibalik layar ponselnya, aku tersenyum dan menepuk pundaknya

''Lo yang sabar, yang penting lo ada niat buat nikahin dia dan itu tandanya lo harus berusaha lagi untuk mendapatkan apa yang lo mau'' jelasku

''Iya si Tam, mungkin gue kurang berusaha, mungkin selama ini gue masih main-main dalam pekerjaan gue, gue sering telatlah, boloslah, inila itulah'' ujarnya sadar diri

''Makanya lo harus rubah kebiasaan buruk lo itu demi apa yang lo mau dan apa yang lo impi-impikan'' lanjutku menasehati Dion

''Lo bener Tam, mulai sekarang gue harus ngerubah perilaku buruk gue,'' diam sejenak,''Oiya Tam, ngomong-ngomong soal nikah ni, lo sendiri udah punya cewek belum? Kok kayaknya gue gak pernah ngeliat lo telfonan atau ketemuan sama cewek, atau jangan-jangan loooooo?'' seru Dion mulai salah pengertian

''Lo jangan sok tau, selama ini gue emang belum punya cewek lagi, tapi gue lagi jatuh cinta sama satu cewek'' jelasku bermaksud untuk menceritakan perempuan cantik itu

''Siapa? Lo kenalin dong sama gue, kita kan bisa double date nanti'' tanyanya

Pertanyaa Dion membuatku menghela napas dan merasa sangat menyesal karena selama ini aku belum tahu siapa perempuan itu
''Gue belum tau siapa perempuan itu Yon'' jawabku

''Lo gak tau dia siapa? Terus apa yang buat lo bisa jatuh cinta sama cewek itu? lo ketemu dia di mana?'' tanya Dion lagi bertubi-tubi

Lagi-lagi Dion mempertanyakan hal yang bisa membuatnya mungkin kembali bertanya-tanya dan sampai kapan pun Dion tidak akan pernah mengerti
''Gue belum pernah ketemu dia secara berpapasan, dia cewek yang ada dibalik kaca'' seruku

''Apah?? Lo becanda? Maksud lo apa si gue gak ngerti, coba deh lo ceritain lagi dari awal pertama lo ngeliat cewek itu ke gue'' seru Dion

''Ceritanya gak begitu panjang, cuma gue ngeliat cewek itu udah lama banget, anehnya cewek itu cuma tersenyum, dan senyumannya itu yang selalu menghiasi hari-hari gue sampai akhirnya gue benar-benar jatuh cinta sama dia'' jelasku

Dian mengkerutkan keningnya dan berusaha untuk memahami ceritaku, tatapan matanya seolah-olah masih menyimpan tanya
''Kenapa gak lo coba samperin ajah cewek itu?'' tanya Dion lagi

''Sempat terpikir begitu si, tapi gak tau kenapa hati gue mengatakan kalau gue belum saatnya benar-benar ketemu sama dia, makanya gue masih berusaha untuk nahan diri gue buat ketemu sama dia'' jawabku

''Kalau lo kaya gini terus yang ada nanti tu cewek keburu diambil orang'' serunya

''Diambil orang? Apakah ada laki-laki lain yang sering melihatnya juga selain aku? Apa ada laki-laki lain yang jatuh cinta padanya juga selain aku?'' batinku

Percakapan kami pun terus berlanjut tanpa menemukan titik keselarasan dan pemahaman yang masuk di akal, perempuan cantik itu memang membuatku berusaha untuk mempercayai cinta yang mulai tumbuh di dalam hatiku, tapi kenapa hatiku mengatakan kalau ada keraguan? Entahlah.

**

Malam ini Tiara terlihat capek, badannya terlihat sedikit kurus. Aku khawatir padanya, aku tidak ingin Tiara merasa terkekang akan pengalaman kerjanya yang pertama ini. Kuhampiri Tiara di kamarnya, Tiara sedang melihat album photo ibunya
''Tiara ...'' sapaku

''Iya mas, ada apa?'' tanya Tiara

''Kamu udah makan?'' tanyaku

''Udah kok mas'' jawabnya

''Tiara, kamu gak mau cerita bagaimana rasanya bekerja di restoran itu? Kamu sudah satu minggu loh kerja di sana'' ucapku

''Iya mas, ada yang mau Tiara ceritain ke mas Tama'' seru Tiara

''Apa? Mas jadi penasaran'' tanyaku

''Ada perempuan yang sering memperhatikan aku dari rumah tua yang pernah mas tunjukan itu'' serunya. Aku sedikit kaget dan meminta Tiara kembali bercerita
''Jadi setiap kali aku istrirahat, aku kan suka duduk-duduk santai di depan, terus gak tau kenapa ada perempuan yang sering liatin aku dibalik kaca rumah tua itu mas, karena penasaran lalu aku samperin ajah perempuan itu ke rumahnya'' jelasnya

''Apa? Ja-jadi kamu masuk ke dalam rumah itu? Lalu ada apa dan siapa aja di sana?'' tanyaku

''Rumah itu memang kelihatan tua dari luar, tapi ketika aku masuk ke dalam keadaannya masih sangat bagus kok, di sana aku bertemu sama perempuan itu mas''

''Lalu??'' lanjutku bertanya

''Lalu aku langsung nanya kenapa dia sering ngeliatin aku di restoran, trus dia bilang katanya aku mirip sama anaknya yang sudah meninggal 5 tahun yang lalu di lantai atas karena bunuh diri lantaran dia kecewa atas perceraian ayah dan ibunya'' jelas Tiara membuatku teringat akan perempuan cantik yang sering kulihat itu, wajahnya memang tidak terlalu jelas kulihat karena kaca jendela itu berdebu

''Apakah sekarang dia tinggal sendiri di rumah itu?'' tanyaku lagi

''Ibu-ibu itu tinggal bersama anak laki-lakinya yang masih berumur 10 tahun mas'' lanjutnya menjawab

''Kalau memang mereka hanya tinggal berdua di sana, lalu siapa perempuan itu?'' tanyaku membuat Tiara malah balik bertanya

''Perempuan yang mana mas, yang mas lihat dari jendela yang ada di lantai atas rumah tua itu ya?'' tanya Tiara

''I-iyaa ... Lalu siapa dia?'' tanyaku

''Emm ... Sebenarnya Tiara mau bicarakan maslah ini dari kemarin-kemarin sama mas Tama, kata Ibu itu banyak sekali laki-laki yang datang ke rumahnya untuk menanyakan hal yang sama, yaitu perempuan yang selalu muncul dibalik jendela, dan ternyata itu hantu dari anaknya yang bunuh diri itu, namanya Ajeng'' jelas Tiara

''Ja-jadi ... Jadi selama ini aku hanya di PHP-in sama hantu? Jadi selama ini aku jatuh cinta sama hantu? Jadi selama ini sosok perempuan yang mengisi hari-hari aku itu hantu? Ya Tuhaaaan ...'' celotehku dalam hati. Aku menghela napas panjang setelah mendengar cerita dari Tiara itu.

Entah aku harus merasa patah hati atau tidak, rasanya hati ini memang kecewa, perempuan yang kulihat selama ini ternyata hantu, hantu yang bisa membuatku merasa kasmaran dan jatuh cinta. Setelah aku tahu semuanya, aku berusaha untuk melupakan bayangannya, senyumannya dan paras cantiknya yang memang tak nampak jelas, namun aku yakin perempuan itu memang cantik

''Mas gak kecewakan mas?'' tanya Tiara. Aku tidak menjawabnya dengan kata-kata, namun dengan anggukan kepala lalu pergi keluar dari kamar Tiara menuju kamarku.

''Hati mana yang tidak kecewa mengetahui kenyataan jika seseorang yang mulai dicintainya hanyalah bayangan semata yang tak nampak jika harus dihampiri, begitupun hati ini, tak ada air mata yang menetes yang keluar dari ke dua mataku, namun kenyataan yang mengecewakanku untuk menghapus rasa cinta ini terhadap seseorang yang nyatanya hanyalah banyangn, ilusi, imaji atau apapun itu namnya, hati ini rasanya hancur'' batinku

Rasa penasran masih bersarang dibenakku, kubuka gorden jendela kamar, kulihat bayangan itu masih ada, kulihat banyangan itu masih tersenyum padaku, dibalik debu kaca kutemukan ukiran lambang hati yang artinya cinta. Entah aku harus percaya atau tidak, apakah hantu juga punya cinta?

Hemmmm ...

Selesai.

Niaw Shinran
Bogor, 10 Juli 2014

CERPEN ~DARI HATI~



DARI HATI
Oleh: Niaw Shinran


Present..

Telah cukup lama cinta itu terlupakan, namun mudah untuk kuingat kembali. Adakalanya hati meminta untuk tak lagi menoleh ke arah yang disebut kenangan, tetapi aku tidak bisa.

**

10 tahun telah berlalu ...

Dengan begitu cepatnya hari demi hari memutar waktu silih berganti, aku yang sekarang bukanlah aku yang dulu di mana tak ada satu orang pun yang mau melihatku sebagai seorang laki-laki yang jantan dan tampan, kecuali dia, Bunga.

Aku menemukannya kembali, entah karena jodoh atau memang doaku telah dikabulkan oleh Tuhan,"Ya Tuhan, bila suatu hari aku dipertemukan dengannya hanya untuk sebagai teman, maka bantu aku untuk tidak terlalu mempercayai mimpi bahwa dia adalah pengantinku, dan bila aku dipertemukan dengannya untuk sebagai sepasang kekasih lagi, maka jadikanlah mimpiku itu menjadi nyata"begitulah doaku sepuluh tahun yang lalu. Di sebuah Villa tempat aku dan teman-temanku berlibur, aku dan Bunga bertemu. Dia nampak cantik dengan baju putih lengan panjang bergambarkan bentuk hati, seolah-olah dia telah memperlihatkan hatinya untuk kembali kuraih. Kuhampiri dia yang tengah berdiri menyendiri di atas bebatuan sembari menghirup udara pegunungan yang segar. Sebenarnya ada sedikit rasa takut di dalam hati ini, apakah dia masih mengenalku? Apakah dia masih menyisakan kenangan cinta yang dulu untukku? Pertanyaan itu membuat langkah kakiku sedikit demi sedikit berhenti dan tak seirama dengan keinginan di dalam hati,"Apa gue terlalu takut untuk nemuin dia? Tapi kenapa? Sekarang dia udah ada di hadapan mata gue, dan gue gak boleh menyia-nyiakan momen ini, ayo, Pandu, lo pasti bisa!"celotehku dalam hati.

Lantas aku memantapkan hati ini untuk melangkah dan menghampirinya. Kini aku sudah benar-benar berada di dekatnya, benar-benar sudah sangat dekat, rasanya aku ingin memeluknya dari belakang dan menghirup aroma tubuhnya dari cela-cela kulit putih mulusnya yang kurindukan. Bunga melentangkan tangan kanan dan kirinya bak seorang Rose dalam film Titanik, kurasa dia tengah mengkhayalkan sesuatu, begitupun aku yang juga teringat akan film Titanik itu. Ah ... Rasanya di depan sana ada hamparan laut yang luas bersama seribu angan-angan yang berhamburan.

Tak lama kemudian, Bunga memutarkan lentangan tangannya kebelakang dengan sangat cepat sehingga memukul leherku yang sedari tadi berdiri di belakangnya, lantas aku berteriak, karena lumayan sakit juga,"Aww ..."teriakku. Bunga pun kaget lalu menoleh kebelakang,"Adu h!! saya minta maaf mas, saya gak sengaja, apanya yang saaa ..."diam sejenak setelah benar-benar melihat jelas wajahku,"Pa-Pan du? Kamu Pandu kan?"tanya Bunga, dia mengkerutkan keningnya karena sedikit keheranan. Belum sempat kujawab, aku menatapnya dalam-dalam, sementara hatiku berceloteh,"Ter nyata lo masih inget sama gue, itu artinya lo juga pasti masih ingat kisah cinta kecil kita."ujarku dalam hati.

"Iya, Bunga. Aku Pandu."jelasku menjawab pertanyaannya

Bunga langsung memelukku dengan erat sembari berteriak kegirangan,"Aaa a ... Pandu, aku kangen banget sama kamu,"Ujar Bunga melepaskan pelukannya,"Kam u apa kabar? Udah lama banget ya kita gak ketemu."serunya

"Iya, kabarku baik ko, aku juga kangen sama kamu."celotehku

"Oiya, kamu ngapain di sini?"tanya Bunga menatapku sembari mengajakku berjalan melihat pemandangan

"Aku lagi liburan di Villa dekat sini sama teman-temanku. Kamu juga lagi ngapain tadi diam di sana sendirian?"seru ku memperbanyak pertanyaan kepada Bunga

"Hampir setiap hari aku ke sini ko, untuk ngilangin rasa jenuh aja si, soalnya di rumah aku gak punya teman."ujar Bunga sambil tersenyum.

Aku begitu menikmati lekukan senyuman yang menghiasi wajahnya, rasanya aku sudah sangat ingin mengukir kembali kisah asmara yang pernah kulewati
bersamanya.

Beberapa saat kemudian di hadapanku sudah ada rumah sederhana yang dikelilingi oleh berbagai macam bunga. Bunga mengajakku masuk ke halaman rumah itu,"Ini rumah siapa?"tanyaku

"Ini rumah aku yang sekarang, Du,"..."Kenapa? Tidak sebesar rumah yang dulu ya?"seru Bunga, wajahnya yang ceria pun menjadi suram

"Iya, rumah ini nampak sederhana dan ..."diam sejenak, karena Bunga memotong ucapanku

"Dan apa?"tanya Bunga

"Dan tidak ada rumah bagaikan istana selain rumah sendiri"jawabku , Bunga hanya tersenyum simpul,"Jadi selama ini kamu tinggal di sini?"lanjutku, Bunga hanya memanggut,"Kena pa selama ini kamu gak ada kabar?"tanyaku

Bunga terdiam sembari mengarahkan pandangannya ke arahku, kulihat di matanya ada bayanganku yang tenggelam dalam linangan air mata yang disembunyikanny a, sesekali ia mencoba menghapus air matanya yang menetes di belakangku.
Entah apa yang membuatnya menangis seperti itu. Inginnya aku bertanya, tetapi aku tak berani, aku takut jika nanti Bunga berpikir kalau aku terlalu ingin tahu.

Bunga mengajakku masuk ke dalam dan menyuruhku duduk, sementara itu Bunga mengambilkan minuman untukku. Kupandangi setiap sudut rumahnya yang dihiasi beberapa bingkai photo. Tak ada photo yang terlihat kusam,"Kenapa rumah ini sepi sekali? Tante Tiara sama Om Rudi mana ya?"hatiku bertanya-tanya

Tak lama Bunga kembali dan duduk di sampingku, aku senang karena dia masih terlihat seperti Bunga yang kukenal dulu

"Kamu kenapa? Kok liatin aku kaya gitu?"tanya Bunga

"Ah, gak apa-apa kok. Oiya, kamu sendirian aja di sini? Yang lain mana?"tanyaku

Wajah bunga kembali muram dan matanya mulai berkaca-kaca setelah kutanyakan hal itu, lantas aku pun kembali mempertanyakan sikapnya yang aneh itu,"Bunga, kamu kenapa? Ada yang salah dengan ucapanku?"tanya ku penasaran

Bunga menggelengkan kepalanya, lalu tiba-tiba saja Bunga memelukku sambil menangis tersedu-sedu. Debaran detak jantungku tak menentu, seolah-olah aku merasakan apa yang dirasakannya walau pun aku tak tahu apa sebabnya

"Hik ... Papa sudah meninggal dua bulan yang lalu, setelah itu mamah menikah lagi dengan seorang WNA yang berasal dari Malaysia, dan sekarang mamah ninggalin aku sendirian di rumah ini tanpa sepengetahuanku , hik ... Aku kesepian di sini, Du, aku kesepian,"diam sejenak,"Du, kamu maukan temenin aku di sini?"tanya Bunga

Aku mengusap rambutnya, rasa cinta dan sayang itu kembali tumbuh. Entah kenapa aku meneteskan air mata setelah kudengar Bunga memintaku untuk menemaninya, aku tahu, ini adalah air mata kerinduan,"Iya, Bunga, aku akan ada di sini untuk kamu, jangan nangis lagi ya"ujarku menenangkan Bunga untuk jangan lagi menangis

Bunga melepaskan pelukannya. Sisa-sisa air matanya masih terlihat, lantas kuhapus dengan ke dua tanganku dan memintanya untuk tersenyum.

Waktu sudah menunjukan pukul lima sore, aku meminta ijin kepada Bunga untuk kembali ke Villa agar teman-temanku tidak mencariku kemana-mana. Bunga mengantarku keluar rumah dan melambaikan tangannya,"Kemb ali lagi yaaa"sahut Bunga di kejauhan dan aku pun membalas lambaian tangannya.

**

Kedua temanku, Dimas dan Riki sedang asik bercanda gurau di teras depan Villa. Sepertinya kedatanganku membuat banyak pertanyaan di benak mereka. Aku merebut snack yang ada di tangan Dimas lalu duduk di antara mereka

"Heh, Pandu, datang-datang lo langsung nyerobot makanan gue aja, dari mana aja lo?"seru Dimas merongos

aku tak menjawab ucapannya, aku hanya tersenyum sambil menikmati snack yang kuambil tadi. Dimas pun kembali bertanya melihat sikapku yang aneh,"Lo kesambet setan apa si? Senyam-senyum gak jelas, hihh ... Jadi merinding gue"ujar Dimas ngaco

"Pandu tadi ketemuan sama cewe, Dim"celoteh Riki mulai angkat bicara dan menjawab pertanyaan Dimas

"Dari mana Riki tau soal itu ya? Apa dia ngikutin gue?"tanyaku dalam hati. Aku menatap Riki dengan penuh tanda tanya

"Jadi lo habis ketemuan sama cewe? Kenapa gak ngajakin kita?"seru Dimas mulai penasaran

"Udahlah gue capek mau istirahat, gue masuk ke dalam dulu ya"ujarku menghindar dari pertanyaan Dimas

"Loh, loh ... Bukannya jawab pertanyaan gue dia malah masuk ke dalam, huh, payah!"seru Dimas kecewa. Sementara Riki hanya cengengesan.

Aku kepikiran mengapa Riki bisa tau kalau aku bertemu dengan Bunga, beberapa kali kucoba menerka-nerka, tetapi tak ada yang masuk di akal selain dia mengikutiku. Sedang enak-enaknya merebahkan tubuh di atas kasur, Riki datang lalu ikut merebahkan tubuhnya di sampingku dengan membawa sebuah photo yang diperlihatkan kepadaku,"Inika n ..."seruku setelah melihat photo itu, lalu aku bangun dan terduduk

"Kenapa? Lo kaget? Tadi itu gue lagi iseng ngambil beberapa gambar pemandangan, trus gue gak sengaja liat lo lagi berduaan sama cewe"diam sejenak,"Cewe itu siapa? Cantik juga"ujarnya

Aku langsung naik darah dan merobek photo itu di hadapan Riki. Tak ada reaksi apapun darinya selain hanya tersenyum sinis,"Lo kenapa? Gak suka sama photonya?"tanya Riki

"Trus maksud lo apa nanya-nanya cewek itu siapa?"tanyaku emosi

"Lho? Emang gue salah nanya kaya gitu? Yaaa, lo tinggal jawab aja, gampang kan?"seru Riki yang semakin membuatku emosi

"Lo gak perlu tau siapa dia, yang jelas gue gak suka lo terlalu ingin tau urusan gue! Ngerti lo!"seruku. Aku pun pergi meninggalkan Riki ke luar dan bergegas pergi ke rumah Bunga

"Lo mau kemana? Buru-buru amat?"tanya Dimas yang melihatku pergi ke luar,"Woyy ... Ditanya diem aja, ngeloyor kaya bebek!"seru Dimas, namun tak kuhiraukan dan sudah benar-benar keluar jauh dari Villa.

**

"Gue gak akan ngebiarin Riki ngerebut Bunga, kesabaran gue sudah habis setelah Riki selalu saja merebut perempuan yang pernah gue sayang. Dia bisa aja berhasil merebut Intan dan Mela dari gue dulu, tapi tidak untuk Bunga, karena Bunga hanya akan jadi milik gue!"
Seruku di sepanjang jalan menuju rumah Bunga.

Dari kejauhan aku melihat ada seorang laki-laki yang keluar dari rumah Bunga, aku bersembunyi dibalik pohon agar tidak terlihat olehnya,"Laki-l aki itu siapa ya?"celotehku. Laki-laki itu sudah pergi jauh, lantas aku kembali berjalan menuju rumah Bunga

Tok ... Tok ... Tok!

"Bunga, ini aku, Pandu."seruku mengetuk pintu dan memanggilnya

Tak lama kemudian Bunga membukakan pintu untukku, dia tersenyum manis dan mempersilahkank u masuk ke dalam,"Makasih ya kamu udah nepatin janji mau nemenin aku malam ini."ucap Bunga

"Iya, aku kan udah janji sama kamu. Oiya, laki-laki yang baru saja keluar dari rumahmu tadi siapa?"diam sejenak,"Pacar kamu?"lanjutku bertanya

Bunga tertawa tanpa menjawab pertanyaanku, dan itu membuatku heran,"Kok kamu malah ketawa si? Jadi bener laki-laki tadi itu pacar kamu?"tanyaku lagi

"Bukan, dia itu tukang yang suka benerin listrik di rumahku"jelas Bunga

"Emangnya listrik di rumah kamu kenapa?"tanyaku lagi

"Gak tau tuh ...! Kadang suka mati sendiri gitu"ujarnya

"Mati sendiri? Serem banget si, hehe"ledekku

Bunga mencubitku dan duduk lebih dekat di sampingku,"Ikh, kamu jangan nakutin dong, aku kan tidur sendirian di rumah"celotehny a membuatku tertawa.

Bunga menatapku dalam-dalam, aku pun mulai terhanyut dan berhenti tertawa. Ada binar cahaya yang kulihat pada bola matanya. Kita saling bertatapan, dengan sendirinya tangan ini menyentuh pipinya yang lembut, lalu Bunga pun menyentuh tanganku. Ada getaran rasa yang membuatku ingin mengajaknya berlari mencari cinta yang pernah hilang,"Aku cinta sama kamu, Bunga"Ucapku membuat Bunga melepaskan tanganku di pipinya

"Maksud kamu apa ngomong kaya gitu?"tanya Bunga yang membuatku salah tingkah di hadapannya

"Eng ... Enggak apa-apa, lupain aja"ujarku berbohong dan mendustai hati

Bunga hanya melihatku tanpa bertanya lagi. Aku masih terdiam dan tak mampu menatapnya kembali,"Astaga , kenapa gue gak jujur aja si?"seruku dalam hati,"Oiya, kayaknya aku sudah harus balik lagi ke Villa, kamu hati-hati ya di sini, kalau ada apa-apa hubungi aku aja"..."Dah ..."lanjutku

Bunga hanya meng-iya-kan ucapanku lalu mengantarku keluar rumah tanpa mengatakan apa-apa lagi selain melambaikan tangan.

Di sepanjang jalan aku terus menerus menyesali sikapku tadi, aku menyesal karena tidak berterus terang akan perasaan cinta yang masih tersimpan di hatiku untuk Bunga,"Bego banget sih ...!! Padahal tadi itu tinggal sedikit lagi gue bisa ngungkapin semuanya. Hah ... Pandu, Pandu, disimpan di mana si keberanian lo itu!!"gerutu di sepanjang jalan.

**

Jam menunjukan pukul sebelas malam, aku kebingungan mencari ponselku yang hilang entah kemana. Dimas yang juga membantuku mencari pun tidak menemukannya, lantas aku menghampiri Riki yang sedang menonton tv,"Rik, lo gak liat hape gue?"tanyaku serius

"Gak, emang kenapa?"Riki balik bertanya

"Hape gue ilang gak tau kemana"ujarku

"Lo inget-inget aja, siapa tau lo lupa naronya di mana atau ketinggalan di mana gitu"seru Riki

Aku terdiam dan mengingat-ingat ,"Hem ... Gak mungkin gue lupa naronya di mana. Ketinggalan? Tapi di mana?"..."Oh, atau jangan-jangan ketinggalan di rumahnya Bunga? Gue yakin, pasti ada di rumah Bunga"celotehku dalam hati lalu bergegas pergi keluar meninggalkan Riki

"Woii ... Mau kemana lagi lo?"seru Riki.

Aku kembali mendatangi rumah Bunga untuk memastikan ponselku yang hilang ada di rumahnya. Setibanya di rumah Bunga, aku mendengar suara jeritan Bunga dari dalam, aku pun panik dan mengetuk-ngetuk pintu rumahnya tetapi sama sekali tidak dibuka, aku semakin panik dan mendobrak pintu rumah Bunga

Bruukk ...!

"Bunga, Bunga kamu di mana?"seruku memanggil Bunga

"Du, Pandu ... Tolong aku."seru Bunga di suatu ruangan

Cepat-cepat aku masuk ke dalam dan menuju kamar yang tertutup,"Bunga , apa kamu di dalam?"tanyaku dibalik pintu

"Iya, tolong aku, di sini ada ular, aku gak bisa buka pintunya, aku takut ... Hik!"ujar Bunga

"Apa? Ular? Ka-kamu tenang dulu ya, aku masuk."ucapku

Pelan-pelan kubuka pintu kamarnya. Di sudut ruangan sebelah kanan sudah kulihat ada Bunga yang ketakutan, sementara ular yang cukup besar itu berada di depannya. Aku berusaha mencari cara untuk mengeluarkan ular itu. Setelah beberapa menit berlalu akhirnya aku bisa mengeluarkan ular itu. Aku menghampiri Bunga yang masih ketakutan, aku memeluknya dan menenangkannya, "Ularnya sudah kukeluarkan jauh-jauh dari rumah ini, kamu jangan takut lagi ya"ujarku

Bunga membalas pelukanku erat-erat,"Aku takut, Du ... Kalau gak ada kamu mungkin aku udah mati, hik!"ucapnya sambil terisak

Aku memeluknya semakin erat dan mengajaknya duduk di tempat tidur. Aku kembali merasakan getaran itu, sepuluh tahun yang lalu, cinta kecilku,"Kamu gak usah takut lagi, ada aku di sini"ujarku

"Du, aku gak mau tidur di rumah ini sendirian, aku takut kalau ular itu datang lagi."celotehny a.
Aku berusaha mencari solusinya, lalu tiba-tiba muncul sebuah ide di benakku,''Bunga , gimana kalau kamu menginap di Villa saja sama aku''seruku

''Sama kamu?''tanya Bunga salah mengartikan apa maksudku

''Iya, maksud aku kamu tidur di kamar aku dan aku bisa tidur di kamar teman aku, gimana?''tanyak u

Bunga menganggukan kepalanya, lantas setelah aku menemukan handphoneku di rumhanya Bunga, aku segera mengajaknya ke Villa.

Bunga terlihat senang ketika kuajak bermalam di Villa, aku pun semakin ingin terus menjaganya, apalagi setelah kejadian ada ular di rumahnya tadi benar-benar sangat membuatku khawatir.

Setibanya di Villa aku langsung menyuruh Bunga untuk masuk. Dimas yang belum tidur menghampiriku dan Bunga, Dimas kaget ketika melihat kehadiran Bunga yang sudah ada di dekatku, ia memperhatikan Bunga dari atas sampai bawah tanpa berkedip sedikit pun, lantas aku mengkemplang kepalanya agar bersikap sopan kepada Bunga,''Woiii ... Biasa aja dong ngeliatnya''ser uku

''Eh ... Sory, sory, gue cuma mau mastiin kalau cewek yang ada di depan gue ini beneran manusia, bukan bidadari ... Hehehe cakeup beneur''ujar Dimas dan Bunga hanya tersenyum

''Huh!! Kalau liat cewek cantik aja mulut lo manis banget, gue sumpahin kena diabetes!!''ser uku

''Yaelah emangnya gue malin kundang pake di sumpahin segala''diam sejenak sembari tersenyum kepada Bunga''Kalau boleh tau nama kamu siapa, hehehe kenalin nama aku Dimas Anggara tipe KW, kalau kamu??''celotah Dimas sambil mengulurkan tangannya

''Namaku Bunga, aku temannya Pandu''ujar Bunga membalas uluran tangan Dimas

''Udah, udah!! Jangan lama-lama salamannya, Bunga harus istirahat, inikan udah malam''diam sejenak,''Bunga , kamu istrahat ya, kamarnya disebelah sana''jelasku, Bunga pun berjalan menuju kamarku dan masuk, sementara Dimas keheranan kenapa Bunga bisa istirahat di Villa
''Du, lo udah gila ya? kenapa tu si Bunga bisa tidur di sini? Dikamar lo lagi, kenapa gak di kamar gue aja?''Dimas mulai ngawur

''Heh, awas ya kalau lo macem-macem, gue sengaja ajak Bunga menginap di sini karena gue khawatir sama dia, tadi pas gue kerumahnya tiba-tiba Bunga menjerit karena ada ular di kamarnya''

''Emangnya gak ada siapa-siapa di rumahnya?''tany a Dimas

''Bunga cuma sendirian, Dim, makanya gue ajak dia ke sini karena gue gak mau terjadi apa-apa sama dia''

''Ciecieee ... Kayaknya gue merasakan ada getaran-getaran cinta nih di sini, ahaaaaydeuh''uj ar Dimas meledekku

''So tau lo!! Oiya, gue tidur di kamar lo ya?''pintaku

''Hem ... Oke, tapi ada syaratnya''ucap Dimas

''Syarat? Syarat apaan si?''tanyaku

''Lo harus pinjemin gue motor gede lo itu besok, karena gue mau ngecengin cewek-cewek cantik yang ada di sini, gimana??''

''Dasar lo anak Haji Muklis baplang!! Anak Haji tapi kelakuannya kaya kucing garong!! pake ajah sanah sampai bokong lo tepos!! Udah ah, gue mau tidur''

''Ahaaahaahaaha a ... Yes, yes, yes!! Thanks yaa. asik besok gue pake motor keren.. Hahaha''

Akhirnya aku pun tidur di kamar Dimas yang dipenuhi dengan berbagai macam bau yang tak sedap. Terpaksa kusemprotkan minyak wangi termahalku ke seluruh ruangan kamarnya.

**

Jelang pagi ini aku sedang berusaha menyiapkan sarapan pagi untuk Bunga, sepiring nasi goreng pun siap kuantarkan ke kamarnya, walau pun aku tahu rasanya tidak terlalu enak, tetapi dari hati yang terdalam aku ingin memperhatikanny a.

Sementara itu di kamar Riki, ia tengah sibuk memutar-mutar air keran di kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, sepertinya rusak,''Sialan! ! Pake rusak segala lagi, ni Villa apa si sebenarnya? Pasilitasnya kok gak berkelas banget!! alamat numpang mandi nih di kamarnya si Pandu.''seru Riki, ia pun lalu keluar dari kamarnya menuju kamarku untung menumpang mandi, Riki tidak tahu kalau ada Bunga di sana.

Tok ... Tok ... Tok ... !

Riki mengetuk pintu kamar, tiga kali ia mengetuk namun tidak dibuka, lantas ia memegang gagang pintu dan memutarnya, ternyata Bunga tidak mengunci pintu itu, lantas Riki langsung masuk tanpa permisi. Betapa kagetnya Riki yang melihat ada seorang perempuan tengah menyisir rambutnya di depan kaca yang tak lain adalah Bunga. Bunga pun tak kalah kagetnya, spontan Bunga melempar sisir yang dipegangnya ke arah Riki dan terkena mata kanannya,''Aaaa aa ... Mata gue!! Heh!! Siapa si lo? Ngapain lo ada di sini? Lo salah masuk kamar ya?''tanya Riki marah-marah

''Ma-maaf, aku gak sengaja''ujar Bunga panik

''Gak sengaja gimana!! Lo liat ni mata gue, sakit tau!!''diam sejenak dan menghampiri Bunga, Bunga yang sedikit panik dan takut itu pun berjalan mundur menjauh dari Riki, hingga akhirnya Bunga pun tersudut di antara tembok kamar,''Kamu mau apa?''tanya Bunga. Riki memperhatikan wajah Bunga sambil memegang mata kanannya,''Kaya knya gue pernah liat lo deh, tapi di mana ya??''ucap Riki sambil mengingat-ingat sesuatu

''Mungkin kamu salah orang, kita belum pernah ketemu sebelumnya kok''jelas Bunga.

Sedang sibuknya Riki mengingat-ingat sesuatu yang pernah dilihatnya itu, tak lama aku pun bergegas menuju kamar Bunga dengan membawa sepiring nasi goreng yang sudah kusiapkan sedari pagi tadi. Kulihat pintu kamar itu sedikit terbuka, hatiku mengatakan mungkin Bunga sudah bangun dan keluar kamar tanpa menutup kembali pintu kamarnya,''Seba iknya gue simpan aja nasi goreng ini di dalam, biar pas Bunga masuk lagi ke kamar dia pasti akan kaget dan senang karena sudah ada nasi goreng untuknya, ya ... Gue simpan aja di dalam deh''seruku. Lantas ketika kumasuk, aku kaget melihat ada Bunga dan Riki sedang berduaan di kamar, nasi goreng specialpun terjatuh, prakk ... Pikiranku berkeliaran kemana-mana. Aku langsung menarik baju Riki dan menghantam wajahnya dan terjadilah perkelahian di dalam kamar

Brukk ...

Kupukul mata kanannya yang tengah kesakitan karena terkena sisir tadi dan ia pun tersungkur ke lantai, namun anehnya Riki sama sekali tak membalas pukulanku itu,''Kenapa lo bisa ada di sini? Hah!!! gue peringatin ya sama lo, lo jangan macem-macem sama dia, ngerti lo!!''cetusku

''Sudah hentikan ... Pandu!! Kamu tuh apa-apan sih?''ujar bunga menarik tanganku dan membantu Riki bangun,''Kamu tuh salah paham, Duuu ...''lanjut Bunga

''Salah paham apanya si? Jelas-jelas aku liat kamu itu tersudut sama dia!!''seruku semakin naik darah,''Heh, lo jangan diem aja, maksud lo apa tadi??''lanjutk u bertanya kepada Riki meminta penjelasan

''Gue gak ada maksud apa-apa, mana gue tau kalau di kamar lo ada dia!!''jawab Riki, namun aku masih tak percaya begitu saja

''Halaaahhh ... Jangan banyak alesan lo!!''

Brukkk ...!!

Aku memukul Riki lagi, kali ini ada darah yang keluar dari sisi kiri bibirnya. Melihat sikapku yang begitu emosi membuat Bunga mendorongku dan memaki-maki diriku

''Pandu!! Cukup pandu!! Ternyata kamu tuh udah banyak berubah ya, kamu bukan Pandu yang kukenal dulu, kamu kasar ... Aku benci sama kamu!!''seru Bunga marah padaku lalu ia pergi dari kamar dan berlari keluar Villa,''Bungaaa a!! ... Bunga tunggu Bunga ...''teriakku memanggil Bunga. Aku mengejar Bunga keluar dan meninggalkan Riki sendiri di kamar dalam keadaan babak belur

''Cihh!! Ternyata cewek itu namanya Bunga, boleh juga ... Lo liat aja, Du, secepatnya Bunga akan jadi milik gue''ujar Riki dalam hatinya sambil tersenyum sinis yang akan berusaha mengambil Bunga dariku.

Aku masih mengejar Bunga, ia berlari begitu sangat cepat secepat dulu ketika kami masih kecil. Jalan setapak di kelilingi pohon teh serta batu-batu kecil yang berserakan membuatku terpeleset dan jatuh diantara batu-batu kecil itu, tanganku lecet dan berdarah, lumayan sakit, namun aku berdiri kembali dan berlari mengejar Bunga.

Tak terasa langkah kakiku berhenti pas di depan rumah Bunga, kurasa ia ada di dalam, lantas aku pun mencoba masuk dan menemuinya untuk meminta maaf,''Bunga, aku tau kamu ada di dalam, tolong buka pintunya, aku mau minta maaf sama kamu ... aku sama sekali gak berubah, aku masih seperti Pandu yang dulu''seruku, namun tak kudengar suara Bunga menyautiku, kulihat ke dalam dari jendela kaca yang sedikit terbuka, tapi sepi-sepi saja. Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang, lantas aku pun menengok kebelakang dan ternyata itu adalah Bunga,''Apa buktinya kalau kamu gak berubah? Aku tuh liat dengan mata kepala aku sendiri kamu pukul teman kamu tanpa ada sedikit pun belas kasihan, Du, kamu bilang itu gak berubah??''tany a Bunga yang membuatku tak enak hati

''Ta-tapi Bunga, aku ngelakuin itu semua karena ada alasannya''ucap ku

''Alasan? Kamu sendiri gak mau dengerin alasan teman kamu itu, kamu tuh udah slah banget pukul dia sampai babak belur seperti tadi''jelas Bunga semakin marah

''Bunga, aku tuh tau siapa dia dan aku cuma gak mau kamu kenapa-kenapa, itu aja''seruku meyakinkan Bunga

''Udahlah!! Aku tuh gak nyangka ya sama kamu, kamu tuh udah berubah, berubah!!!''cet us Bunga, ia kembali berlari pergi meninggalkanku menuju ke Villa. Aku merasa Riki sudah mengibarkan bendera perang untuk yang ke tiga kalinya padaku, kronologi seperti ini yang selalu dibuatnya.

''Rikiiiiiiiiii i ...!!''teriakku melampiaskan emosi. kemudian aku pun memutuskan untuk kembali ke Villa dengan hati yang kesal.

Dimas yang tidak tahu apa-apa akan kejadian tadi pagi kaget melihat wajah Riki sudah babak belur, karena penasaran lalu ia pun bertanya pada Riki apa yang sebenarnya sudah terjadi,''Rik, muka lo kenapa bisa bonyok kaya adonan apem gitu?? bilang sama gue Rik, siapa yang buat lo babak belur kaya gini, biar gue remes-remes mukanya''ujar Dimas

''Lo mau tau siapa yang buat gue kaya gini?''tanya Riki, Dimas manggut-manggut ,''Yang bikin muka gue kaya gini temen lo, Pandu!!''jelas Riki

Dimas pun kaget dan mengkerutkan keningnya karena keheranan,''Apa ? Pandu? kok bisa di pukul lo sampai kaya gini banget? Lo punya maslah sama dia?''tanya Dimas lagi

''Masalahnya cuma gara-gara cewek yang ada di kamarnya, mana gue tau kalau di kamarnya ada cewek, lagian gue gak nyangka dia bisa tidur sekamar sama cewek, jangan-jangan tu cewek udah di apa-apain sama si Pandu, mungkin dia takut kalau gue bongkar rahasianya, maknya gue dipukul kaya gini''jelas Riki sok tau dan berbohong

''Husssttt, lo jangan asal nuduh gitu aja dong, cewek itu namanya Bunga, semalam Pandu ngajak dia ke sini karena kasian dia sendirian di rumahnya yang ada uler, nahh si Pandu tidurnya sama gue, bukan sama si Bunga''seru Dimas menjelaskan dan meluruskan,''Pa ntesan aja lo dipukulin abis-abisan sma si Pandu, orang lonya aja yang sedeng main fitnah orang tidur berduaan segala''ujar Dimas membelaku

''Yang pasti gue bakalan ngerebut cewek itu dari Pandu!!''ucap Riki, Dimas yang mendengarnya hanya geleng-geleng kepala.

Bunga yang masuk kembali ke dalam Villa langsung mencari Riki, hingga akhirnya ia melihat Riki sedang duduk bersama Dimas pun langsung dihampirinya dengan membawakan air dingin dan handuk kecil untuk mengompres luka Riki

''Ehem ... Masih sakit ya?? Maaf ya, gara-gara aku kamu jadi dipukul Pandu kaya gini, maaf banget yaa, aku boleh ngobatin luka kamu kan, untuk tanda maaf aku ke kamu''celoteh Bunga di hadapan Riki dan Dimas

''I-iya, boleh ... Ini semua bukan salah kamu kok, ini semua salah aku karena main masuk ajah ke kamar itu''ucap Riki

''Sebenarnya permaslahannya itu kaya gimana si? Kok gue jadi ketinggalan info gini''gerutu Dimas dalam hati

''Enggak kok, kamu gak salah, Pandu emang udah keterlaluan sama kamu''...''Oiya , kenalin nama aku Bunga, kamu?''tanya Bunga

''Aku Riki, senang bisa ketemu dan kenal sama cewek secantik kamu Bunga''celoteh Riki mulai berusaha mendekati Bunga.

Aku yang sedari tadi memperhatikan Bunga dan Riki dibalik tembok hanya bisa bersabar dan mencoba meredam amarahku demi Bunga. Karena tak kuat hati melihat Bunga dan Riki bisa sedekat itu, aku pun memilih untuk keluar Villa mencari sesuatu yang bisa mendamaikan suasana hatiku.

Waktu menunjukan pukul sembilan malam, keadaan di luar sedang hujan, aku tak perduli seberapa dinginnya tubuhku untuk menghilangkan rasa perih di hatiku ini, aku berharap Bunga menghkawatirkan ku, tapi aku tak tau bagaimana mengetahui semua itu, aku berharap Bunga bisa memaafkanku, tapi aku tak mau memaksanya, aku berharap Bunga tau kalau aku tak pernah berubah, hatiku, cintaku dan rasa sayangku masih untuknya, tapi aku tak berani menjelaskan semuanya, aku memang bodoh.

**

Beberapa hari ini Bunga terlihat semakin betah berada di Villa, namun semakin hari Bunga semakin dekat dengan Riki dan semakin jauh denganku. Aku tak bisa terus-terusan melihat Bunga dan Riki bercengkrama dan tertawa bersama, sementara aku di sini menahan rasa cemburu.

Dimas mengajakku berkeliling kebun teh yang ada di belakang Villa, lantas aku yang memang merasa jenuh pun ikut dengannya, tak banyak yang bisa kulakukan saat ini, hanya bisa menyendiri dan mengenang masa lalu.

''Du, Pandu!! Lo kenapa si diem aja kaya anak yang terbuang??''tanya Dimas

''Yang terbuang itu perasaan gue Dim ...''jawabku

''Perasaan? Perasaan yang mana? Perasaan gue si baik-baik aja dan gak gue buang''seru Dimas bicara tak tau apa maksudku

''Lo gak tau apa-apa tentang perasaan gue Dim, yang tau cuma gue''

''Yaelah kenapa jadi melow kaya gini si?? Kita kan liburan ke Villa ini mau happy-happy, bukan mau galau-galauan'' celoteh Dimas, tapi kuhiraukan.

Kualihkan pandanganku ke arah samping, kulihat ada Bunga dan Riki di sana, mereka sedang asik bermain layang-layang. Tanpa kusadari Dimas memperhatikaku, Dimas menyadari kecemburuanku terhadap Riki, lalu Dimas menepuk pundakku dan berkata,''Sekar ang gue tau apa maksud lo, Du, gue ngerti kenapa dulu lo pukul Riki sampai babak belur, lo pasti gak mau kan Kalau Bunga di rebut sama dia, dan nyatanya sekarang Riki memang sudah bisa mngambil hatinya Bunga, yang sabar ya Bro''tutur Dimas yang sudah memahami apa yang sedang kurasakan.

''Aaaaaaaa ....''

Teriak Bunga yang terjatuh terperosot jke dalam sebuah lubang yang cukup dalam, kulihat Riki hanya meminta tolong tanpa berbuat apa-apa, aku pun langsung berlari untuk menolong Bunga yang diikuti oleh Dimas di belakang

''Bungaaaa ... Bunga kamu gak apa-apa kan??''teriakku dari atas lubang itu, namun Bunga tak menjawab panggilanku, kupikir ia pingsan di dalam lubang itu, aku nergegas turun dan menyelamatkan Bunga. Bunga pun sudah berada di atas, lalu dengan liciknya Riki membawa Bunga ke Villa tanpa menungguku naik ke atas. Dimas menarik tanganku dan memberitahukan kalau Riki sudah membawa Bunga ke Villa. Aku dan Dimas pun kembali ke Villa untuk memastikan keadaan Bunga baik-baik saja.

Ketika aku sudah berada di kamar di mana Riki membawa Bunga ke sana, aku sudah melihat Bunga telah sadarkan diri, dan aku pun mendengar ia mengucapkan terimakasih kepada Riki karena ia berpikir Rikilah yang sudah menyelamatkanny a,''Makasih ya Riki, kamu udah nolongin aku tadi.''ujar Bunga

''Iya sama-sama, itu semua aku lakin karena kau sayang sama kamu Bunga''jelas Riki mengucapkan kata-kata yang seharusnya aku ucapkan kepada Bunga. Mendengar ucapan Riki, Bunga tersenyum, sepertinya ia begitu senang akan ungkapan Riki tadi, karena tidak terima dengan semua yang sudah Riki lakukan terhadapku, aku pun menerobos masuk ke dalam dan berusaha meyakinkan Bunga kalau apa yang dikatakan oleh Riki itu hanya bualan semata

''Bohong!! Kamu jangan percaya sama dia Bunga, dia gak benar-benar tulus sayang sama kamu''seruku, Dimas mencoba meredam emosiku

''Maksud lo itu apa? Kenapa si lo gak suka banget kalau gua bisa deket sama Bunga? Kenapaaaa? Lo cemburu sama gue?''tanya Riki, tapi tak kujawab

''Cukup Pandu!! Aku tuh gak habis pkir ya sama perubahan kamu sekarang, aku tuh yakin kalau Riki benar-benar tulus sayang sma aku''seru Bunga membela Riki, sementara Riki tersenyum sinis karena merasa menang

''Bunga, harus berapa kali si aku bilang sama kamu kalau aku tuh gak berubah''ujarku

''Pandu!! Aku minta sama kamu pergi!! Aku gak mau liat kamu lagi''Bunga pun mengusirku dari kamarku sendiri, tanpa berpikir panjang lagi aku pun pergi dan membiarkan Riki merasa menang.

**

Sekarang ini aku sudah benar-benar menjauh dari Bunga, karena memang Bunga sendiri sudah tidak mau bertemu denganku, aku berusaha untuk mengubur semua kenangan-kenang an itu, kenangan masa kecilku, masa-masa indahku bersama Bunga, aku berusaha untuk tak lagi memimpikan seorang pendamping yang kumau, karena yang kumau adalah Bunga, sementara ia sudah menganggapku sebuah masalah di dalam hidupnya.

Aku malas beranjak dari tempat tidur, seharian ini aku hanya bercengkrama dengan hayalan-hayalan ku

''Woiii ... lo gak laper apah?? ni gue bawain pisang goreng buat lo, lumayanlah cemilan sehat''...''Bro !! Lo liat dong ni pisang gorengnya, nanti keburu abis sama gue''lanjut Dimas

''Lo makan aja semuanya, yang gue butuhin sekarang ini buka pisang goreng, tapi sebuah keajaiban''ujarku

''Hemm ... Panduuu, Pandu, yang namanya keajaiban gak akan dateng kalau lo cuma diem aja kaya ayam mau bertelor, stidaknya lo ngelakuin sesuatu kek biar keajaiban itu dateng''seru Dimas

''Maksud lo??''tanyaku penasaran dengan kata-kata Dimas

''Du, yang namanya kegagalan itu sudah pasti pernah dirasakan sama semua orang, apalagi dalam urusan cinta, sebenarnya lo itu belum gagal''jawab Dimas yang membuatku kembali bertanya

''Belum gagal? Maksud lo apa si? Jelas-jelas gue udah gak punya harapan lagi buat bisa miliki Bunga, Bunga itu udah kena tipu setannya si Riki Kapret!!''cetusku kesal

''Tapi lo belum pernah ngungkapin perasaan lo ke Bunga kan?? Nah itu artinya lo gak bisa bilang kalau lo udah gagal, lo harus ngungkapin perasaan lo itu ke Bunga, biar Bunga tau kalau lo itu cinta sama dia''celoteh Dimas

''Emang harus ya Dim??''tanyaku lagi

''Yaelah ternyata seorang Pandu yang gue pikir mahir dalam maslah cinta malah membleh bener ya, rasa cinta itu harus diungkapkan, diperjuangkan dan dibuktikan, bukan di pendam kaya tape, saran gue, lo harus ngungkapin perasaan lo ke Bunga sekarang juga''jelas Dimas meyakinkanku

''Sekarang juga ni?? Tapi kan gue belum mandi''ujarku belaga polos

''Yaudah lo mandi dulu, kalau bisa mandi susu di campur buah-buahan plus es batu biar mantep!! Semprull lo!!''Dimas ngelucu dan mengkemplang kepalaku, aku pun bergegas mandi dan mengikuti saran Dimas.

''Apa yang dikatakan oleh Dimas tadi emang benar, Rasa cinta itu harus diungkapkan, diperjuangkan dan dibuktikan, dan sekarang gue harus memperjuangkan cinta gue, ya!!''celotehku dalam hati.

Sore ini juga aku bertekad untuk menemui Bunga dan mengungkapkan perasaanku kepadanya, walau pun ada sedikit kekhawatiran di hatiku namun aku berusaha untuk tetap memperjuangkan cinta yang ada di dalam hati ini.

Lagi-lagi kulihat pemandangan yang tak mengenakan hati, kulihat Bunga menyuapi ice kream ke dalam mulut Riki,''Hemm .. Pandu lo harus tahan, lo harus bisa ngungkapin perasaan lo sekarang juga, tanpa atau ada Riki di depan lo'ya!! Oke ... doain gue ya Dim''ujarku, Dimas mengangkat dua jempolnya untuk menyemangatiku.

Dan tibalah di mana aku akan mengungkapkan perasaanku kepada Bunga, raut wajah Riki berubah menjadi dingin seolah-olah ingin menerkamku,''Ma u ngapain lo ke sini? Lo gak tau malu banget si, jelas-jelas Bunga udah benci banget sama lo!!''merongos Riki, tapi aku pura-pura tak mendengarnya

''Kamu mau apa lagi?? Gak cukup kamu terus-terusan menjelek-jeleka n Riki??''tanya Bunga, tanpa basa-basi lagi aku langsung menutarakan isi hatiku dengan lantang

''Bunga, aku sebenarnya sayangg banget sama kamu, aku masih cinta sama kamu, aku gak pernah mau mencoba ngelupain kamu setelah 10 tahun yang lalu, rasa sayang dan cinta di dalam hati aku gak pernah berubah, itu semua kau lakukan karen aaku percaya suatu saat nanti kita pasti akan bertemu lagi, dan sekarang Tuhan mengabulkan doaku, aku cinta sama kamu Bunga, apakah kamu mau nerima aku lagi jadi pacar kamu seperti waktu kita kecil dulu?''tanyaku mengobrak-abrik suasana

Tak ada jawaban yang keluar dari bibir tipisnya, hanya saja kulihat ada linangan air mata yang bersembunyi di balik kelopak matanya. Tiba-tiba Riki mendorongku dan memaki-maki diriku

''Lo udah gak tau malu sekarang malah nembak pacar orang!! Disimpan di mana si otak lo itu, hah!!''tanya Riki yang menciptakan tanda tanya di benakku

''Pacar orang?? Ma-maksud lo?''tanyaku

''Asal lo tau ya, Bunga itu sekarang udah jadi pacar gue, jelas!!''seru Riki

''Apa benar yang dikatakan Riki itu, Bunga?''tanyaku kepada Bunga, namun bunga hanya menganggukan kepalanya lalu pergi dengan meninggalkan sayatan luka di hatiku.

Betapa hancurnya
Batapa perihnya
Tak pernah kusangka
Tak pernah kuduga

Sekuat-kuatnya seorang laki-laki menahan air mata, namun ketika hatinya tersayat-sayat keadaan maka air mata itu pun akan jatuh dan menetes, meski tak harus terisak, namun hati pasti menjerit. Itulah aku sekarang ini, perjuanganku tak seindah mimpi-mimpi.

Sebagai lelaki yang tahu diri, aku mencoba melepaskan merpati yang sudah tak ingin lagi kurawat, kubiarkan ia mencari pasangannya sendiri tanpa ada ruang pembatas untuk ia pergi.

Ajaklah aku, kepakanlah sayapmu, dari hati kumulai menyadari, tak ada masa depan yang dapat terprediksi, aku harus kuat, tabah dan menjadi laki-laki sejati.

Selesai
Niaw Shinran
Bogor, 07 Juli 2014

CERPEN ~KARENA AKU MILIKMU~



KARENA AKU MILIKMU
Oleh: Niaw Shinran

Present ...

Dapat diberi kesempatan untuk merasakan bagaimana menjadi seorang istri itu tidak mudah, tak banyak pula wanita yang benar-benar siap untuk menjalaninya, termasuk aku.

**

Bagai daun yang terbawa angin, membiarkan dirinya terbawa pergi ke satu arah tanpa tahu akan berhenti di mana, bila hembusan angin terhalang oleh sebuah tebing yang tinggi, maka daun itu akan terjatuh dan merelakan dirinya terbentur, ia memang tak menagis, tapi kita tahu apa tentang rahasianya?

Kubuka lembaran baru di dalam hidupku bersamanya, seseorang yang meminangku dua minggu yang lalu, kurasakan ada sesuatu yang menahan hatiku untuk mencoba belajar untuk menjadi seorang istri yang patuh kepada suaminya, dikala ia memintaku untuk merapihkan dasinya, dikala ia memintaku untuk membuatkan kopi untuknya, dikala ia memintaku untuk duduk berdua dengannya dan dikala ia memintaku untuk menemani tidurnya, apakah semua itu harus selalu ia pinta? Bukankah tanpa harus dipinta pun seorang istri seharusnya melakukan tugasnya untuk melayani suaminya? Lalu apa yang membuatku pura-pura tidak tahu akan hal itu? Mungkin kah aku masih belum siap menjadi seorang istri?

Aku takjub kepada suamiku, mas Gilang. Ia tak pernah bosan menasehatiku untuk belajar menjadi seorang istri yang baik dan shalehah, ia tak tahu betapa aku kagum padanya, akan tetapi hatiku selalu berkata jika aku belum pantas dan siap menjadi seorang istri. Pagi itu mas Gilang menghampiriku di meja makan, ia terlihat senang karena baru kali ini aku menyiapkan sarapan untuknya

''Wahh, kamu menyiapkan semua ini Luna?''tanyanya sembari melihat semua masakanku

''I-iya, ini semua aku yang nyiapain''jawabku sedikit terbata

Segera mas Gilang menyodorkan piring kosong padaku, sepertinya ia benar-benar ingin aku layani dengan tulus, tetapi aku hanya diam dan pura-pura tak melihatnya, lantas mas Gilang menyimpan piringnya kembali dan mengambil nasi dan lauknya sendiri. Tak kulihat ada kekecewaan di wajahnya, ia tetap tersenyum dan memakan makanan yang kumasak,''Ya Tuhan, kenapa aku masih saja bersikap egois seperti ini? Kenapa perjodohanku dengan mas Gilang masih saja terngiang di benakku? Aku memang belum bisa mencintainya, namun yang membuatku seperti ini adalah ketidaksiapanku menjadi seorang istri''celotehku dalam hati, tak terasa airku menetes, cepat-cepat aku menghapusnya karena tak ingin mas Gilang melihatnya

''Luna, kok kamu gak makan si? Ayo dong kamu juga harus makan, kamu sakit?''tanya mas Gilang melihatku

''I-iya mas, ini juga aku mau makan kok''ujarku mencoba tak melihat balik ke wajahnya
''Kuharap mas Gilang tidak pernah mengetahui akan apa yang selama ini aku sembunyikan''ucapku dalam hati

''Oiya Luna, nanti siang mas mau ajak kamu ke rumah pak Umar yang ada di Bogor, kamu mau ya?''ajaknya

''Pak Umar? Pak Umar yang mana ya? Untuk apa kita ke rumahnya?''tanyaku

''Masa kamu lupa si? mas berencana untuk membeli tanah miliknya di Bogor dan kita bangun rumah di sana''jelas mas Gilang yang membuatku kaget

''Apa mas? Jadi kita akan bangun rumah di Bogor dan kita akan tinggal di sana?''tanyaku lagi

''Iya, kita kan sudah membicarakan ini sebelumnya, dan waktu mas tanya kamu mau atau enggak jawaban kamu cuma iya, iya dan iya saja, mas pikir kamu sudah setuju dengan rencana ini''serunya

''Mas Gilang maafin aku, waktu itu aku tidak benar-benar menanggapi ucapan kamu karena keegoisan aku''batinku

''Luna, Luna kenapa kamu diam aja? Kamu gak mau kita bangun rumah di Bogor dan tinggal di sana?''tanya mas Gilang lagi

''Mas, maafin aku ya, kayaknya aku berubah pikiran, aku memilih untuk tinggal saja di jakarta''jawabku

''Tapi Luna, mas ingin memberikan kehidupan yang lebih layak untuk kamu dengan membuat rumah yang besar di sana untuk kita dan untuk anak-anak kita kelak''seru mas Gilang

''Anak??''tanyaku spontan

''Iya, untuk kita dan anak-anak kita''ujarnya

Aku terdiam mendengar ucapannya
''Ya Tuhan, begitu perdulinya mas Gilang akan kebahagiaanku, tapi ... Tapi kenaoa aku malah seperti ini?'' Celotehku dalam hati, aku benar-benar tak menyangka mas Gilang akan mempersiapkan semua itu, anak? Aku sama sekali belum memikirkan soal itu, untuk tidur berdua dengannya saja masih kubatasi dengan bantal guling, ''Apakah mas Gilang ingin cepat-cepat memiliki anak dariku?'' lanjutku berceloteh dalam hati

''Mas, makasih banget karena kamu ingin benar-benar membahagiakan aku, tapi kurasa ini belum saatnya mas'' ujarku

''Belum saatnya gimana? mas adalah suami kamu, dan kamu adalah istri aku, jadi sudah sepantasnya dan sewajarnya bahkan memang inilah saatnya mas membahagiakan kamu dengan apa yang mas bisa lakukan dan mas berikan untuk kamu, sebenarnya apa si yang membuat kamu selalu berpikir terlalu panjang dalam memutuskan apa-apa yang mas inginkan? Soal anak, mas gak memaksa kamu untuk secepatnya memberikan seorang anak, karena itu datangnya dari ridho Tuhan, apa kamu merasa tertekan dengan sikap mas yang mungkin kurang perduli dan kurang perhatian sama kamu?'' tanya mas Gilang bertubi-tubi

''Bu-bukan mas, bukan seperti itu, aku cuma gak mau kecewain mas, karena selama ini aku belum bisa memberikan apa yang mas inginkan'' jawabku dengan menyembunyikan yang sebenarnya

Perdebatan kecil itu pun masih terus berlangsung dan berakhir ketika mas Gilang harus segera berangkat kerja, ''Yasudah, kalau begitu mas berangkat kerja dulu ya, kamu hati-hati di rumah, assalamualiakum'' serunya menyodorkan tangan kanan dan lekas kucium

Kupandangi ia dari belakang sampai akhirnya pergi dengan mobilnya, aku tahu mas Gilang pasti memikirkan perdebatan kecil tadi selama di perjalanan menuju tempat ia bekerja, aku menghela napas kemudian kembali ke meja makan dan membereskan meja, mungkin belum waktunya aku berbicara jujur akan apa yang selama ini aku sembunyikan dari mas Gilang, karena aku takut akan menyinggung perasaannya.

Cuaca hari ini lumayan panas, apalagi di tengah siang bolong seperti ini, rasanya aku ingin sekali meminum air dingin, lantas akuke dapur dan mengambil air minum di dalam lemari es, kulihat persediaan makanan sudah hampir habis, cepat-cepat aku meneguk air dingin yang sudah ada di tanganku lalu mengambil dompet di kamar dan segera kulangkahkan kakiku ke luar menuju super market terdekat tanpa harus mengeluarkan mobil. Setibanya aku di super market, aku melihat ada seorang laki-laki yang mirip sekali dengan Aldi, lebih tepatnya Aldi adalah mantan kekasihku yang kutinggalkan karena harus menikah dengan mas Gilang, aku mencoba untuk memastikan apakah itu benar Aldi atau bukan, semakin dekat kulihat dia dan semakin jelaslah siapa laki-laki itu, dan benar saja, ternyata laki-laki itu adalah Aldi. Tiba-tiba Aldi melihatku, lantas aku menjadi gugup dan berusaha menutupi wajahku dengan dompet yang kubawa, ''Jangan sampai Aldi tau aku ada di sini, aku gak mau berurusan dengan laki-laki lain mana pun selain mas Gilang'' ujarku

''Luna ...'' Sapa Aldi yang menghampiriku, aku pun tak bisa mengelak dan pergi begitu saja dari hadapannya
''Luna, aku kangen banget sama kamu, kenapa kamu mutusin aku dan menikah dengan laki-laki yang sama sekali tidak kamu cintai Luna?'' tanya Aldi

''Kamu jangan sok tau, aku mencintai suamiku, dan aku minta sama kamu jangan pernah membahas masa lalu lagi, karena di antara kita sudah tidak ada apa-apa lagi!!'' cetusku

''Luna, kamu kenapa jadi dingin seperti ini sama aku? Aku tuh masih sayang sama kamu Lun'' seru Aldi yang memegang tanganku

''Lepasin tangan aku Al, aku sudah menjadi milik orang lain'' jelasku

''Tapi kamu gak cinta kan sama dia??'' ... '' Lun, aku tahu kamu gak akan pernah cinta sama laki-laki lain selain aku Luna'' serunya membanggakan diri. Aku berusaha melepaskan genggaman tangannya, tapi semakin kucoba melepasnya semakin Aldi memegang erat tanganku. Aku harus melakukan sesuatu, lantas kuinjak saja kakinya dan barulah Aldi melepaskan tanganku dan aku pun berlari pergi keluar dari super market itu

''Lun, Lunaaaa .... Tunggu Lunaaaa!'' teriak Aldi, namun kuhiraukan.

setelah kejadian tadi aku memutuskan untuk pergi ke super market lain dengan memakai mobil. disepanjang jalan aku memikirkan ucapan Aldi yang mengatakan kalau aku tidak akan pernah mencintai laki-laki lain selain dia, ''apakah aku akan seperti itu? Apakah aku tidak akan mencintai suamiku sendiri?'' batinku, ''Ah!! Tidak, tidak, biar bagaimanapun mas Gilang itu suami aku, aku akan berusaha mencintai dia, karena permaslahannya bukan karena cinta, tapi karena ketidaksiapanku menjadi seorang istri, tapi ... Bagaimana aku akan siap menjadi seorang istri kalau mencintai mas Gilang saja aku belum bisa?'' seruku, ''Aku yakin, aku pasti bisa, aku hanya belum berusaha dan masih mementingkan egoisku sendiri, mas Gilang itu sangat baik dan sosok seorang suami yang patut kucintai, ya Tuhan bantu aku untuk menumbuhak rasa cinta dan rasa keperdulianku sebagai seorang istri yang baik kepada mas Gilang, amin'' ujarku.

Hari sudah menjelang malam, kulihat jam sudah menunjukan pukul tujuh, biasanya mas Gilang selalu pulang tepat waktu, tapi entah kenapa malam ini ia telat pulang, mas Gilang telat dua jam

''Assalamualaikum'' ucapnya

''Waalaikum salam'' ucapku menjawab salamnya dan mencium tangan kanannya, kulihat wajahnya begitu kusut dan terlihat capek

Mas Gilang terduduk dan menghela napas sembari melonggarkan dasinya. Aku tak langsung menghampirinya duduk, aku hanya menatapnya dari depan pintu

''Luna, kenapa kamu berdiri saja di depan pintu? Apa tidak ada segelas teh hangat untuk mas?'' tegur mas Gilang, aku pun langsung terbangun dari keterdiamanku dan segera membuatkan teh hangat untuk mas Gilang, ''I-iya mas, sebentar ya'' ucapku sedikit gugup

Di dapur aku seperti orang linglung, aku mencari teh dan gula ke sana kemari, padahal teh dan gula tak jauh ada di hadapanku, lalu aku kebingungan sendiri mengambil sendok, yang kuambil lagi-lagi garpu dan garpu, sebenarnya ada apa denganku? Entahlah. Lima menit aku menyiapkan segelas teh hangat untuk mas Gilang, namun ketika kuhampiri ia di kursi ternyata mas Gilang tertidur, aku tak tega membangunkannya, kuletakan minumannya di meja, aku duduk di sampingnya, kutatap wajahnya, kuusap rambutnya, ada perasaan sedih di dalam hatiku, ada perasaan menyesal di dalam hatiku, aku pun tak bisa menahan air mataku agar tidak menetes, aku merasakan getaran yang belum pernah aku rasakan sebelumnya di mana getaran ini begitu mengguncang hebat kalbuku sehingga menggerakan tanganku untuk mengusap rambutnya dan mencium keningnya, suamiku, mas Gilang

''Hiks ... Mas, kenapa aku begitu bodoh selama ini? Aku lebih mementingkan egoku hanya karena ketidaksiapanku menjadi istrimu, aku meragukan kamu bisa membahagiakan aku dari pada seseorang yang pernah aku cintai, aku meragukan ketulusan yang ada di dalam hati kamu, apakah nanti aku adalah slah satu penghuni neraka dengan alasan tidak mencintai suamiku sendiri?'' diam sejenak dan menyenderkan kepalaku pada pundaknya, ''Mas, maafkan aku mas, aku tak pernah mau berusaha mencintaimu, aku tak pernah berusaha menegaskan hatiku sendiri untuk menjadi seorang istri yang baik, maafkan aku mas, hiks'' air mataku terus menetes, aku kecewa atas sikapku sendiri, aku kecewa akan keegoisanku sendiri, aku kecewa akan hari-hari di mana aku tak menjadi seorang istri yang mas Gilang inginkan.

**

Suara adzan subuh membangunkanku, aku tidak menyadari kalau mas Gilang membawaku ke kamar dari kursi semalam tadi, dan entah apa yang telah mas Gilang lakukan padaku

''Kamu sudah bangun Luna'' seru mas Gilang yang terlihat sudah siap-siap untuk melaksanakan shalat subuh

''Iya mas, kok aku bisa ada di kamar?'' tanyaku

Lalu mas Gilang menghampiriku sembari tersenyum
''Semalam kita berdua ketiduran di kursi, lalu mas bangun dan membawa kamu ke kamar'' jelasnya

''Lalu? Apa yang terjadi?'' tanyaku lagi

''Yang terjadi adalah proses di mana seorang anak bisa terlahir ke dunia'' jelasnya

Deg ... Deg ... Deg ...!

Detak jantungku berdegub kecang, pikiranku melayang ke mana-mana, tubuhku gemetaran dan entah aku harus merasa bahagia atau malah sebaliknya, ''Ya Tuhan, lantas reaksi apa yang aka aku tunjukan kepada mas Gilang setelah ia melakukan semuanya tanpa ijin dariku? Tapi aku tidak pantas marah padanya, karena itu memang haknya, dan mungkin ini memang sudah saatnya'' celotehku dalam hati

''Luna, Luna kenapa kamu diam saja? Kamu marah sama mas karena sudah melakukan semua itu? mas minta maaf ya? Tolong maafin mas'' tanya mas Gilang

Mendengar pertanyaan mas Gilang aku pun menangis, begitu kejamnya aku sebagai seorang istri telah membuat suaminya sendiri merasa bersalah atas sesuatu yang tak pantas dipermasalahkan

''Luna, sayang, maafin mas ya, kamu jangan nangis seperti ini dong, tolong maafin aku, aku hanya melaksanakan tanggung jawab dan janji aku sebagai suami layaknya apa yang sudah aku ucapkan dipernikahan kita'' jelas mas Gilang menjadi sangat menyesal atas apa yang sudah dilakukannya tadi malam

Aku menatap mas Gilang dengan tatapan yang mendalam, aku memeluknya dan mencium tangannya, aku merasa sangat berdosa, dengan apa yang mas Gilang lakukan justru membuka mata hatiku untuk berusaha mencintai dan menyayangi mas Gilang serta memantapkan hati dari ketidaksiapanku menjadi benar-benar harus siap dan selalu siap untuk melayani suamiku lahir dan batin

''Mas, mas gak salah, aku yang salah, hik ... Selama ini aku selalu menolak untuk melakukan apa yang mas lakukan tadi malam ke aku, selama ini aku tidak berusaha menjadi seorang istri yang bisa melayani dan merawat suaminya dengan baik, aku egois, aku selalu merasa belum siap dengan statusku sebagai seorang istri, aku menyesal mas, aku menyesal, hik ...'' ucapku dlam isakan tangis

Mas Gilang terdiam dan memelukku, kudengar ia pun menagis, betapa semakin berdosanya aku
''Mas, maafin aku ya, aku janji akan menjadi istri yang baik dan berusaha untuk mencintai mas dengan tulus, aku janji mas, aku janji'' tuturku terus menerus meminta maaf

''Terimakasih Luna, terimaksih ...'' jelasnya, tak ada kata-kata lain selain ia mengucapkan terimakasih padaku.

Betapa beruntungnya aku memiliki suami yang baik dan rendah hati serta tidak pernah membuatku merasa tersakiti atau dikecewakan, hidup dan matiku memang telah ditakdirkan untuk bersama dengan mas gilang, aku istrinya, aku adalah miliknya.

**

Dua bulan kemudian

''Jadi bagaimana keadaan istri saya Dokter?'' tanya mas Gilang kepada dokter yang memeriksa keadaanku yang akhir-akhir ini sering pusing dan mual

''Selamat ya pak, istri bapak sekarang sedang hamil'' seru Dokter itu membuatku dan mas Gilang takjub dan mengucap syukur

''Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah mendengar doa hamba untuk memiliki seorang anak'' ... ''Sayang, akhirnya kita akan punya seorang anak, aku akan jadi ayah dan kamu akan menjadi seorang ibu'' seru mas Gilang begitu bahagia

''Iya mas, akhirnya doa kita dikabulkan, dan sebentar lagi kita akan segera memiliki anak'' ujarku

Mas Gilang mencium dan mengusap perutku. Kebahagian yang terlihat di wajahnya masih terpancar sampai sepulangnya dari rumah sakit. Mas Gilang pun mulai posesif padaku, aku dilarang melakukan pekerjaan ini dan itu, terkecuali shalat dan berdoa agar calon bayi kami tetap sehat.

**

Sembilan bulan kemudian

Akhirnya yang ditungg-tunggu pun hadir ke dunia, kami dikaruniai seorang anak laki-laki yang tampan, persis seperti ayahnya. Kami memberinama anak kami yaitu 'Muhammad Fallen Allana'.

Awal pernikahanku dengan mas Gilang memang tak seindah pelangi yang tak kunjung hadir, tapi sekarang pelangi itu muncul dan memberikan warna yang indah dengan cara Tuhan memberikan anugerah yang luar biasa kepadaku dan mas Gilang.

''Aku mencintaimu mas, karena aku milikmu.''

Selesai
Niaw Shinran
Bogor, 08 Juli 2014