Jumat, 31 Januari 2014

CERPEN:~Menunggu Ayah~


~MENUNGGU AYAH~
Oleh: Niaw Shin'Ran

Present..

Tak cukup merelakan, sementara hati belum bisa benar-benar mengikhlaskan. Aku yang menunggu, namun aku telah tertipu..

**

Pukul tujuh pagi, hujan baru saja reda, butir-butir kristal yang menempel pada kaca masih betah membuat pandanganku tak jelas keluar jendela. Samar-samar kulihat ada seseorang tengah membersihkan halamannya dari serbuan daun yang terbawa angin. Kupikir aku pun harus melakukan itu, apalagi banyak pepohonan di depan rumahku, sudah pasti daun-daun lebih banyak yang berhamburan di sana.

Langkahku yang akan melesat keluar dari kamar terhenti ketika kupandangi wajah yang kukasihi tengah berbaring tak berdaya. Segera aku menghampirinya, kusapa ia dengan belaian yang lembut "Ibuu.." namun tak ada jawaban. Sekilas nampak
dibenakku akan segala hal yang membuatku takut untuk meninggalkannya dauh dari sisiku, saat itu pula air mataku menetes tepat ke pipinya yang sudah tak lagi lembut, sudah mengkeriput "Ibu, kita tak bisa melakukan apa-apalagi selain pasrah dengan keadaan yang sekarang,, hik!" sedihku, kemudian kupeluk ia erat-erat.

Ibu masih terlelap dalam keadaan sakitnya, umurnya yang sudah terlampau tua membuat ia dilanda sakit-sakitan, aku kasian padanya "Bu, Mila mau keluar dulu ya, halaman rumah kita harus dibersihkan, kalau tidak nanti daun-daun yang bertebaran di luar bisa bertambah banyak" ujarku. Kutarik selimut yang dipakainya sebatas badan sampai sejajar dengan pundaknya. Kukecup keningnya lalu bergegas keluar untuk membersihkan halaman rumah.

Sekilas kulihat keadaan di luar dari jendela kamar tadi memang nampak tidak hujan, namun ternyata masih ada sisa hujan yang turun, Ya. Gerimis. Karna tak ingin menunda pekerjaan, lantas aku bersihkan saja halaman itu di tengah-tengah gerimis "Kuharap setelah gerimis tidak lagi turun hujan, karna kuyakin ayah pasti akan pulang hari ini, aku rindu sekali padamu ayah" ujarku tersenyum simpul memandangi langit. Kusapu sedikit demi sedikit daun-daun itu menjadi tumpukan daun sebelum akhirnya kumasukan ke tempat sampah.

Lelah mulai kurasakan, kuterduduk di atas ayunan tua yang ada di depan rumah. Teringat akan ayunan tua itu dimasa aku masih sangatlah kecil, dimana ayah dan ibu masih kuat mengayunkanku hingga setinggi langit, ah! Tidak! tidak! Mungkin hanya setinggi badan ayah, ya. Kenangan itu tak akan pernah aku lupakan sampai kapanpun.

Letak rumahku pas sekali di depan jalan raya, kebisingan suara kendaraan sudah menjadi irama yang tak bisa kuhentikan. Dari arah selatan kudengar ada suara sirine ambulance. Entah mengapa setiap mendengar suara itu jantungku berdetak kencang tak karuan. Kuberanjak dari ayunan tadi lalu melangkahkan kaki lebih dekat lagi dengan jalan raya. Kupastikan mobil jenazah tadi lewat di hadapanku, namun ternyata kulihat mobil itu berhenti di depan rumah ke dua dari ujung pertigaan arah ke rumahku. "Ya Tuhan, siapa yang meninggal di sana?" gumamku. Tiba-tiba saja aku teringat ibu yang sedari tadi kutinggalkan. Sebelum aku berbalik badan untuk berjalan masuk ke rumah, kudengar ada suara wanita dan anak-anak berteriak.
BRUGGG!!

"Aaa. . ." histeris teriakan itu setelah ada salah satu sepeda motor yang menerobos menabrak pedagang kaki lima. Mendengar teriakan itu jantungku semakin berdetak kencang dan semakin kencang "Ya ampun, kenapa bisa seperti itu? Ada-ada saja. Ckckck" celotehku. Tak mau lebih lama lagi meninggalkan ibu di kamarnya, aku bergegas masuk. Entah mengapa suasana hari ini begitu sangat berbeda, kumerasa ada sesuatu yang akan terjadi hari ini, namun kejadian apa itu aku tak tahu, hanya bisa berdoa semoga tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Sepertinya doaku meminta agar tak lagi turun hujan tidak dikabulkan, lima belas menit setelah aku dari luar tadi hujan pun turun lagi, tetapi tidak sederas hujan dipagi buta tadi.

Tlin! Tling!

Suara nada massage terdengar dari handphoneku. Kuraih dan kubaca "Mila, sepertinya ayah tidak bisa pulang siang ini, mungkin sore nanti baru ayah bisa pulang. Km jaga ibu baik-baik ya" dari ayah. Tak bisa kupungkiri ada sedikit rasa kecewa di dalam hatiku, tapi mau bagaimana lagi? Aku harus menahan rasa rindu ini beberapa jam lagi.

Lagi, aku menghampiri ibu yang masih berbaring lemah, beberapa indranya sudah tidak berpungsi, ibuku 'struk'. Kulihat matanya sedikit berkedip, tak lama lalu ibu bicara "A-apakah ayah su-dah pu-pulang?" tanya ibu dengan cara bicaranya yang sudah tidak selancar dulu.
"Ibu sudah bangun..? Ayah belum pulang bu, tapi ibu tidak usah khawatir, nanti sore ayah pasti pulang" jelasku

"Bagaimana ka-kalau ayah terla-lambat datang?" tanya ibu lagi yang membuatku bingung dengan pertanyaannya

"Datang terlambat? Terlambat karna apa bu? Ayah pasti pulang kok" jawabku meyakinkan ibu

"Ta-tapi ibu su-sudah tidak tahan Mila.." ujarnya lirih, lalu kulihat air matanya menetes dengan perlahan. Aku semakin kebingungan ditambah khawatir dengan keadaannya.
"Ibu kenapa menangis? ayah akan segera pulang kok, kita tunggu saja ya, Mila tahu ibu pasti sangat rindu dengan ayah. Hik" aku menangis. Air mata ini pun menyatu kala kudekatkan pipiku pada pipinya. Selepas kesedihanku hari ini, namun tetap saja aku merasa aneh dengan ucapan-ucapan ibu tadi.

**

Orang yang menilai seseorang dari luarnya saja tidak akan pernah memahami apa yang tengah terjadi pada diri seseorang itu. Entah itu bagiakah? Sedihkah? Atau.. Seseorang itu sedang berpura-pura? Ya, itu yang selalu aku lakukan, tidak menunjukkun kesedihan ini kepada orang-orang yang dianggap tidak wajib tahu akan kesedihanku. Is my live, is my problem.

Siang ini aku berencana pergi ke toko kue milik bibi May. Jauh-jauh hari aku sudah memesan kue tar untuk hari ini, hari ulang tahun pernikahan ayah dan ibu. Aku ingin sekali merayakannya bersama-sama. Setelah pamit kepada ibu, aku langsung bergegas pergi ke toko kue milik bibi May yang letaknya tidak jauh dari rumah, hanya beberapa meter saja.
"Hemm.. Terimakasih ya Tuhan, kau sudah membuat matahari keluar siang ini" celotehku menatap langit yang mulai cerah sembari berjalan dengan hati yang senang. Sesampainya di toko kue bibi May, aku langsung menghampiri bibi May. Kulihat ia sedang sibuk menghitung kue-kuenya yang ada di lemari pendingin. Lalu aku pun menyapanya "Selamat siang bibi May.. Ada yang bisa Mila bantu?" tanyaku. Bibi May menoleh dan tersenyum menyambut kedatanganku "Eh! Mila, tidak! Tidak usah.. Silahkan duduk dulu" sahutnya "Km pasti mau mengambil kue tar itu kan?" tanya bibi May. Aku menganggukkan kepala.
"Sebentar ya bibi ambilkan dulu kuenya" ujarnya

"Di sini sepi sekali" ucapku. Bibi May kembali dengan membawa kue tar itu "Iya Mil, hujan tadi membuat suasana jadi sendu dan mudah mengantuk! Pelanggan-pelanggan bibi saja belum berdatangan. Ini kuenya.." ucap bibi May menyodorkan kue. Kulihat hiasan di atas kue tar itu sangat indah, perfec!

"O iyah, bagaimana keadaan ibumu hari ini?" tanya bibi May yang membuatku menatap wajahnya yang cantik. Aku menghela nafas kecil didepannya sehingga halisnya yang kecil mengkerut keheranan "Kenapa?" tanyanya lagi.

"Tadi ibu menangis bi, dan ibu juga berbicara yang membuatku bingung"
jelasku

"Menangis? Memangnya apa yang ibumu tangisi? Lalu ucapannya yang seperti apa yang membuatmu bingung?" tanya bibi May semakin penasaran. Aku pun menjelaskan semuanya. Bibi May serius mendengarkan penjelasanku, dan tak terasa air mataku menetes di hadapannya.
"Sudah.. Km tidak usah menangis seperti itu Mila, ibumu takut kalau Ayahmu akan terlambat pulang untuk merayakan hari ulang tahun pernikahan mereka, hanya itu saja kok, dan km harus benar-benar menjaga ibumu seperti apa yang dikatakan oleh ayahmu itu. Ya!" lembutnya menasehatiku dan membelai rambut tergeraiku. Lantas aku pun menghapus air mata ini dan beranjak dari tempat duduk untuk segera pulang.

"Terimakasih bibi May, kalau begitu Mila pamit pulang dulu, ibu pasti menunggu Mila di rumah"

"Iya, hati-hati yah. Sampaikan salam bibi kepada ibumu. Kalau ada waktu nanti malam bibi akan menengoknya" serunya. Aku tersenyum lalu melangkahkan kaki keluar dari toko. Baru saja dua langkah kakiku keluar dari sana, tiba-tiba ada segerombolan anak-anak bersepedah mengagetkanku, dan salah satu dari mereka ada yang menambrakku, sehingga aku terjatuh dan kue tar itu pun terjatuh juga, PLUKK!! Semuanya rusak. Aku hanya bisa menatap kue tar itu dengan mata yang berkaca-kaca, sementara anak yang tadi menambrakku dengan sepedahnya sudah lari entah kemana. Aku mulai meneteskan air mata "Hik! Ada apa ini? Kue tar-kuuu.. Semua hancuuur.. Hik! Susah payah aku mengumpulkan uang jajan selama satu bulan untuk membeli kue ini, sekarang kuenya hancuuur.. Hik!" rengekku. Bibi May yang melihat langsung kejadian tadi segera menghampiriku dan membantuku bangun. Tubuhku tiba-tiba melemas seraya mataku terus menatap kue tar yang sudah hancur itu. "Kue tar-nya hancur biii.. Kue tar-nya hancuurr, hik!" aku masih merengek. Bibi May mengajakku kembali ke dalam toko. Ia memberiku minuman untuk menenangkanku, namun nihil, aku tak bisa memendung air mata ini. "Mila, sudah km jangan menangis lagi, masalah kue itu biar bibi May buatkan lagi ya?" ujarnya.

"Ta-tapi.. Mila gak ada uang simpanan lagi untuk beli kue itu" jujurku. Bibi may menghela nafas kecil dan tersenyum menatap wajahku "Km tidak usah memikirkan hal itu, bibi May kasih kue itu gratis untuk km"

"Benarkah?"

"He'emmm.."

Aku sangat senang akan kebaikan bibi May, aku mendekatinya lalu memeluknya dengan tulus. Bibi May membalas pelukanku "Sudah! Sudah! Tapi bibi tidak bisa buatkan kue itu sekarang, bagaimana kalau nanti malam saja ya bibi antarkan kuenya ke rumahmu? Bukankah acaranya juga nanti malam?" tanya bibi May. Aku kembali menganggukkan kepala. Setelah itu aku pun pamit pulang untuk yang ke dua kalinya kepada bibi May.

Di tengah perjalanan, aku melihat ada dua temanku, Nina dan Tara sedang asik melihat-lihat majalah pasion yang digelar di pinggir jalan. Aku pun menghampiri mereka sebentar sekalian menanyakan tentang beasiswa yang didapatkan oleh Nina kemarin. "Hay Nina, Eh, ada Tara juga, kalian sedang apa?" tanyaku. Nina dan Tara tersenyum simpul "Kita lagi lihat-lihat majalah nih, km habis dari mana?" tanya Nina, sementara Tara masih melihat-lihat majalah itu.
"Aku habis dari sanah.." tunjukku ke arah toko kue bibi May. "O iya, apa benar yang mendapatkan beasiswa itu hanya untuk satu orang di kelas tiga? Tanyaku serius. Nina menganggukkan kepalanya. "Seandainya aku yang mendapatkan beasiswa itu, dan seandainya waktu itu aku bisa menambahkan satu nilai tambahan lagi, pasti.. Pasti aku yaaang, ah! Sudahlah" pikirku. "La, nanti malam kita boleh main kerumahmu kan? Sekalian kita juga mau menengok ibumu, bolehkan?" tanya Tara mulai bicara. "Iya La, boleh ya Laaa" tambah permintaan Nina. Aku diam sejenak. "Bukannya aku mau ngelarang, tapi nanti malam aku mau merayakan hari ulang tahun pernikahan ayah dan ibu di rumah" jelasku

"Memangnya ayahmu sudah pulang?" tanya Tara lagi. Sejenak aku kembali terdiam menahan rasa sedih.
"Nanti sore ayahku pulang kok Ra, aku dan ibu masih menunggunya" jawabku

"Wah, kalau begitu kebetulan sekali. Ajak kita juga dong La, kita juga mau ikut merayakannya. Boleh yaa" pinta Nina lagi. Lagi-lagi aku kembali terpaku oleh permintaan mereka. "Kenapa mereka begitu antusias sekali ingin berkunjung kerumah? Apa dibolehkan saja ya? Lagiankan nanti malam juga akan ada bibi May, kenapa juga Nina dan Tara tidak boleh ikut meramaikan? Baiklah!" ucapku dalam hati. Lantas aku pun memperbolehkan Nina dan Tara untuk datang nanti malam.

**

Menjadi anak sulung itu tidak gampang, apalagi aku mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap ibuku yang sakit. Sementara ayahku pergi bekerja keluar kota untuk mencari uang tambahan biaya cek-up rutin ibu paska kelumpuhan beberapa inderanya. Namun sayang, aku tak tahu ayah ada di kota mana dan bekerja sebagai apa. Biarlah, biar ayah dan Tuhan yang tahu, walau pun beberapa tanda tanya itu selalu bermunculan dibenakku sampai saat ini.

"Ibu, waktunya minum obat" sahutku memasuki kamar ibu dengan membawa beberapa obat yang harus diminumnya setiap hari. Kulihat paras wajah ibu sangat pucat sekali, tubuhnya pun gemetaran, aku langsung merasa khawatir dan segera menyelimuti tubuhnya dengan selimut yang lebih tebal. "Ibu, Ibu kenapa bu? Apa yang terjadi semenjak Mila keluar rumah tadi?" tanyaku. Ibu berusaha untuk menjawabnya dengan susah payah. "Ta-tadi ada yang da-datang kesi-sini. La-lalu ibu su-ruh di-dia pergi lagi" celotehnya. Aku pun mengkerutkan keningku karna keheranan. "Siapa bu? Kenapa ibu suruh dia pergi?" tanyaku lagi penasaran

"Ibu ti-tidak ta-tau.. Ta-tapi dia me-makai jubah putih da-dan pe-nuh de-dengan cahaya" tuturnya. Aku semakin tidak mengerti apa yang sebenarnya ibu katakan. Ibu semakin aneh, dan aku pun semakin khawatir.
"Mungkin ibu hanya bermimpi. Sekarang ibu minum obat dulu ya" ujarku. "Masa iya di sini ada hantu?" pikirku sembari menatap setiap sudut kamar ibu.

Waktu menunjukkan pukul enam sore. Aku dan ibu masih setia menunggu kedatangan ayah. Sekarang ini entah kenapa nomor handphonenya tidak aktif, sementara ibu tak henti-hentinya menyuruhku untuk menghubungi ayah. Aku benar-benar bimbang, aku takut ayah ingkar janji lagi seperti bulan-bulan kemarin. Dihari ulang tahunku ia tidak pulang, begitu pun dihari ulang tahun ibu. Sekarang harapanku dan ibu benar-benar hanya tertuju untuk menunggu kedatangan ayah pulang.
"Mi-mila, berapa la-lama lagi kita ha-harus menunggu a-ayah? I-ibu sudah ti-tidak sabar.." tanya Ibu.

"Iya bu, sabar yah! Mungkin ayah sedang dalam perjalanan pulang, kita doakan saja semoga ayah cepat sampai" jelasku lebih meyakinkan ibu bahwa ayah pasti akan pulang.
"Ibu ta-kut Mila.." sahutnya. Aku menghampiri ibu yang kududukkan di atas kasur.
"Apa yang ibu takutkan bu?" tanyaku mulai tidak kuat melihat paras wajah ibu yang semakin memujat. Aku menangis di hadapan ibu dan memeluknya.
"Apa bu? Apa yang ibu takutkan? Hik! Justru Mila yang takut kalau ibu kenapa-kenapa bu"

"Orang i-itu a-akan da-tang lagi Mila" jawabnya. Aku semakin takut dengan jawaban ibu itu.
"Buu, siapa orang itu bu? Kenapa ibu takut sama dia? Mila pasti jagain ibu, dan sebentar lagi ayah pulang dan akan jagain ibu juga, hik!" setelah itu ibu terlihat sedikit lebih tenang, namun beberapa menit kemudian ibu menjerit histeris dengan nada yang memilukan.
"Aaaaa. . . O-orang itu a-da di-disini. . ." teriak ibu mencoba memelukku, kuraih tangannya untuk bisa memelukku. Aku menangis dan takut sekali akan seseorang yang dimaksud oleh ibu itu. Aku mencoba menenangkan ibu kembali, namun ibu semakin berontak layaknya orang yang sedang tercekik. Aku bingung "APA YANG HARUS MILA LAKUKAN BUU. . ? Hik! MILA TAKUUUT" Aku ikut berteriak. Mata ibu melotot, dan lidah ibu semakin menjulur keluar. Inginnya aku mencari bantuan keluar, namun aku tak tega meninggalkan ibu dalam keadaan yang tidak wajar seperti itu. Sesekali aku menengok ke arah jendela, berharap ada seseorang yang lewat. "Ayah cepat pulang yaaah, hik! Bibi May, Nina, Tara. . . Cepat ke sini, aku butuh bantuan kaliaaan" gumamku sembari menahan tubuh ibu yang mengejang. Suara kendaraan di luar sana membuat teriakan ibu tak dapat didengar orang, kecuali aku, hanya aku! Nafas ibu semakin tak beraturan, juga degupan dadanya semakin kencang.
"A-ayah.. A-yah mana? A-ayah.. I-bu mau berte-temu dengan A-ayah" ibu kembali berkata-kata.

"Mila tidak tau kenapa ayah belum juga datang buu.. Mila tidak tauu.. Hik! Hik! Ibu harus kuat bu!" pintaku semakin tak tahan mendengar celotehan ibu.
"Milaaa.. I-ibu mau pu-pulang" ujarnya

"Ibu mau pulang kemana buu? Ini rumah ibu, kita harus tunggu ayah, aku sudah menyiapkan kue untuk ulang tahun pernikahan ayah dan ibuuu.." jelasku. Mulut ibu menganga dan matanya semakin terbuka lebar menatap langit-langit seakan orang ditakutinya ada di sana. "Mila, I-ibu ti-dak tahhh...." ... "han!" .... PLUUKK!" tubuh ibu terhempas begitu saja dari pelukanku. Ibu meninggal.
"IBUUU.. Buuu bangun buu, hik! Ibu gak boleh pergi sebelum ayah pulang buuu.. Ibu! Bu! Bu bangun buuu.." Aku menggoyahkan tubuh ibu berharap ia belum meninggal. Namun semuanya telah terjadi, ibu benar-benar sudah tiada. Selama satu jam kebelakang tadi itu aku menyaksikan ibuku kesakitan yang amat luar biasa sakit, nyawanya dicabut oleh malaikat pencabut nyawa, tak sempat aku membimbingnya menyebutkan asma Tuhan. Tak terduga, semuanya terjadi begitu saja. "IBUUUUUUU...." teriakku dengan penuh kekesalan, kekesalan karna yang diinginkan oleh ibu yaitu kehadiran ayah yang tak kunjung datang, juga kekesalanku pada diri sendiri yang belum sempat membahagiaan ibu.

Bibi May, Nina dan Tara datang pada waktu yang bersamaan setelah sepuluh menit ketiadaan ibu, aku masih merangkul jasad ibu di atas kasurnya dengan air mata yang masih bercucuran.

"Kami dattt..." ... "Embak Laras!" ... "Mila!" semua mata tertuju pada jasad ibu, kue tar yang dibawa bibi May terjatuh dan hancur, sama seperti hatiku yang hancur saat ini. Nina dan Tara ikut menangis bersamaku sembari mencoba menenangkanku, sementara bibi May memanggil mobil jenazah yang memiliki suara sirine yang sering membuat jantungku berdetak kencang. Kini mobil jenazah itu sudah ada di depan rumahku dan membawa jasad ibu ke rumah sakit.

Bibi May memelukku, bibi May tak henti-hentinya mengelus rambutku. Aku yang masih syok dan tidak percaya akan semua ini, aku yang dilanda pilu, duka dan lara. Sementara orang yang kutunggu-tunggu belum juga datang, 'AYAH'. Selesai diperiksa oleh dokter, ibu dibawa kembali pulang ke rumah. Bibi May menyiapkan segalanya, bibi May membantuku untuk mengurus jenazah ibu. "Mila, maafkan bibi yang membiarkan km melewati kejadian tadi sendirian" ujarnya

"Bibi tak usah minta maaf, ini semua sudah menjadi kehendak tuhan.. Hik!"

"Mila jangan khawatir, bibi akan temani km sampai selesai.. Bibi janji"

"Makasih bi.. Makasih ya, hik!" . Bibi May kembali memelukku di depan jenazah ibu yang sudah siapa dimakamkan. Namun aku meminta kepada bibi May untuk menunggu ayah terlebih dahulu sebelum ibu di kebumikan. Tetapi bibi May menolak permintaanku.
"Mila, apa km tidak kasian sama ibumu? Jenazah ibumu harus segera dimakamkan" jelas bibi May

''Ta-tapi ayah..??"

"Sudahlah Mila, ayahmu tidak akan pernah datang lagi! Sekarang, malam ini juga kita harus menguburkan jenazah ibumu" gertak bibi May yang membuatku merasa aneh atas sikapnya itu.

"Maksud bibi apa ayah tidak akan datang lagi?" tanyaku penasaran.

"Mila, kita harus segera memakamkan jenazah ibumu" seru bibi May mengalihkan pembicaraan dan tak menjawab pertanyaanku. Kemudian setelah itu ada seorang laki-laki paruh baya menghampiri kami, ia mengatakan kalau jenazah ibu dimakamkan besok pagi saja karena keadaan diluar sedang turun hujan. "Terimakasih ya Tuhan, semoga ayah datang malam ini" celotehku dalam hati. Sementara bibi May menatapku dengan tatapan yang kurasa ada sesuatu yang disembunyikan dariku. Namun entah apa itu.

Aku tak ingin tertidur malam ini, aku ingin menemani jenazah ibu dan menunggu kedatangan ayah pulang. Aku begitu sangat yakin, ayah pasti akan syok melihat ini semua, seperti aku. Nina dan Tara kembali lagi ke rumah untuk menemaniku, sementara bibi May tertidur karna kecapean. Samar-samar kulihat paras wajah ibu dibalik kain putih, aku teringat waktu dimana aku begitu sangat tekun merawatnya, aku suapi ibu saat akan makan, aku basuh seluruh badannya setiap hari agar selalu bersih dan wangi, aku selalu ada untuk ibu. Kini jenazahnya yang ada di hadapanku telah membuktikan betapa berharganya sosok seorang ibu. Aku merasa bahagia bisa merawat ibu.

"Mila.. Ini, kita bawa makanan untukmu dan bibi May. Kalian berdua pasti belum makan kan?" tanya Nina dan Tara menyodorkan makanan. Aku menggelengkan kepada "Aku tidak lapar" ujarku. "Kalian simpan saja makanan itu, bibi May pasti akan memakannya kok" lanjutku.

"Km juga harus makan Mila.." seru Tara

"Nanti saja.." jawabku singkat.
 Nina dan Tara saling bertatapan dan memilih untuk duduk bersamaan didekatku.

**

"Mila, bangun.. Ini sudah pagi, kita harus segera membawa jenazah ibumu ke pemakaman" ujar bibi May sembari membangunkanku dari ketiduranku tadi malam. "Ayah. . Mana Ayah?" tanyaku menanyakan ayah kepada bibi May.

"Mila, ayahmu tidak pulang.. Dia tidak ada di sini" jelas bibi May. Aku kembali meneteskan air mata dan mengalihkan pandanganku pada wajah jenazah ibu.
"Lalu.. Lalu bagaimana dengan ibu bi? Ibu ingin sekali bertemu dengan ayah, hik!"

"Ibumu pasti sudah menemui ayahmu Mila.." jelas bibi May "Ayo Mila, jenazah ibumu akan segera dibawa ke pemakaman" lanjutnya lagi. Dengan berat hati aku merelakan ibu dibawa dan akan dikuburkan. Dengan segala tenaga yang kupunya, aku berusaha beranjak dan mengantarkan ibu ke tempat peraduannya yang terakhir.

Tidak banyak orang yang hadir di pemakaman ibu, kupandangi sekitar pemakaman, berharap ayah tahu aku dan ibu ada di sini. Ketika ibu hendak dimasukan ke liang kubur, aku kembali menangis histeris "IBUUU.. Ibu, ibu kenapa tinggalin Mila sama ayah bu? Ibuu.. Hik!" keluhku. Bibi May menangis melihatku dan berusaha untuk membuatku ikhlas dan merelakan kepergian ibu. Tiga puluh menit berlalu, kini ibu telah ditelan bumi, hanya ada tanah merah yang memumbul di hadapanku. Isak tangisku masih menghiasi pemakaman ibu, sekarang ini hanya ada aku dan bibi May yang masih setia menemaniku. Angin yang berhembus pada pukul sembilan pagi di pemakaman ini lumayan kencang, sampai-sampai kerudung hitamku terbawa angin dan jatuh di salah satu kuburan yang ada disamping pemakaman ibu. Selendangku tepat menutupi batu nisan kuburan itu, lantas segera kuambil. Entah mengapa aku penasaran dengan tulisan yang terukir dibatu nisan itu, dan kubaca dalam hati "Hendra prima bin prima sanjaya" .

Deg ! Deg ! Deg !

Jantungku berdetak kencang, mataku terbuka lebar, mulutku menganga "AYAAAAAAH... Gak! Gak mungkin! Ini bukan kuburan ayah kan bibi May" tanyaku teriak histeris. Bibi May menangis tersedu-sedu, lalu menganggukkan kepalanya yang bertanda kalau itu memang benar kuburan ayah. "Enggak! Ini bukan kuburan ayah! Bibi harus menjelaskan ini semua sama Mila bi.. Hik, ayaaaaah" . Bibi May memelukku lalu menjelaskan semuanya. "Mila, sebelumnya bibi minta maaf sekali sma Mila karna sudah merahasiakan semua ini dari mila. Sebulan yang lalu, waktu kamu sedang menghadiri pensi di sekolah, bibi kerumah untuk melihat konsi ibumu, ketika itu ada mobil jenazah datang membawakan jenazah ayahmu, dia dibawa oleh salah satu teman kerjanya yang bernama pak Alex, dia bilang kalau ayahmu meninggal dunia karna tertimpa tanah longsor. Lalu ibumu menyuruh bibi untuk segera memakamkan jenazah ayahmu karna tidak ingin kalau km sampai mengetahui semuanya, karena ibumu tahu kalau km sangat sayang sekali pada ayahmu. Makanya ibumu dan bibi May merahasiakan semua ini dari km May, dan soal massage itu, itu bibi yang kirim memakai nomor handphone ayahmu atas permintaan ibumu juga, hik! Maafkan bibi ya Mila.." jelasnya. Aku tidak bisa terima keadaan ini begitu saja. Aku beranjak lalu pergi meninggalkan bibi May. Aku berlari sekencang-kencangnya, berharap malaikat pencabut nyawa mengikutiku kemana pun kupergi dan mengambil nyawaku pula agar bisa menyatu dengan keabadian tuhan.

"Ayah, aku menunggumu, namun ternyata aku telah tertipu..."

Tamat
31 Januari 2014
#Niaw_ShinRan

Senin, 27 Januari 2014

CERPEN;~Trouble Couple Sex~


~ TROUBLE COUPLE SEX~
Oleh: Niaw Shin'Ran

Present..

Kekesalan melanda, sementara hati tak bisa berkata apa-apa.
**
Dear Diary, betapa sulitnya menerjang angin yang terlalu kencang hingga menghempaskan tubuhku beberapa kali ke peraduan yang sama, aku sulit menghitung seberapa banyak daun kering yang terbawa angin, mataku perih, debu-debu yang berhamburan tak mengibaku untuk sekejap memejamkan mata. Apakah kau mengerti apa maksudku? Ah! Apa aku harus lebih detail menceritakan kronologinya? Kurasa rangkaian kalimat tadi membuatmu kebingungan. Biarlah, karna kau pun tak akan pernah menjawab apa yang aku tanyakan. Kau hanya sebuah buku. Hahaha.. Maaf, jika aku meremehkanmu, namun tetap saja, aku membutuhkanmu.

Memiliki teman baru tidak membuatku menjadikannya menjadi nomer satu, dimana segala sesuatu yang ada di dalam hidupku dia ketahui. Cukup aku, kau dan Tuhan yang tahu.

Dear Diary, apakah kau tahu sesuatu tentangnya? Akan aku beritahukan padamu. Namanya Elisa, dia cantik, cantik, dan cantik. Hanya itu kelebihannya, tidak ada yang lain. Sepertinya aku lebih cantik darinya, itu menurutku. Bagaimana menurutmu? Hemm, aku selalu saja bertanya padamu, kalau kau bisa bicara, mungkin kau akan berteriak "AKU BUKAN SEBUAH KALKULATOR YANG BISA MENJAWAB SEMUA PERTANYAANMU, BAHKAN JIKA KAU TERLALU BANYAK BERTANYA, AKU AKAN RUSAK DAN MATI!!" haha, kau menyeramkan sekali. Kembali pada topik kita kali ini, Elisa. Ya, Elisa. Dia selalu menjadi nomer satu dimana pun aku berada, terutama di kampus, dia sungguh menyebalkan. Apakah aku harus menyalahkannya? Tapi biar bagaimana pun dia memang OKE.
**
Satu tahun sudah aku mengenalnya, dia semakin menyebalkan. Apalagi setelah kutahu laki-laki yang kusuka dari dulu, Nino, kini menjadi kekasihnya. Hancur, hancur hatiku. Aku tak tahu kapan dan dimana mereka jadian, setahuku mereka kini menjadi 'Best Couple of 2014' , Arrggg! Menjijikkan sekali. Seandainya aku memiliki keberanian untuk mengutarakan perasaan ini kepada Nino terlebih dahulu, mungkin sekarang akulah yang menjadi kekasihnya. Itu pun kalau dia mau menerimaku si. Hmm. Tapi tidak seharusnya Elisa menyerobot bak air yang meluap ke dalam rumah, dia tahu aku menyukainya, dia tahu aku selalu memperhatikannya, dia tahu aku selalu bercerita tentangnya, dia tahu semua tentang Nino dariku. Tak kusangka Elisa memanfaatkanku untuk bisa jadian dengan Nino, Dasar! 'PAGAR MAKAN TANAMAN'. Elisot bekicot moncrot! Kuharap dia tak pernah tahu aku mengatakan itu di dalam hati setiap kali kulihatnya bermesraan dengan Nino di hadapanku.

~Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi.
~Aku tenggelam dalam lautan luka dalam.
~Aku tersesat dan tak tau arah jalan pulang.
~Aku tanpamu butiran debu.

Oh Nino..

Oh Nino..

Aku kecewa sekali, sering aku menangis sendirian di dalam Wc kampus untuk meleburkan kesedihanku. Betapa hancurnya hatiku ketika dihadapkan dengan Nino yang kini sudah menjadi kekasih temanku sendiri, ingin jujur pun aku sudah tak punya keberanian. Hanya bisa membuang muka semata-mata aku tak punya rasa yang lebih kepadanya. Lagi-lagi aku mendustai hati demi Elisa, temanku yang menyebalkan itu.
**
Dear Diary, beberapa bulan lalu, Elisa dan Nino datang kerumah. Untuk apa coba? Katanya si sekedar mampir saja sehabis nonton.
"Lo berdua ngapain malam-malam ke rumah gue?" tanyaku sewot.

"Kita cuma mampir aja kok, kita tadi habis nonton" jawab Elisa.

"Oh" ujarku. Aku sedikit memperhatikan Nino yang sedari tadi hanya terdiam tak bersuara.
"Kalau gtu Gue sma Nino pamit pulang dulu ya La, dah Lala" seru Elisa yang baru saja lima menit duduk lalu pamit pulang bersama Nino. Apa-apan coba? Dia mau panas-panasin gue yak? Pikirku waktu itu. Lalu kuintip kepergian mereka dari balik jendela dengan hati yang kesal. Ending, aku menangis di dalam kamar setelah membanting photo Nino yang ku ambil dari akun facebook miliknya.

Aku masih meratapi kejadian yang sulit kupercaya. Mungkin aku adalah orang yang paling membenci Elisa, biar begitu, aku tak pernah memperlihatkan semua itu. Ketertarikanku kepada Nino berawal dari semasa SMP dulu, waktu itu dia adalah kakak kelasku yang paling tampan dan jago bermain basket. Namun sekarang tinggal kenangan. Elisa dan Nino memang sedang jadi bahan pembicaraan yang hangat di kampus. Apalagi waktu itu mereka kepergok sedang bercumbu di dalam Wc oleh salah seorang petugas kebersihan. Semenjak itu aku tidak hanya merasa jijik kepada Elisa saja, tetapi juga kepada Nino.

Salah satu faktor kenapa aku tidak memperlihatkan kebencianku kepada Elisa adalah karnanya aku bisa meneruskan sekolahku ke Universitas, dialah anak pemilik kampus. Karna itu aku serba canggung, aku mengorbankan perasaanku sendiri demi membalas budi. Pantaskah aku memaki-maki Elisa hanya karna urusan cinta? Tapi kita kan teman, seharusnya dia menghargai perasaanku.

Dear Diary, kuputuskan untuk tetap menyimpan kebencian ini terhadapnya. Siapa tahu semuanya akan terlupakan dengan berjalannya waktu. Biarlah, biarlah dan lupakanlah. Itu yang kini sedang kupelajari. Membiarkan, dan mengikhlaskan segala sesuatu yang sudah terjadi, toh! Mau aku menangis darah pun semuanya belum tentu bisa berubah. Aku tetaplah aku, kehidupanku memang tak pernah bebas dari yang namanya cobaan, khususnya kegalauan. Aku merasa masih sangatlah labil ya Tuhan.

Dear Diary, Tuhan memang tidak akan membaca apa yang aku tulis, tetapi Tuhan tahu apa yang aku rasakan. So, bisa gak ya aku pacaran sama Tuhan saja? Duh! Jadi ngaco deh! Inti dari masalah yang aku hadapi ini apa ya? Lagi-lagi aku bingung, bingung karna tidak tahu jalan keluarnya.

Masalahku yang selanjutnya adalah, ketika Elisa memintaku untuk menyelesaikan skripsinya yang terbengkalai. Mudah baginya untuk menyuruh siapa saja, tak terkecuali aku, temannya sendiri. Tapi aku malah seperti Upik Abu. Sempat aku menolaknya, namun ucapannya terlalu tajam, lagi-lagi Elisa membahas jasanya yang sudah membantuku masuk ke Universitas. Lantas apa yang bisa aku katakan? Selain berpikir beberapa menit kemudian menganggukkan kepala yang bertanda bahwa aku mau membantunya. Ah! Ini benar-benar kekesalan yang sangat mengecewakan.

Tak ada snack atau pun minuman di rumahnya untuk menemaniku mengerjakan skripsi. Dasar pelit! Gue bobol juga isi lemari esnya! Gumamku waktu itu. Hanya sekejap aku merongos, lalu melanjutkan kembali pekerjaan itu. Tiga puluh menit aku terpaku di depan laptop milik Elisa, tiba-tiba kudengar ada suara-suara yang aneh dari balik salah satu pintu kamar. Aku penasaran, lalu kucari asal muasal suara itu. Semakin jelas terdengar suara itu dibalik pintu kamar Elisa. Apa di dalam kamar ada Elisa ya? Pikirku, sementara suara itu masih terdengar. suara apa itu? Gumamku pelan. Suara itu semakin jelas terdengar kencang. Sebenarnya di dalam ada apa si? Gumamku lagi setelah suara itu berhasil membuatku merinding. Karna penasaran akhirnya aku mengintip dibalik pintu. ASTAGA!! Kulihat Elisa sedang bersetubuh dengan seorang laki-laki. Dari ciri-ciri yang kulihat, laki-laki itu tidak lain adalah Nino. Aku langsung menutup pintu dan bergegas pergi dari rumah Elisa. Sejenak aku berhenti di depan rumah Elisa, berusaha menghilangkan bayangan yang kulihat tadi. Tidak kusangka Elisa dan Nino akan melakukan hal itu. Mereka seperti binatang, saling menerkam, menjilat dan meraung-raung. Suara desahan itu masih terngiang di telingaku, ingin sekali aku berteriak.

Dear Diary, lagi-lagi aku harus menyembunyikan semua yang kurasakan, bukan rasa kecewa atau cemburu, tetapi rasa jijik yang masih bersarang dalam pikiranku atas apa yang telah kulihat dengan mata kepalaku sendiri. Dua hari aku tak masuk kuliah, semua itu aku lakukan karna tidak mau melihat wajah Elisa dan Nino paska kejadian itu. Inginnya aku menjauhkan diri dari mereka, namun apadaya, aku masih mempunyai janji kepada Elisa untuk menyelesaikan skripsinya. Sebenci-bencinya aku kepada seseorang, tetapi janji tetaplah janji yang harus ditepati.

Aku melihat Elisa dan Nino sedang duduk di tembokan bawah pohon, sialnya Elisa melihatku lalu menghampiriku.
"Lo kemana aja si La? Dua hari ini lo gak kuliah semenjak pergi gtu aja dari rumah gue" tanya Elisa, Nino hanya tersenyum ketika melihatku sedikit melihatnya. Dasar! laki-laki Sok suci lo! Gerutuku dalam hati. "LALAA.. Lo jawab pertanyaan gue dong! Lo malah ngelamun" seru Elisa membuatku sedikit kaget.
"So-so-sory Sa, kemarin gue lagi gak enak badan, sekarang aja kayaknya gue mau izin pulang deh, gue masih agak sedikit pusing. Kalau soal skripsi lo itu, gimana kalau lo kasih laptopnya aja ke gue, gue kerjain di rumah gue gmana?" ucapku sedikit terbata-bata. Lalu Elisa memberikan laptopnya dan membiarkanku pergi dengan bebas.
**
Dear Diary, Kenapa Nino jadi laki-laki yang menjijikkan ya? Apakah moleknya tubuh Elisa mampu membuatnya tidak bisa mengontrol napsu? Ah! Entahlah! Nino yang sekarang memang sudah berbeda dengan Nino yang kukenal dulu. Ketika aku merasa bosan terus bertatapan dengan laptop dan menyusun bab demi bab skripsi milik Elisa, mouse kulesatkan menuju Image folder yang ada di laptop. Begitu terkejutnya aku melihat banyaknya photo-photo Elisa dan Nino yang sedang bercumbu, aku langsung memejamkan mata dan mematikan laptopnya. Jantungku berdetak kencang, seakan-akan sebentar lagi akan ada paparazi yang mempertanyakan apa yang tadi kulihat dengan paksa. Hmm.. Elisa dan Nino memang The best of the best Couple Sex, itu pantas untuk mereka. Apa yang harus aku lakukan? Aku harus cepat-cepat menyelesaikan skripsi itu, sementara aku tidak ingin membuka laptop itu, untuk menyentuhnya saja aku tidak mau, seolah-olah sudah banyak virus yang membahayakan di dalamnya. Aku mencoba untuk tenang beberapa menit, kuhirup udara segar untuk menyegarkan pikiranku yang hampir saja dipenuhi oleh bayang-bayang seks dari pasangan itu.

Ya Tuhan, aku mohon kepadamu, jangan biarkan aku seperti mereka. Pelan-pelan aku membuka dan mengaktifkan kembali laptop itu. Aku kembali membuat jemariku menekan-nekan tombol kecil persegi empat dengan harapan apa yang sudah kulihat itu tidak mengganggu konsentrasiku.
**
Dear Diary, apakah kau bertanya-tanya mengapa aku tak berusaha untuk menasehati temanku itu? Ya! Tentu saja itu sempat kupikirkan, namun aku terlalu takut, takut jika Elisa beranggapan kalau aku ini lancang karna sudah ikut campur dalam hidupnya. Apalagi masalah itu adalah masalah pribadinya. Baginya mungkin itu bukan masalah besar, makanya dia tidak terlihat seperti orang yang tertekan karna dikejar dosa, mungkin saja mereka melakukan itu semua atas dasar cinta. Cinta? Ada apa dengan cinta? Kok bisa seperti itu? Ah! Orang tua bilang 'Anak muda jaman sekarang susah dikasih tau, dikit-dikit menuruti hawa napsu' begitukah denganku? Mungkin, tapi tidak seperti Elisa dan Nino.

Waktu menunjukkan pukul satu malam, di luar hujan begitu deras, rasa dinginnya membuatku memilih untuk menunda tugas kampus. Suasana rumah kontrakanku begitu sepi, hanya suara hujanlah yang menemaniku malam ini. Kuselimuti tubuhku dengan selimut untuk segera tidur. Baru saja mataku akan terpejam tiba-tiba terdengar ada orang yang mengetuk pintu. Siapa ya tengah malam begini datang kesini? Kaya gak tau waktu aja, mana di luar hujan deras banget lagi! Celotehku dan beranjak pergi untuk membuka pintu. "Elisa..?" seruku melihat Elisa dalam keadaan basah kuyup sembari menangis, dan disekujur rok mininya penuh dengan noda darah. Aku langsung menyuruhnya masuk, kuambilkan handuk beserta baju untuknya. Sementara Elisa mandi, aku menyiapkan Susu coklat untuknya. Dalam hati aku bertanya-tanya tentangnya, entah apa yang membuatnya datang kepadaku dengan keadaan yang seperti itu.
"Thanks ya La, lo udah mau bukain pintu rumah lo buat gue ditengah malam kaya gini, hik" ujar Elisa masih menangis. Aku hanya tersenyum simpul.
"Emangnya lo kenapa si Sa? Lo ada masalah yak?" tanyaku

"Gimana ya La? Gue bingung harus ceritain ini semua dari mana, tadi gue habis makan malam sama Nino" jelasnya

"Ya, terus?" tanyaku lagi

"Trus gue bilang sama dia kalau gue. . . Gue. . Gue Hamil La" jujurnya membuatku terkejut setengah mati.
"APA? LO HAMIL SA? Kok bisa?" tanyaku pura-pura tidak tahu apa yang pernah mereka lakukan, Elisa kembali menangis dan menceritakan semuanya.
"Sebenarnya gue jadian sama Nino karna terpaksa La, karna sebelumnya Nino udah memperkosa gue, hik" seru Elisa yang membuatku tambah terkejut, Elisa semakin menangis.
"A-APA? Jadi Nino udah memperkosa lo? dasar cowok brengsek!! Ternyata dia cowok yang kurang ajar!!" pekikku merongos karna tidak terima Nino sudah memperlakukan Elisa tidak baik.
"Nino minta gue agar gugurin kandungan gue, Nino bawa gue ke tempat aborsi dan maksa gue gugurin kandungan gue, gue gak bisa nolak permintaan Nino, karna jujur gue udah sayang sama dia karna semua yang udah kita lakuin itu bener-bener indah La" serunya. Mendengar jawaban Elisa membuatku malah berbalik jijik padanya.
"Terus kalau sudah begini apa lo masih sayang sama cowok brengsek yang udah perkosa lo dan memaksa lo buat gugurin kandungan lo itu? HAH!?" cetusku menatap tajam Elisa.

"Gue gak tau La, gue gak tau.. Hik! Tapi gue takut kalau Nino ninggalin gue La, gue gak mau kehilangan dia" celotehnya lagi

"Sa! Apa lo gak mikir? Nino tuh udah ninggalin lo tau gak! Buktinya sekarang Nino tuh gak ada kan? Yang ada tuh gue disini bukan Nino Sa, lo harus sadar kalau Nino itu cuma jadiin lo sepah!!" ucapku mencoba meyakinkan Elisa kalau Nino itu jelas bukan laki-laki baik.
"Trus gue harus gimana La? Gue bingung,, gue gak mau apa yang udah gue lakuin sama dia tuh berakhir sampai disini, gue butuh itu La, gue butuh itu" . . . PAKKK!! Aku menampar Elisa "LO BERDUA EMANG COUPLE SEX!! Percuma lo nangisin Nino, dia udah buang lo tau!!" seruku. Aku meninggalkan Elisa di kamar dan memilih tidur di kursi. Isakan tangis Elisa masih terdengar sampai pukul tiga pagi, selanjutnya aku tak tahu, terlalu rumit aku memikirkan masalah itu.

Dear Diary, jangan khawatir kertasmu akan habis oleh ceritaku ini, ending cerita ini sudah hampir terlihat, simpan dulu pertanyaanmu untuk menanyakan happy ending or sad ending, aku akan melanjutkannya kembali.
**
Tok ! Tok ! Tok !
Kuketuk pintu kamar, karna sudah hampir jam dua belas siang Elisa belum keluar juga. Karna terlalu lama menunggu untuk dibukakan pintu, lantas aku masuk. Super syoknya aku melihat Elisa yang masih tertidur dengan keadaan telanjang bulat. Tak ada sehelai benang sedikit pun yang menempel ditubuhnya. Aku menyelimuti tubuhnya dengan selimut lalu membangunkannya. Elisa pun bangun, yang pertama kali ia ucapkan adalah nama Nino dan bertanya keberadaannya kepadaku. Jelas aku tak tahu dimana laki-laki itu, lantas aku menyuruhnya untuk segera mandi tanpa menanyakan mengapa ia bisa telanjang bulat seperti itu.
"Sa, semalam lo abis ngapain si?" tanyaku penasaran. Elisa terdiam, aku menatap wajahnya yang mulai memerah, entah karna malu atau apa. "Gue, gue semalam mimpi ketemu sama Nino trus kita ngelakuin itu lagi La, tanpa gue sadari ternyata gue sampai buka baju" ujarnya. Aku menghela nafas kecil setelah mendengar jawabannya.
"Sa, gue mohon sama lo, berhenti menjadi seorang yang kecanduan seks, gue gak mau hidup lo tambah hancur Sa. Lo harus ngerubah diri lo, lupain Nino dan kontrol hawa nafsu lo itu" pintaku. Elisa kembali menangis dan memelukku.
"La, cuma lo yang tau ini semua, cuma lo teman gue yang benar-benar perduli sama gue, tapi selama ini gue udah ngeremehin lo La, maafin gue ya La"

"Iya, itu juga yang harus lo rubah Sa, gue kan teman lo, bukan Upik abu" cetusku membalas pelukannya

"La, bantu gue untuk ngerubah diri gue, gue benar-benar udah dibutakan oleh cinta yang berisi nafsu belaka, gue malu sama lo La, gue malu, hik!" pintanya

"Iya Sa, pasti gue bantu, asal lo benar-benar mau ngelupain Nino, lo harus sadar kalau dia bukan cowok yang baik buat lo"

"Makasih banget ya La, lo udah mau jadi teman gue. La, untuk satu minggu ke depan gue harap lo ngijinin gue tinggal disini ya?"

"Orang tua lo gimana?" tanyaku

"Sudah satu bulan ini mereka belum pulang dari Amrik, urusan pekerjaan mereka lebih penting dari pada gue" curhatnya

"Jadi sebulan ini lo sendirian di rumah?" tanyaku lagi

"Iya La, makanya gue sama Nino sering ngelakuin itu di rumah"

"Ah! Sudahlah, gue ijinin lo tinggal di kontrakan gue. Sekarang lo lupain semuanya tentang itu. Oke?!"

"Iya La" sahutnya. Entah apakah Elisa benar-benar bisa melupakan semuanya atau tidak, namun yang pasti aku akan membantunya. Biar pun aku sempat kesal karna dia sudah merebut laki-laki yang kusuka, laki-laki yang ternyata tidak baik, laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Aku menyesal sudah pernah membenci Elisa atas ketidak tahuanku itu. Ternyata Nino tidak pantas kutangisi sebelumnya.
**
Dear Diary, betapa malunya aku pernah menceritakan tentang Nino yang sangat baik kepada Elisa. Namun nyatanya Nino tak sebaik yang kupikirkan. Kini Elisa, temanku sendiri telah menjadi korbannya. Aku jadi sedikit merasa bersalah. Apa mungkin semua ini memang salahku? Ah! Aku tidak mau menyalahkan diriku sendiri, toh! Elisa saja tidak menyalahkanku, karna memang aku tidak tahu apa-apa sebelumnya, terutama tentang perkosaan itu. Yang kutahu Elisa dan Nino tiba-tiba pacaran dan menjadi Couple Sex dimataku.

Satu bulan telah berlalu, Aku sungguh bahagia karna Elisa benar-benar sudah bisa merubah dirinya dan melupakan semua yang sudah terjadi selama ini. Kedua orang tuanya masih belum kembali, Elisa memintaku untuk tinggal di rumahnya yang besar sampai kedua orang tuanya kembali. Aku tak mungkin menolaknya, karna aku pun khawatir Nino akan menemuinya dan mempengaruhi Elisa lagi. Selama satu bulan itu juga aku dan Elisa fakum dari kuliah atas permintaan Elisa, ia memintaku untuk tetap menemaninya sampai ia merasa tenang dan benar-benar terbebas dari kejadian kemarin.
"Sa, besok gue mau masuk kuliah. Lo mau ikut?" tanyaku sembari membawa teh hangat untuk Elisa yang sedang mengerjakan skripsinya.
"Lho? Kenapa lo yang ngerjain Sa? Sini biar gue yang selesaikan" ucapku menyerobot laptop.

"Enggak La, ini tuh tugas gue, sory ya gue udah ngandelin lo. Oiya, besok gue ikut lo masuk kuliah ya" ujarnya

"Serius Sa?" tanyaku, Elisa menganggukkan kepalanya. Lalu aku memeluknya dari belakang dengan hati yang gembira.
**
Suasana kampus tak pernah berubah. Ramai dan berisik sekali, tetapi aku sangat merindukan suasana itu. Elisa memintaku untuk tidak terlalu cepat berjalan. Beberapa teman ada yang menyapa dan mempertanyakan kealfaanku dengan Elisa selama satu bulan itu, tapi tidak mungkin aku menjawab jujur.
"La, apa lo ngeliat Nino? Kok gak keliatan ya?" tanyanya sambil melirik ke segala arah.

"Aduh Sa, ngapain juga lo nyari cowok brengsek itu?" ketusku

"Enggak La, gue cuma takut kalau tiba-tiba kita berpapasan sama dia. Gue masih trauma La" serunya. Iya juga sih, gue pun dari tadi gak ngeliat ada Nino di sekitaran kampus. Pikirku.
"Yasudah, yuk kita masuk ke kelas" ajakku. Dengan gerak cepat Aku dan Elisa pun berjalan menuju kelas. Seharian ini di kampus aku dan Elisa tidak melihat Nino, dan itu semua malah membuat kami bertanya-tanya. Sebenarnya kemana dia? Ah! Lupakan laki-laki seperti itu.

Elisa mengajakku ke kantin untuk sekedar minum juice sembari mengobrol. Ditengah-tengah obrolan kami ada seorang laki-laki yang menghampiri dan duduk begitu saja satu meja bersama kami. "Erik? Ngapain lo ke sini?" tanyaku. Erik adalah teman satu kelas bersama Nino.

''Gue cuma mau nanya sama lo berdua, kemarin-kemarin lo berdua gak masuk kuliah barengan itu kenapa? Kok gak ngajak-ngajak gue?" tanyanya serius. Elisa terdiam lalu menatapku. Dari tatapan Elisa sepertinya ia ingin mengatakan jangan aku beritahukan apa yang sudah terjadi.
"Eng.. Gue sama Elisa diajak liburan ke Amrik sama Bokap dan Nyokapnya Elisa, iyakan Sa?" Elisa kembali menganggukkan kepalanya. Akibatnya membuat Erik merasa aneh dengan sikap Elisa yang tidak biasanya seperti itu.
"Sa, lok kenapa diem aja? Ngomong dong! Aneh banget.. Oiya, hubungan lo sama Nino sekarang gmana Sa? Terus Nino sekarang kemana?" tanya Erik yang membuat aku dan Elisa saling bertatapan sambil mengkerutkan kening.
"Heh! Kok lo malah nanya ke kita si? Kan lo tau sendiri selama satu bulan kemarin kita gak masuk kuliah. Seharusnya kita yang nanya sama lo kemana dia!" seruku. Erik menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Tapikan Elisa pacarnya Nino, pasti Lo tau dong kemana Nino kabur, Sa!" jelas Erik. "KABUR?!!" Sahutku dan Elisa secara bersamaan.
"Maksud lo apa si Rik? Kenapa juga Nino mesti kabur?" tanyaku penasaran

"Yee, kok kalian malah ketinggalan info si? Seluruh anak kampus tuh udah pada tau kalau sudah satu minggu ini Nino jadi Buronan polisi akibat dilaporkan udah memperkosa anak tetangganya sendiri, dan sekarang dia kabur, sampai sekarang belum ketemu" jelas Erik. Aku dan Elisa semakin tak habis pikir akan kelakuan Nino.

"Oh, begitu ya, kok Nino jadi seperti itu si Rik?" tanyaku penasaran.

"Yaa setau gue si, si Nino itu emang udah kecanduan sama yang namanya seks semenjak dia di ajak cek'in sama tante-tante karna butuh duit untuk bayar kuliah, gue kasian juga si sama dia, tapi mau gimana lagi, nasibnya emang sudah seperti itu" seru Erik semakin memperjelas semuanya. Tiba-tiba Elisa menangis, kemudian menarik tanganku untuk beranjak pergi lalu pulang.

Elisa mengurung diri di kamarnya selama beberapa jam, ia sempat berkata kepadaku kalau ia sekarang merasa kasian kepada Nino dan ingin memeluknya. Cihh!! Sia-sia saja lo berusaha untuk ngelupan dia Sa, nyatanya hati lo tetap saja tertuju pada Nino. Gerutuku dalam hati. Kubiarkan Elisa mengurung dirinya. Sampai akhirnya malam pun tiba. Hujan turun begitu sangat deras, sementara Elisa belum juga keluar dari dalam kamarnya. Aku mencoba untuk mengetuk pintu kamarnya, namun belum sempat kuketuk, terdengar ada suara orang yang mengetuk pintu dari luar, lantas aku bergegas membukakan pintu itu. Kulihat ada seorang laki-laki yang sudah basah kuyup membelakangiku, aku tidak tahu siapa laki-laki itu, dia memakai sebuah topi dikepalanya.
"Maaf, anda siapa dan mencari siapa ya?" tanyaku. Betapa kagetnya aku setelah laki-laki itu berbalik badan dan memperlihatkan wajahnya. "HAH!! Ni-Nino?! Ngapain lo kesini? Pergi lo!" seruku. Nino tersenyum sinis menatapku.
"Lo gak ada hak buat ngusir gue dari sini. Mana Elisa? Gue kedinginan, gue butuh kehangatan" ujarnya membuatku merinding dan sedikit ketakutan.
"Dia gak ada! Elisa ke Amrik menyusul Kedua orang tuanya. Gue disini untuk ngejaga rumahnya, sekarang lo pergi dari sini!!" pintaku.

"Sejak kapan lo bekerja jadi penjaga rumah orang? Haha.. Kalau memang Elisa tidak ada, berarti lo yang harus puasin gue malam ini" desisnya. BRUKKK!! Aku didorongnya masuk ke dalam dan terjatuh. Hatiku berdetak sangat kencang, aku takut, sungguh sangat takut. Kini Nino berhasil menindihku dengan tatapan mata yang buas. Aku tak bisa berteriak, bungkaman tangannya begitu kuat sampai-sampai aku kehabisan nafas. Nino merajai leherku dan menjilat semua keringatku. Tak lama setelah itu tiba-tiba ada yang datang dan menodongkan pistol ke arah Nino.
"JANGAN BERGERAK!! Lepaskan perempuan itu dan kamu kami tangkap atas beberapa kejahatan yang anda lakukan!" seru salah satu polisi. Lalu tangan Nino pun di borgol. Elisa keluar dari kamarnya lalu memelukku. Lalu Elisa menghampiri Nino dan menamparnya. PAKKK!!
"Hukum laki-laki brengsek ini seberat-beratnya, jangan biarkan ada korban lain yang menderita karna ulahnya! Pergiii.. Bawa dia pergiii..!" teriak Elisa. Nino menatapnya penuh kekecewaan dan penyesalan. Nino pun dibawa pergi ke kantor polisi.

Elisa kembali memelukku sembari menangis, aku pun tak bisa menahan air mata. "La, maafin gue ya, kalau saja gue gak langsung menghubungi polisi, pasti hidup lo akan hancur sama seperti gue, hik!"

"Jadi yang ngehubungi polisi itu lo Sa? Tapi..?" ucapku terhenti

"La, gue tau Nino datang kesini, diam-diam gue mendengarkan pembicaraan kalian. Gue sudah sangat yakin kalau Nino adalah laki-laki yang berbahaya. Dan gue gak mau lo jadi korbannya La.. Maafin gue ya La" keluhnya semakin memeluk erat tubuhku. Sekarang aku sudah merasa tenang setelah tertangkapnya Nino dan kesadaran Elisa pun membuatku benar-benar bahagia.

Dear Diary, banyak sekali pelajaran yang aku dapatkan dari kejadian itu. Tentangku yang sudah salah menilai seorang laki-laki. Tentangku yang sudah membenci temanku sendiri karna masalah perasaan. Tentangku yang dipercaya bisa membuat masa lalu yang buruk dapat terlupakan. Tentangku yang ketakutan akan menjadi korban pelecehan. Tentangku yang kini merasa bahagia atas keindahan di akhir cerita. Sekarang cerita itu akan benar-benar menjadi pengalaman pribadiku yang takkan pernah terlupakan.




Tamat.
20 Januari 2014

Sabtu, 18 Januari 2014

CERPEN:~Aku Ingin Menikah~




~AKU INGIN MENIKAH~

Oleh: Niaw Shin'Ran

Present..

Entah kapan aku akan merasakannya..
*
Apakah karna takdir? Atau hanya suratan nasib hidupku? Berulang kali kutanam benih asmara, namun tak kunjung berbuah. Selama ini aku hanya menjadi seorang wanita yang sederhana, tak pernah mengagumi segala hal yang indah diluar ciptaan tuhan, yang kutahu dunia ini lebih indah dari segalanya. Memiliki masalah yang sering terulang, bagaikan D'javu yang selalu terulang-ulang, bersemi lalu layu, layu lalu bermekaran lagi, entah sampai kapan akan seperti ini. Orang bilang aku wanita yang tak pernah menghargai sosok seorang pria, lantas bagaimana aku dimata tuhan? Apakah aku harus bertahan di dalam kisah yang membuatku tak nyaman? Atau berpura-pura nyaman? Tidak! Aku bukan wanita seperti itu, aku tidak akan pernah bisa dibutakan oleh cinta.

Satu tahun setelah kepergian Zidan dari kehidupanku, aku mencoba membuka hati lagi untuk Alex, namun sayangnya, ternyata Alex selingkuh! Lantas aku tinggalkan dia, hubunganku dengannya hanya satu bulan lamanya, setelah itu, aku mencoba kembali membuka hati untuk pria lain, yaitu Putra. Hubungan kami lumayan cukup lama, namun ketika aku tahu kalau Putra adalah seorang pecandu narkoba, aku tak segan-segan untuk memutuskan hubungan kami. Rasanya aku sudah lelah dengan yang namanya 'Pacaran', aku ingin menikah saja.
**
Aku bosan diCAP sebagai wanita playgirls oleh teman-teman dan tetanggaku, mereka pikir aku wanita yang tak pernah menghargai apa itu cinta, tapi yang jelas, mereka tidak tahu apapun tentang keburukan dan kebaikanku, yang tahu hanya aku dan tuhanku. Sempat aku berpikir, apakah tidak ada lagi pria baik untukku? Ah! Itu pikiran negativeku saja, sementara hatiku mengatakan bahwa suatu hari nanti pasti akan ada seorang pria yang tulus dan meminangku dengan harapan hidupku akan selalu bahagia. Amin.

Beberapa surat undangan sudah kudatangi, tinggal satu surat undangan lagi yang belum sampai pada hari dimana aku harus mendatangi undangan itu. Zidan dan Rani, Zidan adalah cinta pertamaku, sementara Rani adalah sahabatku, mereka berdua sangatlah hebat, berpura-pura baik di depanku, ternyata hati mereka busuk bak buah nangka yang jatuh dari pohonnya. Aku akui kalau Rani memiliki segalanya, jika dibandingkan denganku, aku hanya batu kerikil yang tersusun rapih di halaman rumahnya, sungguh menyedihkan. Mau tak mau, aku harus datang ke pernikahan mereka untuk mengucapkan selamat atas kemenangan mereka yang berhasil membuatku bodoh!
**
Bajuku basah kuyup, setelah kepulanganku dari gedung resepsi pernikahan Zidan dan Rani yang berlangsung begitu mewah dan megah. "Mereka begitu bahagia, aku iri ya tuhan.." ucapku lirih mendekap lutut sembari menatap hujan dari balik jendela, tak terasa air mataku terjatuh dan membasahi permukaan pipi.

Dret! Dret! Dret!

Ponselku bergetar tanda ada pesan yang masuk.
''Selamat malam cantik, gue tau sekarang lo pasti lagi nangiskan?" isi pesan masuk dari Adi. Adi adalah sahabat terbaikku.
"Dari mana lo tau?" balasku

"Jelas gue taulah, barusan gue liat lo lari dari gedung resepsi pernikahan si Zidan brengsek itu ke luar cari taksi dengan paras wajah yang sedih, iyakan?" jelas Adi

"Hemm.. Cuma lo yang tau semua tentang gue Di. Tapi kenapa lo gak ngejar gue? Payungin gue ke!, apa ke!"

"Lo itu larinya udah bisa nandingin laju motor gue tau gak! Baru aja mau gue kejar lo udah naik taksi, pastinya gue gak perlu jadi tukang ojeg payung buat lo Sa.. Hahaha" ledeknya yang lantas membuatku tertawa dan bisa melupakan kejadian tadi.
"Hahaha.. Lo emang paling bisa buat gue ketawa Di, makasih ya" ujarku

"Ya, kembali kasih.. Gue kan sayang sama lo" jujurnya membuatku mengkerutkan kening.
"Sayang? Tumben banget lo ngomong kaya gtu ke gue Di? Haha.."

"Yaudah lupain aja Sa.. Oiyak sory yak gue gak sempet buat tlp lo, sinyal di tempat gue jelek banget, sama kaya lo.. Haha"

"Ikh, gue tuh cantik tauuu.. Banyak cowok yang suka sama gue. Huh!"

"Termasuk gue Sa.. Haha, lupain! Yaudah gue lagi sibuk ni, see you Sania, bye" ujarnya mengakhiri percakapan di sms tadi.

Terkadang aku merasa bimbang akan statusku yang sekarang ini, lajang, ya! Sekarang ini aku sedang lajang. Aku takut tidak ada pria yang mau mencintaiku, menyayangiku, pun meminangku, dan itu adalah sebuah mimpi buruk bagiku, separah itukah? Apa aku sudah tidak percaya lagi akan janji tuhan bahwa setiap insan itu akan diberikan pasangan? Ya tuhan.. Aku takut sekali melupakan itu semua, gumamku. Aku beranjak ke tempat tidur dan mulai terlelap, berharap aku tidak takut lagi akan kehabisan seorang pria yang baik hati. Amin.
**
Pagi ini diberitakan dalam berita melalui televisi, ada seorang wanita yang tega menggunting alat vital kekasihnya, lantaran cemburu karna sang kekasih mengobrol dengan adik kandungnya sendiri. Hah! Berita konyol
"Ya ampun, itu perempuan sadis banget, amit-amit deh, jangan sampai Sania kaya gitu ya tuhaaan" seru Mamah yang menyaksikan berita itu.

"Ada apa si mah? Pagi-pagi udah berisik banget! Bawa-bawa nama Sania sgala lagi" cetusku menghampiri mamah sembari merapihkan baju yang kupakai.

"Itu tuh, kamu liat aja sendiri beritanya, pokoknya kamu jangan seperti itu ya sayang, malu-maluin keluarga tau gak si" mamah nyerocos

"Mah! Mana mungkin aku kaya gitu, mamah tuh ada-ada aja deh! Yaudah ah Sania mau pamit keluar dulu, dah mamah" aku pun keluar rumah. Aku menuju ke tempat pekerjaan Adi, dia bekerja sebagai penyiar radio. Aku senang mengunjunginya, selain tempat kerjanya yang bagus, teman-teman penyiar radio yang lain pun juga asik dan baik, namun aku tak pernah berpikir apakah Adi tidak merasa risi atau bosan akan kedatanganku ini? hmm entahlah!

Aku memilih duduk di sudut ruangan yang tidak terlalu terlihat oleh orang-orang yang berjalan melewati tempat yang kududuki, kuambil sebuah majalah cerpen dari dalam tasku yang berjudul 'My Facebook, My Desire', tulisan dari Niaw Shin'Ran yang mampu membuatku tak bosan-bosan untuk selalu update akan cerpen-cerpen barunya. ah! Forget it!

Aku merasa sudut pandanganku dicuri oleh seorang pria tampan yang duduk di tengah-tengah koridor sana, kuperhatikan dia semakin jelas, jelas, dan ternyata pria itu adalah Adi, "Hah? Itu kan Adi, sejak kapan dia terlihat tampan seperti itu?" tanyaku dalam hati, lantas aku memanggilnya, "Adiii..!!" sahutku, Adi menoleh kepadaku dan menghampiriku. Aku masih memperhatikannya, hingga sampai dia duduk di sampingku.
"Adi, lo Adikan?" tanyaku

"Yaialah, lo pikir gue siapa Sa? Ada yang aneh sama gue?" tanya balik Adi yang merasa keheranan

"Eng.. Gak kok, gak ada yang aneh, cuma hari ini lo keliatan ganteng aja'' jujurku, Adi pun tertawa terbahak-bahak, membuat orang-orang seisi ruangan melihat kami, aku membungkam mulutnya.
"Lo bisa pelanin suara ketawa lo gak si? Malu tau diliatin sma orang-orang" bisikku

"Yaelah Sa, gue tuh udah biasa ketawa sekenceng itu di sini. Oiya, tadi lo bilang kalau gue terlihat ganteng? Emang kemarin-kemarin lo kemana aja? Kok kalau update si sama fansfans gue?" ucapnya kePDan, aku hanya menghela nafas, hmm.. Gue emang baru nyadar kalau sahabat gue ini emang ganteng, pikirku.
"Ah yaudahlah, gue gak ada waktu buat perhatiin muka lo, yang tadi itu cuma kebetulan aja gue liat lo ganteng!" cetusku sambil sedikit buang muka

"Tukaaan, lo ngambek ya Sa? Sory ya gue kan cuma becanda.. Mmmm sebagai tanda permintaan maaf gue, gimana sekarang lo ikut aja sma gue, maukan?" ajaknya

"Emangnya mau kemana? Di luarkan mau hujan"

"Tenang aja Sa, gak jauh kok, kalau hujan kita bisa neduh dulu, ayolah" ajaknya lagi

"Oke gue mau.." ucapku pelan, Adi tersenyum dan menyubit pipiku pelan, dia menggandeng tanganku menuju ke parkiran motornya. Sejenak dia menstater motornya lalu kami pun pergi.

Di jalan aku mendengar Adi berkata-kata, namun aku tak begitu jelas mendengarnya, ada satu pertanyaan yang kudengar darinya.
"Sa, lo gak bosen ngejomblo? Apa belum ada cowok yang bisa naklukin hati lo lagi?" tanyanya

"Gue gak bosen kok, karna gue mau hati-hati pilih pasangan, gue gak mau kaya kemarin-kemarin lagi Di" sahutku

"Baguslah kalau begitu, gue juga gak mau kalau lo salah pilih pasangan lagi Sa" ucapnya penuh perhatian

"Makasih ya Di, lo emang sahabat gue yang paling baik" aku memeluknya "Kira-kira siapa ya cowok yang nikah sama gue dan jadi suami gue Di?" lanjutku bertanya

"Kalau gue gimana Sa?" tanya Adi membuatku melepaskan pelukan tadi. Ngikkk... Belum sempat aku menjawab pertanyaan Adi, motornya berhenti.
"Kita sudah sampai Sa, yang tadi lupain aja, yuk!" ajaknya dan menggandeng tanganku masuk ke dalam gedung. Adi selalu seperti itu, pertanyaan yang belum sempat kujawab selalu dimintanya untuk lupakan, aneh!

"Hah? Lo ngajakin gue kondangan Di? Ihh lo malu-maluin gue aja tau gak!" aku menarik tangannya keluar gedung resepsi pernikahan

"Aduh Sa, gue bukannya mau ngajakin lo ke sini, gue cuma mampir aja karna ada urusan penting sama yang punya IO di sini" jelasnya membuatku bertanya-tanya.

"Hah? Ada urusan penting Sama yang punya IO? siapa yang mau nikah? Lo Di?" tanyaku bertubi-tubi, Adi hanya tersenyum dan menatapku
"Ya, suatu saat gue pasti akan menikah, tapi bukan sekarang, tahun sekarang atau pun tahun depan" jelasnya lagi

"Trus? Lo ngapain nemuin Orang itu? Kan malu banyak tamu" tanyaku lagi

"Ah! Adalah, lo gak usah kepo dulu. Yaudah, kalau lo gak mau ke dalam, gue aja sendiri, lo tunggu di sini, gak lama kok, habis ini gue mau ajak lo ke tempat yang asik, gimana?" tawarnya

"Iya, Iya. Gue nurutin apa kata lo aja deh, awas kalau lama!" gertakku. Adi pun melesat ke dalam menghampiri orang yang ditujunya. Pikiran pesimis plus negativeku kembali bermunculan. Kayaknya Adi bakalan nikah duluan, dan gue gak akan bisa jalan barang lagi sama sahabat gue yang satu itu. Pikirku di tengah-tengah hujan yang mulai menjamah bumi. Sepuluh menit berlalu, aku masih belum juga melihat Adi keluar dari dalam ruangan itu. Aku mulai bosan, aku pun mulai kehausan. Kupaksakan diri pergi ke sebuah warung kecil yang letaknya tidak jauh dari gedung itu untuk membeli minuman. Bajuku lumayan basah, tapi tak mengapa, yang penting aku bisa menghilangkan rasa hausku ini. "Ahh.. Segarnya" kuminum air dalam kemasan yang kubeli. Dibalik hujan kulihat ada orang yang berlari menghampiriku. Bajunya basah, juga wajah tampannya pun terselimuti air hujan, ternyata orang itu adalah Adi.
"Lo kenapa gak nunggu gue di dalam gedung aja si Sa? Kalau lo sakit gimana?" seru Adi yang mengkhawatirkanku.

"Gue haus, di sana gak ada yang nawarin gue minuman, kepaksa deh gue ke sini" jelasku sembari memeluk tubuhku sendiri.

"Lo kedinginan ya Sa? Nih pake jaket gue. Sory ya gara-gara gue lo jadi kaya gini" ujar Adi merasa bersalah, lalu memakaikan jaketnya ke pundakku. Dilain sisi ada anak SMA yang meneduh, dia berbisik kepadaku "Suaminya ya ka? So sweet banget si, hehe" godanya, aku hanya tersenyum, lalu memberitahukan kepadanya kalau Adi bukanlah Suamiku. "Kalau bukan suami berarti pacar ya?" tanya anak itu lagi, aku kembali tersenyum, tak lama Adi melihatku, dia keheranan dan bertanya-tanya.
"Kenapa Sa? Ada yang lucu ya?" tanya Adi. Aku menggelengkan kepalaku.
"Gak, ada kok" jawabku bohong.

"Sa, kayanya kalau hujan sudah reda, gue anter lo pulang aja ya? Gue takut kalau dilanjut jalan lo sakit Sa, gak apa-apa kan?"
tanyanya

"Iya, gue juga pengennya kaya gitu, yaudah kita tunggu sampai hujan reda aja" ujarku. Adi tersenyum padaku, lalu menyandarkan kepalaku di pundaknya, aku seperti memiliki pacar. Ya, pacar.
**
Aku sudah sampai di rumah, diantar oleh Adi setelah hujan reda, kutawari dia mampir ke rumah untuk sekedar minum teh hangat, tapi dia memilih pergi lagi menuju ke tempat kerjanya untuk onair bersama temannya, Wili. Selesai mandi, aku langsung mendengarkan Adi yang tengah onair di tempatnya bekerja. Suara Adi tak begitu besar atau pun kecil, melainkan mendayu-dayu, membuat siapa saja yang mendengarkan merasa ingin didekatnya, terutama perempuan.

"Hy hy hy selamat sore sobat sweet radio semuanya, terutama buat lo lo semua para jiwa muda yang udah stay tune buat dengerin gue pada sore kali, gue sekarang ditemenin sama cowok ganteng yang udah ada di samping gue.. Namanya Adi, kalian sudah taulah yang mana orangnya, penyiar yang ganteng kedua setelah gue, hahaha.. Sehay dong buat Si ganteng Adi, hayy Adi" celoteh Wili yang mulai onair bersama Adi.

"Hay juga abang Wili yang katanya paling ganteng pertama sebelum gue, PD banget lo,, eh asal lo tau ya, gue nemenin lo karna Terpaksa! Lo beruntung udah gue temenin Wil, gue bela-belain gak mampir ke rumah cewek yang gue suka demi nemenin lo!" jelas Adi, lantas aku yang mendengarnya bertanya-tanya tentang perempuan yang disukainya itu.

"Apah? Yang bener? Sory ya, gue gak pernah maksa lo buat nemenin gue Di, atau jangan-jangan lo lebih suka sama gue dari pada sama cewek itu, haha. . Gak nyangka banget ya sobat" seru Wili membuat suasana semakin ceria.

"Ahaha, amit-amit tujuh turunan! Yaudahlah dari pada ngebahas yang gak penting mending kita buka aja tema hari ini.. Temanya adalaaaah?" seru Adi

"Resolusi ditahun ini, nah sobat muda, apa si resolusi atau harapan lo ditahun ini? Kirim lewat sms di 08557001083, atau mention kita di twitter @SweetRadio dengan hanstag Harapanku, oke. Nah kalau harapan lo ditahun ini apa Di?" tanya Wili

"Gue punya harapan gak banyak-banyak Wil, semoga hidup gue semakin penuh dengan kebahagian, dan semoga gue gak jadi Jones lagi, amin"
ucap Adi, aku sedikit tertawa kecil mendengarnya. Sore semakin larut menjelang malam tiba, tak terasa aku pun terlelap. Kubiarkan Adi terus berceloteh untuk menemaniku tidur malam ini.

Rasa lapar membangunkanku dari tidur tadi, kubuka mata pelan-pelan, kutatap setiap sudut kamar "HAH? Gue ada dimana nih?" kulihat tata ruangan itu seperti rumah sakit, dan benar saja, aku sedang berada di rumah sakit memakai baju serba hijau. "Kenapa gue ada rumah sakit? Lho, itukan Adi" kulihat Adi sedang tertidur lelap di sofa, aku menghampirinya, menatapnya, lalu pelan-pelan membangunkannya.
"Di, Adi bangun.. Adiii" sahutku. Adi pun bangun, melihatku ada didekatnya, lalu dia memeluk erat tubuhku dengan paras wajah yang penuh kecemasan. Ya, aku bisa merasakannya.
"Sania, lo gak apa-apa kan? Gue khawatir sama lo, ini pasti gara-gara kehujanan kemarin kan? Maafin gue ya" seru Adi membuatku heran

"Ikh, lepasin gue! Emangnya gue kenapa? Kenapa gue bisa ada di rumah sakit? Bokap sama nyokap gue mana?" tanyaku penasaran, lalu Adi pun menjelaskan semuanya.
"Semalam nyokap lo angkat tlp dari gue, katanya badan lo panas, nyokap lo tau itu karna pintu kamar lo sedikit terbuka, lo ngigo kesana-kemari, ketika itu gue tlp lo tp gak lo angkat Sa, trus gue langsung ke rumah lo dan bawa lo ke sini" jelasnya. Aku menghela nafas kecil, kemudian memeluk balik Adi sebagai tanda terimakasih. Rasa laparku sudah hilang setelah beberapa lelucon yang diucapkan Adi membuatku tertawa.
"Hahaha. . Lo tuh paling bisa buat gue ketawa. Oiya, bokap sama nyokap gue mana?" tanyaku

"Mereka gue suruh pulang Sa, karna ada gue yang nemenin lo di sini" ujarnya

"Makasih ya, lo emang the best buat gue" diam sejenak, tiba-tiba melintas dipikiranku akan kata-kata Adi sewaktu Onair malam tadi "Oiyak, apa bener lo udah gak mau jadi jones lagi Di? Kenapa? Bosan yaaaa?" tanyaku sedikit menggodanya.

"Gue kan cowok normal yang butuh pasangan hidup Sa, kalau terlalu lama Ngejomblo yang ada gue galau terus" jelasnya

"Oh, jadi selama ini lo galau ya.. Hahaha. Memangnya siapa si cewek yang lo suka?" tanyaku lagi penasaran seperti paparazi.

"Kalau lo dengerin gue onair kemarin sore pasti lo tau siapa cewek yang gue suka Sa"

"Gue denger kok, buktinya gue tau kalau harapan lo ditahun ini gak mau jadi jones lagi kan? Emangnya ada yang kelewat ya sama gue, ah mungkin gue lupa" celotehku sambil mengingat-ngingat.

"Yaudahlah Sa, lupain aja gak usah diinget-inget. Kalau boleh tau, harapan lo ditahun ini apa?" serunya. Aku terdiam, menyelisik jawaban yang ada di dalam hatiku.
"Eng.. Gue.. Gue pengen menikah Di, tapi gue belum ketemu sama cowok yang tulus dan mau ngajak gue menikah" jawabku membuat Adi sedikit terkejut.

"Apa itu harapan terbesar lo Sa?" tanya Adi

"Ya, gue bosen pacaran, gue capek pacaran yang gak ada ujungnya. Gue gak mau disakitin lagi. Kalau seandainya cewek yang lo suka itu ngajak lo nikah, apa tanggapan lo Di?
Tanyaku membuat Adi tersenyum simpul

"Kalau emang cewek yang gue suka ngajak gue nikah sekarang, gue akan turutin apa yang dia mau, karna gue juga bukan sekedar mencari pacar, tapi juga calon ibu untuk anak-anak gue. Kalau udah sama-sama suka dan sayang, kenapa enggak langsung nikah, iyakan" jelas Adi membuatku semakin kagum padanya. Namun aku menghela nafas dan merundukkun kepala.
"Hmm, beruntung banget cewek yang lo suka itu Di. Dan itu artinya lo bakalan nikah duluan dong Di? Lo gak mau nungguin gue? Kita nikah bareng-bareng aja yuuu.. Hehe" seruku dengan nada manja. Tiba-tiba saja Adi mendekatiku, semakin dekat dan dekat, kini hidung kami saling bersentuhan, lalu kejadian yang tak pernah kuduga sebelumnya pun terjadi, Emmmuuaach..! Adi mencium mesra bibirku, setelah itu dia memelukku dan membisikkian satu kalimat 'I LOVE YOU'. Jantungku berdetak kencang, aku seperti terhipnotis oleh kecupan itu, aku tak bisa berkata apa-apa, yang jelas saat ini aku tengah merasakan sesuatu yang luar biasa indahnya. "Adi mengecup bibir gue.. Dan gue diam aja, apakah ini bertanda kalau gue juga..?" pikirku bertanya-tanya. Adi masih memelukku, kurasakan debaran jantungnya seakan-akan dia takut kehilanganku. Aku masih terdiam, Adi melepaskan pelukannya, kutatap wajahnya yang tertunduk, tak lama dia menghela nafas kecil, seakan-akan kejadian tadi membuatnya kehilangan banyak energi. Aku ingin bicara sesuatu padanya, namun bibirku beku tak dapat mengatakan apapun kecuali terus menatap Adi dan merasakan sentuhan bibirnya yang masih hangat dibibirku.
"Ma-maafin gue ya Sa" ucapnya tiba-tiba "Gue udah kurang ajar ngelakuin itu ke lo. Gue gak tau lagi gimana caranya untuk buat lo sadar kalau gue tuh suka dan sayang sama lo" jujurnya membuatku tak kuasa menahan haru dan membendung air mata yang terasa panas. Adi masih menundukkan kepalanya, lantas aku mencoba merubah suasana yang lumayan tegang menjadi sedikit rileks. Aku menghapus air mataku dan mulai mengalihkan pembicaraan.
"Gue gak tau apa ini mimpi atau beneran nyata, tapi yang jelas gue gak pernah menduga sebelumnya kalau lo berani ngelakuin hal tadi sma gue" ujarku. Adi mulai menatapku dan menjelaskan semuanya, walau tanpa harus dijelaskan pun aku sudah bisa mengerti.
"Demi tuhan Sa, gue sayang banget sma lo. Maafin gue karna gue udah kurang ajar sma lo, lo harus percaya kalau gue benar-benar tulus" jelas Adi. Melihat kedua matanya yang mulai mengeluarkan air mata membuat hatiku luluh dan tidak ingin mengecewakannya. Tulus dari dalam hati, aku memeluknya, dan berbisik mesra di telinganya "I LOVE YOU TOO".
**
Satu bulan telah berlalu semenjak aku dan Adi resmi berpacaran. Banyak yang merasa bahagia dengan status kami yang sekarang. Mamah dan Papah merestui hubungan kami. Hingga saat dimana Adi ku undang makan malam di rumah bersama keluargaku, dia ditanya ini dan itu, terutama tentang masalah pernihan. Oh tuhan, aku sungguh bahagia.

"Jadi kapan nak Adi mau mempersunting anak om yang satu ini?" tanya papah di tengah-tengah waktu makan malam berlangsung. Dengan tegas Adi pun langsung menjawab pertanyaan papah.
"Kalau saya kapan saja siap kok Om, minggu depan juga bisa. Tinggal menunggu kemauan dari Sanianya aja" seru Adi sedikit menatapku. Aku tersenyum tersipu malu.
"Sania, kalau Adi ngajakin kamu nikah minggu depan gimana? Kau mau tidak?" tanya papah yang tesenyum simpul menatap mamah.

"Eng.. Aku gak mau pah, mah.." jawabku membuat semuanya kaget, apalagi Adi, wajahnya terlihat kecewa. "AKU GAK MAU DITUNDA-TUNDA, Hahahaha" sahutku membuat Adi, mamah dan papah jantungan setengah mati. Adi mencubit pipiku, mamah memelukku sementara papah mengelus dadanya sendiri karna takut aku akan membuatnya kecewa, dan itu tidak mungkin kulakukan, karna aku memang sudah ingin menikah.

Malam ini adalah malam yang sangat istimewa. Baju pengantin sudah siap kupakai. Mamah melihatku dengan tatapan mata yang mulai berkaca-kaca, aku tahu apa yang ada dipikirannya, namun aku tak ingin membuat suasana menjadi terlalu haru.

"Saya terima nikahnya Sania Ramadhani binti bapak Agung Ramdhani dengan mas kawin seperangkat alat shalat dibayar tunai!!" seru Adi mengucapkan Ijabnya di depan penghulu dan semua yang menyaksikan pernikahan kami.

"SAH?"

"SAAAAAAH" Sahut semua orang. Puji syukur Kehadirat Tuhan yang telah mempersatukan kami. Kutemukan ketulusan dalam persahabatan yang kini menjadi Sebuah cinta sejati.

Adakalanya kita harus lebih peka akan apa dan siapa yang kini dekat dengan kita, karna siapa sangka, dibalik semua itu ada cinta.

Tamat.
#Niaw_ShinRan
19 Januari 2014

Selasa, 14 Januari 2014

CERPEN:~My Facebook, My Desire~



Oleh: Niaw Shin'Ran



Present..

Aku dan dia dipertemukan bukan dalam sebuah pertemuan, melainkan oleh facebook.
*
Tadinya aku tidak ingin menyebutkan namanya, dia berinisial D-Doni. Dia seorang perantau yang bekerja di kota Bogor, seorang NLSI, yang tidak lain adalah Naruto Lovers Shippuden Indonesia. Kita bertemu di Fanpage NLSI yang ada di facebook, ketika itu dia mengirimkan sebuah permintaan pertemanan kepadaku, lantas aku pun tak tidak tinggal diam, aku langsung menerima permintaan pertemanannya itu. Semenjak aku mengenalnya, aku banyak menerima permintaan pertemanan dari orang-orang NLSI yang tidak lain adalah teman-teman facebook Doni. Kupikir apalah asiknya menjadi penggemar Naruto dibandingkan menjadi Conanian yang memiliki pasangan couple yang sudah tidak diragukan lagi akan kisah cintanya. Kalau ada yang bertanya mengapa aku bisa bertemu di NLSI dengannya, Entahlah! Waktu itu aku hanya sekedar mampir. Ah! Lupakan itu..

Aku dan dia menjadi lebih akrab di facebook, ketika aku sering menandai tulisan-tulisanku kepadanya, entah itu Cerpen atau pun Puisi. Dan ketika itu pula dia pun juga sering menandai akun facebook milikku dengan fanficnya yang terkadang konyol, namun dari fanficnya itu aku berpikir, sepertinya dia juga senang menulis. Semakin hari aku semakin akrab dengannya, dan itu membuatku penasaran untuk lebih tahu tentangnya. Aku melesat cepat melihat akun miliknya dan menjelajah kronologinya, betapa senangnya hatiku ketika aku membaca beberapa notes miliknya yang berbaur tentang asmara, ternyata dia juga pandai menulis puisi. Semenjak itu aku semakin sering menandai tulisan-tulisanku. Senang rasanya karna dia selalu respon tulisan-tulisanku, dia selalu meninggalkan komentarnya dan memberi Like.
*
Dua minggu kemudian, dia bukan lagi teman baruku, melainkan sudah ku anggap sebagai TTD, Teman Tapi Dekat, ya! Begitulah. Waktu itu dia mengirimkan pesannya melalui inbox di facebook, tanpa tunggu lama lagi aku langsung melihat dan membacanya.
"Hy teh Niaw.. Puisi tteh bagus-bagus ya, aku mau tuh diajarin nulis puisi sama tteh" ucapnya. Dia memanggilku dengan sebutan Teteh, yang artinya adalah Kaka. Mengapa dia memanggilku dengan sebutan teteh? Karna waktu itu aku sendiri yang menyebut diriku dengan panggilan teteh, juga karna memang aku adalah orang sunda dari kota hujan, Bogor.
"Oyah? Wah terimakasih atas pujiannya, tteh emang suka banget nulis. Tteh mau kok ajarin kmu.. Hehe" balasku dengan menyisipkan tanda smile

"Aku minta nomer handphonenya boleh? Ya siapa tahu aja kita bisa ngobrol lewat tlp. Hehe #ngarep" Modusnya seperti laki-laki facebook lainnya, tapi entah mengapa tanpa berpikir panjang, aku justru senang karna dia menginginkan nomer handphoneku, atau jangan-jangan aku ini mulai... ?? Forget it!!

"Boleh gak yaaa.. Tapi jangan kamu publikasikan ya"
seruku

"Pasti teh, aku bukan cowok jail yang suka mempublikasikan nomer handphone orang lain kok teh"
jelasnya meyakinkanku

"Oke, janji yaaa.. 085710093xxx"

"Sip! Terimakash, tunggu aku kirim sms ya"

"Ya! Tteh tunggu"

Awal pertama aku memberinya nomer handphone, aku selalu menunggu-nunggu sms datang darinya, seharian penuh aku tidak melepaskan pandanganku dari handphone.
*
Mataku tak bisa terlelap, sementara waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi, aku meraih ponselku, tidak kutemukan sms atau pun panggilan yang masuk, Kenapa sampai sekarang dia tidak menghubungiku? Apa dia lupa? Gumamku. Karna sudah tidak merasa ngantuk, lantas aku membuka Opera Mini dan melesat ke facebook. Iseng mengecek ruang obrol, kulihat dia sedang online, sedikit ada rasa kesal di dalam hatiku, dan aku langsung mengupdate status untuk menyindirnya.
"NUNGGU SMS DARI KAMU TUH LAYAKNYA MEMINTA HUJAN DIMUSIM KEMARAU, TERIJABAHNYA PASTI LAMAAAAAA BANGET"
Pantas gak sih aku mengupdate status seperti itu?. Ternyata dia langsung bereaksi, ada inbox masuk darinya.
"Tteh maaf ya aku belum sempat ngehubungin tteh, aku sibuk banget, sekarang aja aku lagi kerja bagian malam"
serunya, ternyata dia mempunyai feel yang oke. Aku celingukan, tak tahu harus membalas apa, karna aku berpikir, dia pasti mengirim pesan karna membaca status yang ku update tadi.
"Ya, tidak apa-apa kok, kamu lanjutin dulu aja kerjanya ya"

"Iya teh, ini lagi istirahat dulu, makanya aku bisa buka fb"

"Oh........" belum sempat kubalas lagi, aku ketiduran.

Pagi ini aku kembali membuka facebook, kulihat statusnya lewat di berandaku, katanya "Kapan pulangnya? Badan udah lemes banget pengen istirahat" 15 like. 8 komentar. Ternyata dia gak bohong. Ucapku dalam hati. Dua hari sudah berlalu semenjak aku memberikan nomer handphoneku kepada Doni, tetapi sampai sekarang dia belum juga menghubungiku. Sementara itu di facebook pun dia tak nampak online, kulihat terakhir dia update status dua hari yang lalu. Sungguh, itu membuatku sedikit merindukannya. Beberapa notes puisi dan cerpen baruku sudah ku tandai ke akun miliknya, namun dia tak juga muncul. Hatiku berkata, apakah dia sesibuk itu? Ah! Aku terus saja memikirkannya.

Suatu malam, ketika hujan mengguyur kota bogor, suasana sepi dan angin malam membuatku tidak bisa tidur nyenyak.

Totet! Totet!
Suara nada sms masuk terdengar, segera ku ambil ponselku. Kulihat ada nomer baru.
"Met Malm.. Ini tteh yak?" pesannya yang bertanya

"Malam juga.. Km siapa?" balasku berbalik tanya

"Aku Doni.. Tteh apa kabar?'' jelasnya, membuatku senang dan tersenyum lebar, entah mengapa hati sedikit berdebar-debar, kupikir ini mungkin hanya karna efek petir yang membuatku kaget. Kini aku tidak harus menunggunya untuk menghubungiku, karna sekarang aku sudah memiliki nomer handphonenya.

*
Satu minggu berlalu semenjak dia menghubungiku, dan semenjak itu pula kita tidak hanya saling menyapa di facebook, tetapi juga lewat handphone. Aku dan dia semakin hari semakin dekat dan akrab, aku curhat, dia pun juga begitu, aku tertawa, dia juga ikut tertawa bersamaku. Dia adalah sosok laki-laki yang mampu membuat warna di hari-hariku. Apakah dia juga seperti itu terhadapku? Hmm.

Aku terkejut, ada empat sampai lima panggilan tidak terjawab darinya, pada saat itu posisiku sedang sibuk di luar rumah, aku lupa tidak membawa ponselku, dan itu membuatku sedikit menyesal. Akhirnya aku berinisiatif untuk menghubunginya kembali dengan mengirimkan sms.
"Maaf, tteh tadi lagi sibuk jadi gak sempat angkat tlp dari kmu" pesan terkirim. Tak lama kemudian dia pun membalasnya
"Iyak, tidak apa-apa teh, mungkin lain kali aku hubungin tteh lagi, sekarang ini aku lagi sibuk" pesannya. Aku tidak kembali membalas pesannya, seperti apa yang dia bilang, dia sedang sibuk. Hmm.. Pasti dia akan lama lagi untuk menghubungiku, pikirku.

Dalam diam aku kembali mengingatnya, sembari merangkai puisi untuknya.


~MENARUH RASA~

Tentangmu yang penuh cerita, berdua kita mulai beradu pandang, meski sedikit tak tertebak, tetapi hatiku mampu merasa, dan apakah kau menaruh rasa yang sama?

Hening dan sepi telah kuresapi, bilamana tak kujumpai paras wajahmu yang indah, hatiku bertanya-tanya tentang itu, apakah ada yang tak wajar?

Aku jatuh cinta..
Aku menaruh rasa..
Aku mulai tak tenang, serasa kau janjikan hasrat yang berbeda dan mengundang lena

Temui aku kekasih, saat senja tak lagi berwarna emas, kan kutunggu, aku kan setia berada di sana.

Aku berniat mengirimkan puisi itu pada saat dia menghubungiku lagi. Bagiku saat ini, untuk mengetahui kabarnya sangatlah sulit, sudah tiga hari dia tidak menghubungiku dan tak muncul di facebook, yang bisa aku lakukan hanya berpikir positive tentangnya, karna mau curiga pun aku tak punya hak. Selama aku dan dia tidak saling kontek, aku rajin bolak-balik melihat akun facebook, siapa tahu dia mengupdate sesuatu yang tidak aku ketahui. Apakah sekarang ini aku sudah menjadi fansnya? Sampai-sampai setiap aku membuka facebook, aku selalu menyempatkan diri untuk melihat photonya.

''Apa iyak Aku sudah benar-benar jatuh hati kepadanya? Ah! Aku tidak yakin.." seruku terus memperhatikan wajahnya. Lima hari berlalu, dia tak juga menghubungiku, bahkan aku sudah lupa akan kehadirannya, semudah itukah? Padahalkan aku sering merindukannya, ini memang sedikit aneh.

Malam telah kunjung datang, lagi-lagi aku tidak bisa terlelap, penyakit Insomnia ini telah kurasakan semenjak aku aktif di grup sastra online, tapi tak mengapa, aku pun tidak akan menyalahkan siapa-siapa. Bagiku untuk sekarang ini, aku harus benar-benar serius untuk menggapai mimpiku, yaitu menjadi seorang penulis yang terkenal. Jam menunjukkan pukul sebelas malam, mataku masih tetap terfokus pada layar ponselku. Tak lama kemudian, suara panggilan masuk terdengar.

Say you're sorry that face of an angel come out just when you need it to..
As i paced back and forth all this time couse i honestly believed in you..
Holding on, the days drag on, stupid girls, I should have know, I should have know..
(Taylor swift-White hourse)

Tidak selama itu sih!
Aku tak dapat benar-benar jelas melihat siapa yang menelphoneku itu, karna mataku mulai sedikit guram. Langsung saja ku angkat.
"Assalamualaikum, halow.. Siapa yak?" tanyaku

"Lho? Memangnya nomer aku gak di save yak teh? Aku Doni.."

Belum sempat kujawab, suaranya masihlah sangat asing ditelingaku, namun aku baru menyadari kalau itu adalah Doni pada saat ia memanggilku dengan sebutan 'Teteh'. Aku langsung mematikan lampu kamarku, berharap tidak ada yang mengganggu percakapanku dengan Doni di hanphone.
"Oh, jadi suara kamu kaya gini toh, hehe" ucapku

"Memangnya suaraku kaya gmana teh? Serem yak?" tanyanya

"Serem si enggak, hanya saja sedikit kaya bapak-bapak, hahaha" jujurku

"Oh, ya mau diapakan lagi atuh, suaraku emang kaya begini teh. Kalau suara tteh kaya anak kecil, cempreng, hehe" ujarnya

"Hahaha, suara tteh emang cempreng, tapi enak didengarkaaan"

"Iyak teh, jadi betah nelphone tteh, hehe. Tteh cerita dong teh"
pintanya

"Cerita apa Donii? Km aja yang cerita, kan km yang nelphone"

"Aku maunya dengerin kmu cerita, kalau cuma di sms gak seru.. Atau kmu bisa nyanyi?" celotehnya. Hatiku deg-degan saat dia tidak memanggilku dengan sebutan teteh, melainkan 'Kamu'. Lantas aku dan dia pun menjadi sangat-sangat akrab sekali.
"Kmu bisa nyanyikan Nia? Aku mau dengar suara kmu nyanyi"
pintanya lagi. Aku tak bisa menolaknya, lalu aku pun menyanyi untuknya.

~KAU SUNGGUH SANGAT INDAH~
Cipt: Niaw Shin'Ran

Mengenal dirimu membuatku bahagia
Canda dan tawamu meluluhkan hatiku
Hingga rasa yang tadi biasa, menjadi rasa suka.

Kau bagaikan hujan yang sirami hati ini
Yang tadinya lagu kini bersemi kembali
Engkau membuat hidupku berwarna, sungguh aku sayang padamu.

Reff:
Membayangkanmu
Memikirkanmu
Membuat hatiku rindu
Pada dirimu, kau sungguh sangat indah..
Membayangkanmu
Memikirkanmu
Membuat hatiku bertanya
Entah mengapa kau sungguh indah..
Untukku di dalam hidupku.

"Wah.. Kalau lagi nyanyi suara kmu merdu banget Nia.. Tadi itu lagu kmu?" tanyanya

"Kok kmu tau?"

"Aku hanya menebak. Oiya, tadi pas kmu nyanyi aku rekam loh"
jelasnya

DEG ! DEG ! DEG !
Aku terkejut, ternyata Doni merekam suaraku, aku takut, takut kalau Doni mengambil laguku, aku takut Doni merampas karyaku, aku kesal, aku marah padanya, aku memintanya untuk menghapus rekaman itu, dia bilang "Ya, aku akan menghapusnya", tetapi aku tidak percaya, aku sungguh kecewa. Doni berusaha untuk meyakinkanku, namun tetap saja aku tidak percaya, AKU KECEWA!!
*
Setelah kejadian itu, aku langsung membatalkan pertemananku dengan Doni, tadinya ingin kublokir, tapi itu berlebihan, dan aku juga mengganti nomer handphoneku untuk menghindari dari Doni, karna dia tak henti-hentinya menghubungiku untuk meminta maaf, tetapi karna aku terlanjur kecewa, aku tak segampang itu bisa memaafkannya, meskipun kesalahannya itu tak disengaja, namun aku tetap kecewa. Aku resah dan bimbang, layaknya anak muda jaman sekarang menyebutnya dengan Galau. Apakah dia benar-benar merasa menyesal telah membuatku marah? Entahlah! Mustahil bisa kutebak. Aku dan dia sekarang sudah benar-benar tidak saling menghubungi. Aku lihat daftar permintaan teman di facebook, tetapi Doni tidak ada diantara orang-orang yang meng-add akun milikku. Sepertinya dia sudah melupakanku, pikirku. Aku berusaha untuk melupakan kesalahannya, berusaha untuk membuang prasangka buruk terhadapnya, namun tetap saja sulit.

Satu bulan telah berlalu. Tidak ada yang menyenangkan selama satu bulan itu di facebook, aku jarang nulis puisi atau pun cerpen, aku jarang masuk ke grup sastra, juga beberapa grup kepenulisan lainnya. Benar-benar galau! Aku tak pernah segalau ini ketika ada masalah, biasanya aku mampu menghilangkan kegalauan itu hanya dengan menulis dan bernyanyi, tapi sekarang tidak. Kudapati ada satu pesan yang masuk ke akun facebookku, segera kulihat, dan ternyata pesan itu dari seseorang yang mengecewakanku, Doni. Lalu kubaca isi pesannya.

"Nia.. Apa kabar? Lama banget kita gak ngobrol kaya dulu" ujarnya. Ada hasrat yang menggebu di hatiku, entah ini perasaan yang wajar atau sebaliknya. Aku tidak bisa memunafikan hati bahwa aku benar-benar merindukannya.
"Kabarku baik" balasku singkat

"Nia, apa kmu masih marah sma aku soal yang kemarin itu?" tanyanya lagi. Sulit untuk kujawab pertanyaannya, namun aku pun tidak ingin terus menerus membuatnya bertanya-tanya.
"Ah! Lupain aja soal yang kemarin itu.."
seruku

"Tapi kmu maafin aku kan? Sumpah demi tuhan, aku sudah hapus rekaman itu, dan aku gak ada sedikit pun niat jahat sma kmu Nia" jelasnya lagi

''Yaudah.. Aku maafin.. Tapi jangan diulangi lagi yak, aku percaya kok sma kmu"

"Thanks yak.. Oiya, aku mau jadi teman kmu lagi, jangan lupa dikonfirmasi yak" pintanya. Benar saja, dia kembali meminta permintaan pertemanan kepadaku, tanpa harus berpikir dua kali aku langsung mengkonfirmasinya. Sekarang aku bisa melihat wajahnya kembali di facebook dan menjelajahi kronologinya untuk melihat dan membaca apa saja yang dia update selama satu bulan kebelakang.
*
Aku sampai lupa, ada puisi yang kutulis untuk Doni. Aku bisa saja mengirimkan puisi itu lewat sms yang berarti aku memberitahukan nomer baruku, but, itu tidak akan kulakukan, karna aku yakin, Doni pasti akan meminta nomer handphoneku kembali, dan itu sudah terbukti, satu hari setelah aku dan dia baikan. Tak butuh waktu lama aku menunggunya untuk menghubungiku lebih dulu, itu membuktikan kalau dia benar-benar perduli padaku. Lantas puisi yang aku tulis waktu itu langsung kukirim lewat sms kepadanya, aku berharap dia mengerti akan arti dan maksud dari puisiku itu. Dia membalas pesanku, namun dia tidak memuji puisiku atau mengkritiknya, melaikan dia membalas puisiku dengan puisi yang ditulisnya, aku lupa puisinya itu seperti apa, tapi yang pasti puisinya itu seperti membalas kata-kata puisiku. Aku luar biasa senangnya, karna aku merasa dia memiliki hasrat yang sama denganku.

Dua hari berlalu dari semenjak aku dan dia kembali saling menyapa. Seperti biasanya, setiap malam aku tak dapat tidur nyenyak, sms dariku tidak dibalas oleh Doni, lantas aku pun membuka facebook dan melesat ke akun facebooknya. "HAH?? Siapa perempuan ini?" aku dikejutkan dengan adanya potho perempuan cantik yang dijadikan potho profil oleh Doni. Hatiku sedikit hancur, dadaku sesak, bagaikan teriris benda tajam. Aku berusaha tenang dan mengatur nafas agar air mataku tetap pada peraduannya. Tak lama kemudian ada sms masuk ke ponselku, aku baca, ternyata dari Doni, hatiku semakin sakit melihat namanya.
"Met malam.. Pasti kmu masih melek ya"
tanyanya

"Doni.. Siapa perempuan yang ada facebookmu itu? Itu pacar kmu?"
tanyaku serius

"Oh.. Namanya Elisa, aku dan dia baru PDKT, hehe. . Memangnya kenapa?

PDKT? Itu bearti dia... Gumamku

"Dia cantik yaa, oiya udah berapa lama kmu PDKT sma dia?"
tanyaku menahan rasa sedih

"Baru seminggu, tpi kita kenal udah lama"
jawabnya

"Oh.. Semoga kalian jadian yak" lirihku, dan air mata pun menetes

"Makasih ya Nia, menurut kmu aku cocok tidak dengan dia" tanyanya lagi yang membuat perasaanku hancur

"Cocok! Doni, boleh gak aku jujur sma kmu?"

"Jujur apa? Ngomong aja"

"Aku pernah suka dan sayang banget sama kmu" jelasku membuat hati sedikit lega

"Apa? Suka dan Sayang sma aku? Sejak kapan?" tanyanya

"Sejak kita akrab.. Entah kenapa aku tuh punya hasrat yang lebih sma kmu"

"Kenapa kmu baru bilang sekarang Nia? Asal kmu tahu, aku pun juga suka dan sayang sma kmu, satu bulan lamanya kita gak saling kontek, aku tuh nyari nomer handphone kmu kemana-mana, itu semua aku lakuin karna aku gak mau kehilangan kmu"
jelasnya. Pernyataan Doni membuatku terkejut.
"Tapi kenapa kmu gak bilang dari dlu sma aku?" tanyaku

"Gimana mau bilang? Kmu menghilang gitu aja dan gak ngasih kesempatan sma aku"
tuturnya

"Tapi kan kmu tau kenapa aku kaya gitu! Trus kalau kmu suka dan sayang sma aku kenapa kmu Sekarang PDKT sma perempuan lain?" tanyaku lagi

"Apa kmu gak berpikir? Aku tuh PDKT sma perempuan lain karna ingin ngelupain kmu, dan aku pun ingin membuka hati untuk yang lain"

"Oh!! Apa kmu suka dan sayang sma perempuan itu?"
tanyaku

"Ya! Aku mulai sayang sama dia.. Walaupun aku gak tau apakah dia juga begitu sma aku"

"Trus kmu mau nembak dia?"

"Dalam waktu dekat ini, ya! Doain aja yak"
pesannya yang terakhir yang tidak kubalas lagi. Aku memilih tidur ketimbang harus smsan dengannya, walaupu sebenarnya aku masih memikirkannya.
*
Malam berganti hari, dan hari berganti malam kembali, siang tadi adalah siang yang menyebalkan, karna akun facebook milik Doni dipakai oleh perempuan itu, yang tidak lain adalah Elisa. Mungkinkah Doni sudah jadian sama Elisa sampai-sampai Doni membolehkan Elisa untuk membuka akun facebook miliknya? Pikirku. Aku mulai putus asa dan beniat ingin memblokir akun miliknya, namun aku berpikir kembali, sepertinya itu terlalu berlebihan. Masih dalam keadaan kesal dan kecewa atas semua yang sudah terjadi, aku berusaha untuk melupakan semua itu dengan menulis cerpen. Malam ini pukul sembilan malam, badanku sudah terasa lelah, sepertinya malam ini aku bisa tertidur dengan nyenyak, tak lama kemudian Doni mengirimkan sms kepadaku.
"Hy,," pesannya

Duh! Dibalas gak ya? Gumamku

"Nia, aku mau nanya sesuatu sama kmu" pesannya yang kedua. Karna penasaran dengan pertanyaannya lalu kubalas.
"Mau nanya aph? Aku udah ngntuk banget nih!!" tanyaku jutek

"Judes banget si jawabnya?! Aku cuma mau nanya, kenapa si kmu bisa suka sma aku yang berandal ini?" tanyanya.
Hmmm, aku menghela nafas kecil.

"Untuk apa kmu menyakan hal itu? Udahlah lupain! Lagi pula jawabannya tidak akan menguntungkan buat aku!" jawabku jutek lagi

"Tapi aku penasaran banget sma jawaban itu" serunya

"Udahlah Doni! Aku udah gak mau ngebahas itu, aku mau lupain semuanya"

"Pliss, kasih tau aku.. Aku cuma pengen tau aja kok"

"Ya ampun Doni.. Kmu bisa gak sih ngehargain perasaan aku? Apa untungnya buat aku kalau aku ngasih tau semua itu? Jelas-jelas kmu Lg PDKT sma Elisa dan akan jadian kan!"

Ucapku marah. Air mataku langsung berbinar dan jatuh ke pipi. Doni terus saja menanyakan hal yang sama tanpa memikirkan perasaanku.
"Kmu Egois! Aku kan hanya ingin tau saja, apa susahnya si ngejawab semua itu Nia? Tanyanya lagi. Aku benar-benar marah dan langsung membalasnya smsnya.
"Doni!! KAMU GAK PERLU TAU SEMUA ITU, KARNA ITU SUDAH GAK PENTING LAGI BUAT AKU ATAUPUN KAMU!! Aku harap kmu cepat-cepat jadian sma Elisa, agar aku tidak menyimpan hasrat ini ini" jelasku

"Hasrat yang bagaimana? Seperti apa? Tolong jelaskan sama aku" tanyanya ngotot. Aku tak habis padanya, kenapa dia mempertanyakan hal yang semestinya dia tahu? Apa dia pura-pura bodoh?.
"Doni, aku gak tahan banget sma sikap dan semua pertanyaan-pertanyaan kmu.. Ini sms terakhir dari aku dan jangan pernah hubungi aku lagi!!"
jelasku

"Tapi kenapa...?" balasnya lagi bertanya. Aku tak mau lagi membalas pesan darinya, aku sudah tak tahan dengan sikap Doni yang seolah tidak tahu apa-apa tentangku, bukankah aku pernah berkata bahwa aku pernah suka dan sayang padanya, tetapi mengapa dia terus mempertanyakan hal itu? Tidak ada untungnya bagiku, lagi pula dia akan tetap memilih Elisa kan? Benar saja, seminggu kemudian aku mendapat info dari salah satu temannya kalau dia sudah jadian dengan Elisa. Aku tidak mau terpuruk dalam masalah hati terus menerus, aku akan tunjukan kalau aku mampu menghapus rasa ini, sempat aku berpikir, segampang itukah dia menghapus rasa suka dan sayangnya padaku hanya dalam waktu satu bulan? Aku tak habis pikir akan hal itu. Kini aku tak harus berpikir panjang lagi untuk memblokir akun facebooknya, juga aku pun mengganti nomer handphoneku lagi untuk menghilang dari kehidupannya, dan aku berjanji tidak akan pernah menyesal telah melakukan itu. Mulai sekarang tidak ada lagi cerita indah diantara aku, dia, dan facebook.

Tamat.
Bogor/14/01/2014