Rabu, 26 November 2014

CERPEN:~Puisi Sedih Dalam Bingkai~



PUISI SEDIH DALAM BINGKAI
Oleh : Niaw Shinran


Present ...

Dear Awan ...
Kau bohong!
Nyatanya dunia tak selalu indah, buktinya hari ini, kehadiranmu hanya menyisakan menit-menit yang menyakitkan.
Nyatanya dunia tak selalu penuh dengan senyuman, buktinya hari ini, kusaksikan sekujur tubuhmu enggan bermain lagi.
Nyatanya dunia tak selamanya penuh warna, buktinya hari ini, tanpamu hanya akan ada langit dipenuhi hujan.
Teruntuk Awan, putihmu mulai kelam, kelembutanmu tak lagi kurasakan.

Dariku yang sempat memilikimu ''Bintang''

**

Dua hari sebelum detik-detik itu tiba, kami sempat berbicara tentang kesetiaan, ketulusan, kasih sayang dan cinta. Hatiku mengatakan mungkin inilah waktu yang tepat untuk mengatakan yang sesungguhnya bahwa aku sudah lama menyukainya, tak perduli statusku sebagai perempuan, kubuang rasa gengsi, yang namanya rasa cinta itukan datangnya natural, kurasa siapapun itu berhak mengutarakan cintanya.

Aku sedang berusaha mencari celah untuk memotong pembicaraannya tentang sesuatu yang tadi kubilang, cinta.

''Rasanya aku sudah bosan menjomblo, Bi'' ucapnya

''Lho kenapa??'' tanyaku
''Wahhh ini kesempatan emas'' ucapku dalam hati

''Bosan aja, ngomong-ngomong soak cinta, aku malah gak tau apa itu cinta'' ujarnya

''Lho? Kok gak tau? Cinta itu seperti apa yang kita bicarakan tadi, kesetiaan, ketulusan dan kasih sayang''
''Pura-pura gak tau apa lupa? Kamukan sudah sering pacaran'' pikirku

''Iya aku tau itu, tapi aku tuh belum pernah ngerasain cinta yang seperti itu, cewek-cewek diluar sana cuma mau sama hartaku aja, Bi,'' keluh Awan

''Hem ... Makanya nyari pacar itu harus ditempat yang baik maka akan dapet yang baik juga'' seruku

''Emang gitu?'' tanya Awan heran

''Gak yakin sih, hehehe''

''Hah! Dasar kau ini.''

Tiba-tiba Awan terdiam, sepertinya dia masih memikirkan tentang apa yang tadi dibahas. Aku diam-diam memperhatikan wajahnya yang tampan, setiap lekukan yang terbentuk diwajahnya itu sangat indah.

''Apakah ini saatnya? Tapi aku takut kalau kau tidak membalas cintaku, karena aku tidak mau akhirnya kau hanya mentertawakanku'' ucapku dalam hati. Aku masih meyakinkan diri dan hati ini untuk berterus terang.

30 menit kemudian

Aku masih membungkam hatiku, sementara Awan mengatakan bahwa ia harus segera bersiap-siap untuk kuliah, lantas apa yang harus kukatakan terlebih dahulu untuk memulainya? Apakah ''Awan aku cinta padamu'' atau ''Awan, kamu mau gak jadi pacar aku?'' ah!! Tidak!!

''A-awan, kenapa kmu buru-buru sekali?'' tanyaku

''Kan tadi aku sudah bilang kalau aku harus kuliah hari ini, kalau aku bolos lagi yang ada aku gak akan pernah skripsi'' jawabnya sambil memakai sepatu di depan rumahku

''Kamu enggak mau nuggu bundaku dulu buat pamitan? Bundaku sebentar lagi pulang kok, lagi ke warung sebentar'' ucapku mengulur waktu sambil mencari ide

''Emmm tidak perlu, lagiankan aku udah pamitan sama kamu'' ujarnya

''I-iya juga sih'' diam sejenak
''Se-sebenarnya ada yang mau aku katakan sama kamu'' celotehku

''Duh jangan sekarang deh, buru-buru nih udah telat 5 menit'' seru Awan sambil melangkahkan kaki keluar garasi. tak ingin melewatkan kesempatan ini akupun langsung mengatakannya

''Aku suka sama kamu, aku cinta sama kamu Awan'' seruku.

Kulihat Awan berhenti pas sejajar dengan garasi, pelan-pelan wajahnya menengok kebelakang, rasanya aku tak berani menatapnya lagi, pipiku terasa panas, jantungku berdebar-debar tak karuan. Aku merunduk, tak lama ada yang berdiri dihadapanku, wangi tubuhnya sangat kukenal, ya, rupanya Awan kembali menghampiriku dan langsung memlukku begitu saja, aku bingung, apakah aku harus senang atau bingung? Karena Awan melakukan hal yang belum pernah dilakukannya kepadaku, nafasku hampir habis karena dekapannya

''A-awan lepasin aku, gak bisa na-nafas'' pintaku

''Eng, sorry aku gak bermaksud'' ucapnya

''Huuhh!! Aku belum ingin mati, kalau aku mati siapa yang akan memanggilmu dengan sebutan Awan? Nama aselimu itu kan jelek, Sugih!!'' ucapku meledek

Awan menggelitikku, sungguh aku sangat tidak tahan

''Bi, apa kamu serius dengan ucapanmu tadi?'' tanya Awan

''A-aku serius'' aku kembali gugup

''Kau yakin dengan apa yang barusan kamu katakan itu?'' tanyanya lagi

Aku menganggukkan kepala, Awan tersenyum, matanya berkaca-kaca, tangannya menyentuh pipiku, ada rasa dingin yang kurasakan dari setiap jemarinya

''Bi, kalau aku jadi pacar kamu, apakah kamu akan ingat aku terus? Tanyanya

''Iya''

''Kalau aku jadi pacar kamu, apakah kamu akan selalu perhatian??'' tanyanya lagi

''Iya''

''Kalau aku jadi pacar kamu, apakah kamu siap untuk aku tinggalkan hari ini??'' tanyanya lagi

''Iya, kalau cuma ditinggalin ke kampus doang sih gak apa-apa, asal jangan ditinggal kawin, hehehe'' ledekku dan Awan pun tersenyum
''Kalau begitu aku mau jadi pacar kamu, tolong ajari aku tentang kesetiaan, ketulusan dan kasih sayang, karena aku tak mau pergi tanpa tau akan semua itu'' ucapnya

''Iyaaaa, kenapa ucapan kamu jadi puitis gitu sih?'' tanyaky sedikit heran

''Bukan puitis, aku kan berusaha buat ngeyakinin kamu juga kalau aku pun mau jadi pacar kamu'' celotehnya

''Makasih ya, Awan, aku gak akan pernah menyesak karena jatuh hati sama kamu'' ujarku sambil memeluknya dan Awan pun membalas pelukanku.

''Ehemmm ...!!''


Tak lama bunda pulang, kehadiran bunda yang tiba-tiba muncul itu membuatku dan Awan sedikit salah tingkah karena malu
''Eh, bunda udah pulang, kok sebentar banget sih ke warungnya?'' tanyaku

''Bunda cuma beli gula sama telur aja kok, kalian berdua ngapain?'' tanya Bunda

''Eng, kita gak lagi ngapa-ngapain kok bunda, iyakan Awan?'' seruku gugup

''Iya tante, kita gak ngapa-ngapain kok, aku juga mau kuliah'' ucap Awan

''Oh, kalau gitu bunda masuk dulu ya'' ujar bunda.

Fyuuhhh!!

Aku dan Awan tertawa kecil atas kejadian tadi, lalu Dengan mesra Awan mengecup keningku sebelum pergi
''Emmmmuaaach!!''
''Aku pergi dulu ya, ini adalah hari yang paling istimewa buat aku'' ucap Awan

''Makasih juga karena kamu cintaku gak bertepuk sebelah tangan, aku gak akan ngecewai kamu'' Ujarku

Perlahan-lahan Awan melangkah kembali keluar garasi, Awan sempat melihatku dan melambaikan tangan, jauh semakin jauh ia menghilang dari pandangan mataku.

5 detik kemudian

Ngiiik!!!!
Bruuuukkk!!!!

Deg! Deg! Deg!

Jantungku berdetak kencang setelah kudengar decitan rem mobil diluar sana disertai jeritan dan orang-orang yang berlalu-lalang menuju suara decitan mobil itu. karena penasaran lantas aku pun langsung berlari keluar dan berharap tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Dari kejauhan terlihat segerumunan orang tengah berkumpul menyaksikan sesuatu yang sepertinya baru saja terjadi.

Tap! Tap! Tap!

Kakiku lincah berlari ke arah orang-orang itu. Tak kuduga sesuatu yang paling menyedihkan akan terjadi diwaktu kebahagiaanlu sedang kurasakan, baru saja beberapa menit aku merasa memilikinya, kini aku harus kehilangannya, Awan, Awan kecelakaan, tubuhnya sudah menjadi mayat hanya dalam waktu hitungan detik saja, aku menjerit histeris, kurangkul kepalanya dan meminta tolong kepada siapa saja untuk membawanya ke rumah sakit secepatnya, namun tak ada yang mendengarkanku karena mereka pikir sudah tidak ada gunanya membawa orang yang sudah mati ke rumah sakit.

''Tolong bantu akuuuuuu ... Hikss!!'' isakku

Awan, ucapanmu yang terkadang membuatku tak mengerti itu ternyata adalah sebuah pertanda, ucapanmu yang tiba-tiba puitis itu ternyata juga pertanda, pertanda bahkan kau akan meninggalkanku.

**

Malam kedua setelah kepergiannya, aku ingin memberikan sesuatu untuknya, sesuatu yang mungkin tidak bisa kuberikan langsung, namun kuyakin disana dia akan senang dengan apa yang akan kuberikan, kubingkai puisi sedih untuknya, akan kuletakan bingkai bingkai itu di atas taburan bunga kamboja.

Dear Awan ...
Kau bohong!
Nyatanya dunia tak selalu indah, buktinya hari ini, kehadiranmu hanya menyisakan menit-menit yang menyakitkan.
Nyatanya dunia tak selalu penuh dengan senyuman, buktinya hari ini, kusaksikan sekujur tubuhmu enggan bermain lagi.
Nyatanya dunia tak selamanya penuh warna, buktinya hari ini, tanpamu hanya akan ada langit dipenuhi hujan.
Teruntuk Awan, putihmu mulai kelam, kelembutanmu tak lagi kurasakan.

Dariku yang sempat memilikimu ''Bintang''.

Selesai
Bogor, 23 November 2014

1 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung dan jadilah pembaca setia cerpen maupun puisi saya...