Senin, 23 September 2013

CERPEN: Satu Kisah Yang Abadi

~Satu kisah yang Abadi~


Masihkah terlena?
Akan semua tawaran cinta yang terlalu membuatmu melupkanku?.. Hanya berharap, mungkin saja dia akan segera berubah

dibebatuan diatas bukit tinggi menjadi tempat paling istimewa, karna aku akan menemukannya disana, Alben..

dia menatapku seolah menatap dinding, bibir tak bicara, mata tak berkedip, tangan tak membelai, dan tak pula kulihat lekukan senyumannya

ingin aku bertanya, mengapa? Tapi aku bosan melakukannya, lagi pula aku pun juga bosan mendengar jawabannya yang hanya itu-itu saja, terlalu sulit untuk dijelaskan!! Katanya.
Hemm.. Biarlah dia tetap menyimpan jawabannya itu, tapi suatu hari nanti aku harus bisa membuatnya move on, entah dari apa, yang kutahu dia selalu terlihat galau

"Ben, muka lo tuh asem banget si, gak pernah terlihat manis didepan gue"
celetukku

"kalau gue pasang muka manis didepan lo, yang ada nanti lo naksir lagi sama gue!"
jelasnya

(gue emang naksir sama lo kok Ben!!)
ucapku dalam hati

dan kembali dia menyamakanku dengan dinding, diam tanpa kata, kaya the masive
~kau diam tanpa kata, kau seolah jenuh padakuu~
ah..lupakan!

"Ben, lo tuh kenapa si? Ah, lama-lama gue bete temanan sama lo, gue gak pernah dianggap sama lo!"
seruku dan beranjak pergi dari hadapan Alben, bete.. Ternyata dia tak juga mau meraih tanganku ketika aku hendak meninggalkannya

(sory Nad, gue gak ada maksud buat nyuekin lo, gue cuma gak mau lo terperangkap dalam kisah rumit ini, karna gue tau..lo suka sama gue)
Alben pun bergumam sembari memandangku pergi walau hanya dengan sebelah mata
*
Sore itu Alben mengajakku untuk bertemu lagi dibukit itu, tadinya aku ingin sekali menolak, tapi apadaya, hatiku memaksa tuk bilang 'ya'

Alben tengah berdiri diatas bebatuan itu, kulihatnya dari belakang, bentuk badannya sungguh indah, apalagi bila kupandangi dari ujung rambut hingga ujung kaki, sempurna

Alben tak menyadari sepuluh menit lamanya aku telah berada dekat dibelakangnya, kuhirup aroma segar bau tubuhnya yang seakan membuatku melayang

(Ben, seandainya lo tahu isi hati gue..)

hanya bisa berharap dan berharap

semoga kelak ia menyadarinya, tanpa harus memaksa, tak mengapa bila aku tak pernah bisa untuk memilikinya.

lima belas menit sudah dalam ketediamanku dibelakangnya, tanpa kusadari aku terhanyut oleh angin disore itu, kupejamkan mata dan berkata, I love you

dia menoleh kebelakang dan mengagetkanku, aku hampir terpeleset, namun tangannya meraih tubuhku

Aaaa.. Teriakku

"Nadya...!!"
serunya

mata kami saling menatap, aku merasakan debaran jantungku yang kian cepat, degdegdegdeg.. Seperti itu

selang beberapa menit, angin liar membuat momen itu terbuyar, pyuuh.. Seperti debu yang tertiup, aku takut tak bisa merasakan momen itu lagi, tapi entahlah!!

"lo,, lo gak apa-apa kan?"
tanya Alben sembari melepaskan rangkulannya

"gak, gue gak apa-apa kok, cuma kepeleset doang"
jawabku sedikit terdiam

"lo kenapa Nad? Ada masalah ya?"

"eumm.. Gak ada kok, yang ada tuh elo yang punya masalah tapi gak pernah mau cerita sama gue!"

"udahlah Nad, gak usah dibahas ya, gue lagi gak pengen galau gara-gara masalah itu"

"masalah? Masalah apa Ben?"
tanyaku serius

"ada deh.. Mau tau aja apa mau tau banget?"
ledeknya dilanjut dengan tertawa

"ikh lo tuh nyebelin banget si!! Nyesel gue udah nyamperin lo kesini"

"yee..ngambeuk, manyun, jelek tau!! Eh, tadi gue denger pas sebelum lo kepeleset, lo bilang I love you.. Buat siapa Nad?"
tanya Alben serius

"ada deh. .mau tau aja apa mau tau banget? Haha. .huuh. .!"
ledekku, aku berlari dari kejaran Alben, senang rasanya bisa tertawa dan bercanda bareng Alben, walau pun Aku belum bisa mengatakan perasaan ini, tapi aku yakin, akan ada saat yang tepat untuk mengutarakan perasaan ini kepadanya

masih dalam kejarannya, hingga akhirnya aku terperangkap dalam pelukannya yang menggelitik

(Ben, gue pengen kita tetap kaya gini dalam satu ikatan..pacaran, lebih bahagianya lagi kalau kita bisa menjadi pasangan yang paling romantis dihadapan banyak orang)
ucapku dalam hati

lalu, tak sengaja kukecup pipi kanannya, aku malu dan terdiam dihadapannya

"lagi dong...hahaha"
ledeknya menggodaku

oh Alben..
Aku begitu menikmati momen indah itu.

Tak terasa malam telah mejelang, dan tak terasa pula kini aku telah berada dirumah, mengkhayalkan kembali momen indah bersamanya dibukit tadi

tanpa kusadari bibir ini melekuk-lekuk serta kugigit bibir bawah karna merasa senang tapi malu, malu-malu tapi mau lagi.. Pikirku.

"itu anak kok senyam senyum sendiri si.. Kenapa ya?"
celoteh ibu dibalik pintu kamarku yang terbuka, lantas ibu pun menghampiriku dan mengagetkanku

"Nad..Nadya..!!"
seru ibu, namun aku tetap tak mau dengar

"Nadyaaa..!"
teriaknya

"ia ia bu.. Kenapa?"...
"ah ibu ni ngagetin Nadya aja deh"
lanjutku

ibu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya

"hem.. Kamu tuh kenapa? Ibu perhatiin kayanya kamu lagi seneng ya? Cerita dong sama ibu"

"ia bu, Nadya lagi seneng banget, akhirnya sekarang Nadya bisa lebih dekat sama laki-laki yang Nadya suka bu"
jelasku

ibu kembali bertanya karna penasaran

"memangnya siapa laki-laki yang kamu sukai itu Nad?"

"Dia.. Sering main kok kerumah bu"

"maksud kamu den Alben?"

"Ya.. Nadya suka sama Alben bu,, kalau begitu Nadya mau tidur dulu ya bu.. Selamat tidur bu"

"ia,, mimpi indah ya sayang"
ibu pun pergi meninggalkan kamarku, namun sebelumnya kulihat ibu sempat menatapku tajam

(Ya tuhan, bagaimana ini? Nadya sekarang suka sama den Alben, sedangkan sedari dulu den Alben sudah dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan Silvia, seorang gadis yang juga sangat dicintai oleh den Alben, apa aku harus memberitahukan semua ini kepada Nadya? Atau aku harus merahasiakannya? Tapi kenapa Nadya tidak tau hal ini? Apa mungkin den Alben belum pernah cerita soal pertunangannya dengan Silvia? Ya tuhan.. Apa yang harus aku lakukan?)
cemas ibu

mau tak mau tahu, sebenarnya aku sangat penasaran dengan sikap Alben yang sering sekali terdiam dan merenung seperti orang yang dilanda kegelisahan, kekhawatiran dan kecemasan yang mendalam
*
sementara itu dikamar Alben..

Dia terlihat sedang menatap sebuah bingkai photo wanita yang terpajang didinding kamarnya, terpampang besar dan mengkilap, entah itu siapa, karna aku pun tak tahu

"kamu apa kabar Vi? Aku sudah sangat merindukanmu,, jangan bilang kalau kamu masih harus lebih lama lagi disana, lihatlah! Cincin ini masih melingkar dijariku, itu tandanya aku akan setia nungguin kamu sayang.. Cepat sembuh ya"
ucap Alben didepan Photo wanita itu dan menangis

tak ada lagi yang dia lakukan dikamarnya selain untu tidur dan memandangi photo wanita itu, aku harap wanita itu tidak lebih cantik dari pada aku

semua tentangmu, Alben, akan aku cari tahu.
Pagi menjelang,
Aku tengah disibukkan oleh beberapa tugas rumah, nyuci, nyapu dan beberapa tugas rumah yang lainnya, aku tak mau lagi terlalu mengandalkan ibu, terkecuali masak, rasa masakanku sangatlah kacau, sangat jauh berbeda sekali dengan rasa masakan ibu

selesai menyapu, lantas kuhampiri ibu didapur
"eummm.. Wanginya enak banget bu, masak apa si?... Wah.. Udang goreng pedas, ini kan makanan kesukaan Nadya bu"
seruku

ibu tersenyum sembari memainkan samurai dapurnya
"ibu sengaja masakin ini buat kamu sayang..
Oiya Nad, Ayah sudah bangun?"
tanya ibu

"sudah kok, sekarang lagi mandi, 0iya bu, kok masaknya banyak banget si?"

"ah masa? Ibu pikir ini cukup buat kita bertiga kok,, heum mungkin sudah lama ibu enggak masak makanan kesukaan kamu seperti ini, maap ya sayang"

"gak apa-apa kok bu,, dari pada nanti gak dimakan karna kebanyakan, gimana kalau aku kasih Alben aja bu, Alben juga suka kan sama udang?"

ibu sedikit terdiam
"den Alben?"

"iya..Alben!"

"eum, yasudah, nanti ibu siapin ya"

"sip.. Kalau gitu Nadya mau mandi dulu ya bu"
seruku

(lagi-lagi den Alben, ya tuhan, aku takut kalau Nadya kecewa)
gumam ibu

dimeja makan..
"bu, nanti ayah agak pulang malam ya, soalnya mau turun barang"
ujar ayah

"ia gak apa-apa kok yah, hati-hati ya.. Jangan lupa bekalnya dibawa buat makan siang disana"
ucap ibuku

"ia bu,, Nadya, kamu jagain ibu dirumah ya, awas kalau kamu terlalu lama keluar rumah"
seru ayah menatapku yang sedang asik menyantap makanan

"ia ayaaaah.. Tenang aja, Nadya akan selalu jagain ibu.."

"dasar kau ini.. Yasudah bu, ayah berangkat dulu ya,, assalamualaikum"

"waalaikum salam"
seruku dan ibu

dan aku pun segera meminta izin keluar rumah untuk mengantarkan makanan kepada Alben
"bu, Nadya pergi kerumah Alben dulu ya, gak enak kan kalau makanannya keburu dingin"

"ia.. Hati-hati ya sayang"

mengapa ada perasaan takut ketika aku pergi dari rumah untuk kerumah Alben, rasanya setelah ini aku akan menangis
*
sampailah aku dirumah Alben, tak kulihat ada satpam didepan rumahnya, lantas, tanpa ragu aku pun melewati pagar rumahnya

rumahnya bagus, mewah, dan sangat besar, pantas saja dulu ibu betah bekerja disini, pikirku.

Ting Tong..
Kutekan bell pintunya

yang terlihat didepan mataku adalah Tante Mila, mamahnya Alben, ia memang sudah mengenalku dari cerita ibuku, tanpa segan lagi tante Mila pun langsung menyapaku dengan baik
"Nadya... Apa kabar? Masuk yu"
tanya tante Mila

"kabar Nadya baik kok tante, tante sendiri?"

"tante juga baik-baik aja kok"

kulihat seisi rumah terlihat sepi
"tante, yang lainnya pada kemana ya? Kok sepi"
tanyaku

"suami tante kan kekantor"

"Alben? Alben kemana tante? Aku bawain makanan buat dia dari ibu"

"itu dia yang lagi tante pikirin, masalah Alben Nad!"

"masalah? Memangnya Alben punya masalah apa tante?"
tanyaku penasaran

"ceritanya rumit, dan dari semalam tadi Alben tidak keluar dari kamarnya"
jelas tante Mila

aku terdiam memikirkan cerita tante Mila yang seolah-olah membuatku harus mencari tahu masalah itu
(sebenarnya Alben punya masalah apa si? Bukan kah kemarin sore dia terlihat gembira main sama gue.. Hem.. Lo tuh kenapa si Ben?)
gumamanku

sedari dulu ingin sekali aku memaksa Alben untuk menceritakan masalahnya, tapi aku tak punya hak untuk memaksanya, dan inilah suatu kesedihan untuk menjadi seseorang yang tidak punya hak apapun untuk Alben

sungguh menyedihkan

Apa mungkin ini adalah saat yang tepat untuk aku lebih memberikan perhatian kepada Alben? Pikirku..

Lalu aku meminta izin kepada tante Mila untuk masuk kekamarnya Alben yang katanya tidak terkunci, tak kulihat ada Alben ditempat tidurnya atau pun duduk dikursi depan komputernya, hening, sangat hening

aku mencoba lebih melangkahkan kakiku kedalam kamarnya, kulihat ada seseorang yang termenung disudut sana, ya.. Alben, itu Alben, sedang apa dia disana? Pikirku lagi

kuhampiri dia dengan pelan, kuarahkan tangan ini ke kepalanya yang tertunduk, tapi belum sempat kusentuh Alben telah menyadari kedatanganku

"Nadya.."
ucapnya pelan

"Ben.."
seruku penuh tanda tanya

tiba-tiba Alben memelukku erat sembari menangis, aku tak tahan mendengarnya, sampai akhirnya aku pun meneteskan air mata dipundaknya

"Ben, kenapa lo bisa kaya gini, cerita sama gue Ben"

Alben tak menjawab

"Ben, Ben jawab Ben, gue tuh gak bisa terus-terusan liat lo kaya gini, gue sayang sama lo dan gue cin.."
ucapku terhenti saat akan mengatakan cinta

"Nad, gue pengen lo temenin gue kebukit"
pintanya

"Tapi Ben.."

"Nad, gue pengen nenangin hati gue disana, kalau lo gak mau temenin gue biar gue yang pergi sendiri!"

"OKE!! Gue temenin lo, tapi please, berhenti nangis didepan gue!"

Alben tak lagi berbicara, dia hanya ingin segera keluar rumah untuk menenangkan hatinya dibukit
*
Alben Masih tak mau bicara, angin liar tak dihiraukan, sampai-sampai burung pun bosan untuk menghiburnya, kuhampiri dia dan kuusap pundaknya

"Ben, lo masih gak mau cerita ya sama gue?"

Alben tak menjawab

"yaudah, gue akan selalu ada kok buat lo Ben"
celotehku

(Nad, gue tau, lo pasti akan kecewa setelah mendengarkan kisah gue ini, tapi gue gak mau terus-terusan membuat hati lo bertanya-tanya)
gumam Alben

setelah itu, Alben mulai mau bicara dan bercerita kepadaku

"Nad, lo tau gak arti dari sebuah kesetiaan?"
tanyanya Serius

"Maksud lo? Kesetiaan terhadapa apa?"

"kesetiaan terhadap pasangan, lo harus tau kalau gue ini adalah tipe cowo yang setia terhadap pasangannya"

"terus? Memangnya lo punya pasangan? Gakkan?!! Jadi buat apa lo tanyain tentang kesetiaan terhadap pasangan sama gue yang juga belum punya pasangan? Sama kaya lo"
jelasku

Alben tersenyum simpul memandangku
"kita berbeda Nad!!"
serunya yang membuatku keheranan

"maksud lo beda apa Ben?"

"gue..gue..udah, punya pasangan!!"

"APAHH???"
Sahutku

angin liar serasa mencambuk bulu romaku, aku ternganga, tak ingin percaya akan ucapannya Alben,, perasaan ini sangat tidak biasa kurasakan

inikah kekecewaan?

Inikah kenyataan?

Inikah jawaban yang kutunggu-tunggu?

Inikah? Oh tuhan..
Aku tak bisa menahan rasa sakit didalam hatiku, namun aku mencoba untuk bersikap biasa saja dihadapan Alben

"oh. .jadi lo udah punya pasangan alias pacar! Selamat ya"
munafikku

"Nad, gue gak ada maksud buat bikin lo kecewa"
ujarnya

dengan sedikit mengadukan halis lalu aku pun kembali memunafikan diri
"kecewa? Kenapa gue harus kecewa? Gue seneng kok kalau lo udah punya pacar, itu artinya lo udah gak jomblo lagi"

"tapi Nad..?"

"apaan si lo, udahlah!"

beberapa menit kemudian, terdengar suara bunyi handphone Alben, tadinya aku ingin langsung meninggalkannya, tapi aku masihlah sangat khawatir

"halo mah.. Ia, ada apa mah?"

ternyata tante Mila

"Ben.. Silvia sudah kembali kejakarta"
jelas Tante Mila

"apah? Silvia sudah kembali mah?.. Yaudah kalau gitu Alben segera pulang ya mah.. Love u mom"

tak pernah kulihat paras wajah Alben yang begitu bahagia seperti ini setelah kudengar seseorang yang bernama Silvia telah kembali, siapa itu Silvia? Pikirku

"Nad, ayo kita pulang.. Dia telah kembali"
serunya

"dia? Si. .siapa dia Ben?"

"Silvia, tunangan gue!"

aku terdiam..
(apah? Jadi Alben sudah bertunangan dengan perempuan itu?..oh my god)

"ayo Nad.. Nanti gue kenalin lo sama Silvia ya"

"i..iya Ben, ia"

nampak terlihat Paras wajah Alben begitu bahagia, dia tak berhenti melekukkan bibirnya yang merah itu

sementara itu tante Mila dan om Wisnu tengah menunggu kedatangan Alben dengan wajah yang cewas

"pah, apa yang harus kita katakan kepada Alben?"
tanya tante Mila menangis

''tenang mah..! Itu.. Alben sudah datang mah"

langkah kakiku seirama dengan langkah kaki Alben yang kian cepat

"Mah, pah.. Apa benar Silvia sudah kembali dari luar negri?"
tanya Alben yang begitu antusias

"ia syang, Silvia telah kembali"
jawab tante Mila

"tapi, kenapa Mamah menangis mah? Pah? Ada apa?"
tanya Alben serius

"Silvia memang sudah kembali kejakarta Ben, tapi.. Silvia telah meninggal tadi malam"
jelas Om Wisnu

dengan wajah pucat Alben langsung terjatuh kelantai, senyumannya berubah menjadi tangisan, dia pun berteriak kencang

TIDAAAAAK...SILVIA..

Lalu Alben meraih tanganku berlari menuju mobil, sepertinya dia hendak mengajakku kerumah perempuan itu, aku tak mengerti apa yang tengah Alben pikirkan, dia masih mengingatku disaat duka yang mendalam melandanya

Alben tak berhenti meneteskan air mata, aku tak berani mengajaknya bicara, aku hanya memandangnya sedih, ingin rasanya kuhapus air mata itu, namun egoisku mulai menghampiri, untuk apa kuhapus air mata itu yang menetes untuk orang lain..

Ngiiikk...
Mobilnya terhenti disebuah rumah yang dipadati oleh banyak orang, Alben melupakanku didalam mobil, tapi tak mengapa, aku mengerti

"SILVIAAAA.."
teriaknya yang menghampiri jasad perempuan itu,
semua mata tertuju kepada Alben yang merintih menangis

"Silvia.. Kenapa kamu tinggalin aku? Kenapa kamu pergi secepat ini, aku belum sempat bahagiain kamu Vi.. Hik..Silvia banguun..
Kenapa waktu itu kamu gak percaya kalau aku akan setia?
Lihatlah Cincin ini.. Cincin ini masih melingkar dijariku Vi, aku setia pada cinta Kita..tapi kenapa kamu tinggalin aku Silvia? SILVIAAAAA"
Teriaknya

aku tak tahan melihat Alben yang begitu menderita ditinggalkan oleh perempuan itu, aku menangis tersedu-sedu
(Perempuan itu sangat beruntung, tapi kenapa Alben sangat malang? Ia berusaha untuk tetap setia pada satu hati, tetapi.. Hik.. Ya tuhan, aku tak punya hak untuk kecewa kepada Alben, Alben bukan milikku)
gumanku

semuanya begitu menyedihkan
*
satu tahun kemudian

bukit itu masih menjadi tempat yang istimewa untukku, karna aku akan menemukan Alben, aku dan dia sedang menikmati siulan burung

"Nad, gue mau nanya satu hal sama lo"

"apa?"

"menurut lo setia itu menyakitkan gak si?"

"eum.. Menyakitkan? Sedikit si Ben!"
jawabku ragu-ragu

"sedikit? Emangnya lo pernah ngerasain?"
tanyanya lagi

"hah..eu..eu.. Pernah si, tapi dulu"
jawabku terbata-bata

"lalu sekarang? Apa lo udah gak setia buat cinta sama gue?"
jelasnya

lantas aku langsung tertunduk malu, dari mana dia tau akan hal itu? Pikirku

"Nad.."
ujar Alben dan memegang tanganku,

"Nad, tatap mata gue, apa lo masih cinta sama gue?"

aku masih terdiam

"kalau lo gak mau ngejawab, itu berarti lo udah gak cinta lagi kan sama gue"

"Ben.. Gue.. Gue masih setia untuk mencintai lo, please. .jangan tinggalin gue Ben.. Gue sayang sama lo, gue Cinta sama lo"
ucapku

aku memeluk tubuhnya, dan Alben pun membalas pelukanku, sudah sekian lama aku menunggu saat-saat seperti ini, kesetiaan ini sempat berujung kekecewaan, tetapi akhirnya kekecewaan itu berakhir dengan kebahagiaan
*
dua tahun kemudian..
Kita menikah

tiga tahun kemudian..
Kita dianugrahi dua anak perempuan kembar yang sangat lucu, cantik, dan juga pintar, aku tak menyangka akhirnya Aku akan menjadi tuan putri didalam kehidupan Alben

terimakasih tuhan,
terimakasih cinta.

Tamat

Nia kurnia sari
Bogor/03/05/2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung dan jadilah pembaca setia cerpen maupun puisi saya...