Senin, 23 September 2013

CERPEN: Hujan Menjadi Saksi

~Hujan Menjadi Saksi~


Malam ini hujan begitu sangat deras, aku sedikit menyesal karna tidak memakai mantel hangat pemberian suamiku dulu, dulu? Lalu sekarang? Kemana suamiku? Pergi kemana dia?, ah.. Aku masih saja mempertanyakan hal itu, padahal statusku ini sekarang sudah menjanda, seringkali kututupi kesedihanku dengan berjalan-jalan diatas jembatan yang letaknya tak jauh dari peristirahatan terakhir suamiku, Vito. Diumurku yang masih muda, 22 tahun, aku harus menerima takdir sepahit ini, aku menjanda tanpa dikaruniai seorang anak dari tuhan, kini aku sendiri, benar-benar sendiri

dibawa pohon besar aku bersembunyi dari serbuan jarum-jarum langit, tak tahan rasanya tubuhku diterjang angin malam, dingin, sangat dingin. Dari kejauhan kulihat ada cahaya yang menyilaukan mataku, tiba-tiba saja cahaya itu padam setelah kudengar suara mesin sepeda motor berhenti tepat dihadapanku, seorang laki-laki tampan turun dari sepeda motor itu dan segera meneduh dibawah pohon yang sama, aku sedikit takut ketika laki-laki itu menatapku

"maaf embak, saya cuma mau meneduh aja kok disini, gak lebih dari itu"
serunya
"0h.. I i iya.. Silahkan, saya juga sedang menunggu reda hujan disini"
ucapku sembari mengelus-ngelus tangan karna kedinginan
"embak kedinginan? Kalau mau embak pake jaket saya saja, ini embak"
ujarnya sambil menyodorkan jaket, kelihatannya memang hangat, tapi aku masih belum yakin kalau dia benar-benar orang yang baik, aku pun menggeleng-gelengkan kepalaku
"loh? Kenapa embak? Embak takut saya akan berbuat macem2 sama embak ya?"

"bu. .bukan, bukan seperti itu kok, saya hanya tidak mau merepot kan anda"

"gak apa-apa kok embak, saya kan laki-laki, jadi gak mungkin saya membiarkan seorang wanita kedinginan seperti ini"
serunya, tak sadar aku menatap matanya dengan penuh rasa kagum
(ya tuhan, apakah mas Vito akan marah jika aku membiarkan laki-laki ini memakaikan jaket dipundakku? Aku gak mau membuat mas Vito cemburu dialam sana)
pikirku, dan lagi-lagi aku berpikiran yang konyol tentang almarhum suamiku

dan ketika laki-laki itu memakaikan jaketnya dipundakku, tak sadar aku mendorong tubuhnya dan terjatuh, beberapa detik kemudian aku kembali tersadar dan meminta maaf
"aduh.. Maaf maaf, maafkan saya, saya tidak sengaja, anda baik-baik saja kan?"
seruku, sementara laki-laki itu terlihat kebingungan dengan sikapku tadi
(ini cewe aneh banget si, sepertinya dia sedikit gila!! Sebaiknya aku harus cepat-cepat pergi dari sini) pikirnya, lalu dengan cepat dia menyalahkan sepeda motornya dan pergi meninggalkanku
"loh, hey. .anda mau kemana? Hujannya masih deras"
ucapku, tapi tak dihiraukannya, laki-laki itu pergi tanpa jaketnya
"kenapa dengan laki-laki itu? Aneh!!"
celotehku. Hujan masih sangat deras, sampai akhirnya tetesan air hujan yang bertumpu didedaunan pun mulai tumpah menepi dipipiku
"ya tuhan, sampai kapan aku akan berdiri dibawah pohon ini? Aku udah gak kuat.."
keluhku yang disaksikan oleh hujan serta pohon yang menjadi persinggahanku malam ini, teringat akan kejadian yang sering menimpaku jikala aku terlalu lama kedinginan, aku bisa saja pingsan, atau pun mati, itu kada dokter, tapi aku tak percaya, sebab aku masih memiliki semangat hidup untuk menjadi wanita yang kuat

tiga jam kemudian, aku tak tahu apakah aku masih membuka mata atau tidak, sebab untuk mengedipkan mata saja aku sudah tak mampu, apakah aku sudah mati? Atau kah aku sedang bermimpi? Lalu hujan deras itu... Entahlah!! Aku seakan-akan melayang dalam keadaan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya

dan, sedikit demi sedikit mataku mulai bisa kubuka, namun yang pertama kali kulihat adalah wajah suamiku yang telah tiada, Vito ada dihadapanku, tanpa ragu dia mengulurkan tangannya dan membantuku untuk terbangun dari pembaringanku yang tak pernah kutahu, kulihat disekelilingku berdindingkan awan, dan cahaya-cahaya bintang pun menghiasi sudut pandang mataku
"mas.. Kita ada dimana?"
tanyaku
"tanyakanlah pada hatimu Tasya sayang, kau akan lebih tahu dari apa yang akan kamu rasakan sekarang"

"aku.. Aku sekarang merasa hangat, tenang dan damai.. Apalagi ada kamu mas, aku senang banget bisa ketemu sama kamu lagi"
manjaku dan memeluk mas Vito
"sayang, ada yang mau aku tunjukan kepadamu, ayo ikut denganku"
ajaknya, aku mengikuti ajakan mas Vito. Mataku terbelalak ketika melihat banyaknya keranda yang berlalu lalang dihadapanku yang diatasnya tertulis nama-nama dari keranda-keranda itu, Aku semakin terkejut ketika ada salah satu keranda yang bertuliskan namaku "NATASYA SABILLA MEGA", lantas aku pun menangis dan menghampiri keranda itu
"ya tuhan,, ternyata aku sudah mati, aku sudah kembali kepadamu, hik hik"

setelah itu mas Vito kembali meraih tanganku dan pergi menghilang entah kemana, kini aku tak sendiri lagi, ada mas Vito yang akan selalu disampingku dikehidupan yang abadi.

_selesai_
Nia kurnia sari
Bogor/01/06/2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung dan jadilah pembaca setia cerpen maupun puisi saya...