Senin, 27 Januari 2014

CERPEN;~Trouble Couple Sex~


~ TROUBLE COUPLE SEX~
Oleh: Niaw Shin'Ran

Present..

Kekesalan melanda, sementara hati tak bisa berkata apa-apa.
**
Dear Diary, betapa sulitnya menerjang angin yang terlalu kencang hingga menghempaskan tubuhku beberapa kali ke peraduan yang sama, aku sulit menghitung seberapa banyak daun kering yang terbawa angin, mataku perih, debu-debu yang berhamburan tak mengibaku untuk sekejap memejamkan mata. Apakah kau mengerti apa maksudku? Ah! Apa aku harus lebih detail menceritakan kronologinya? Kurasa rangkaian kalimat tadi membuatmu kebingungan. Biarlah, karna kau pun tak akan pernah menjawab apa yang aku tanyakan. Kau hanya sebuah buku. Hahaha.. Maaf, jika aku meremehkanmu, namun tetap saja, aku membutuhkanmu.

Memiliki teman baru tidak membuatku menjadikannya menjadi nomer satu, dimana segala sesuatu yang ada di dalam hidupku dia ketahui. Cukup aku, kau dan Tuhan yang tahu.

Dear Diary, apakah kau tahu sesuatu tentangnya? Akan aku beritahukan padamu. Namanya Elisa, dia cantik, cantik, dan cantik. Hanya itu kelebihannya, tidak ada yang lain. Sepertinya aku lebih cantik darinya, itu menurutku. Bagaimana menurutmu? Hemm, aku selalu saja bertanya padamu, kalau kau bisa bicara, mungkin kau akan berteriak "AKU BUKAN SEBUAH KALKULATOR YANG BISA MENJAWAB SEMUA PERTANYAANMU, BAHKAN JIKA KAU TERLALU BANYAK BERTANYA, AKU AKAN RUSAK DAN MATI!!" haha, kau menyeramkan sekali. Kembali pada topik kita kali ini, Elisa. Ya, Elisa. Dia selalu menjadi nomer satu dimana pun aku berada, terutama di kampus, dia sungguh menyebalkan. Apakah aku harus menyalahkannya? Tapi biar bagaimana pun dia memang OKE.
**
Satu tahun sudah aku mengenalnya, dia semakin menyebalkan. Apalagi setelah kutahu laki-laki yang kusuka dari dulu, Nino, kini menjadi kekasihnya. Hancur, hancur hatiku. Aku tak tahu kapan dan dimana mereka jadian, setahuku mereka kini menjadi 'Best Couple of 2014' , Arrggg! Menjijikkan sekali. Seandainya aku memiliki keberanian untuk mengutarakan perasaan ini kepada Nino terlebih dahulu, mungkin sekarang akulah yang menjadi kekasihnya. Itu pun kalau dia mau menerimaku si. Hmm. Tapi tidak seharusnya Elisa menyerobot bak air yang meluap ke dalam rumah, dia tahu aku menyukainya, dia tahu aku selalu memperhatikannya, dia tahu aku selalu bercerita tentangnya, dia tahu semua tentang Nino dariku. Tak kusangka Elisa memanfaatkanku untuk bisa jadian dengan Nino, Dasar! 'PAGAR MAKAN TANAMAN'. Elisot bekicot moncrot! Kuharap dia tak pernah tahu aku mengatakan itu di dalam hati setiap kali kulihatnya bermesraan dengan Nino di hadapanku.

~Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi.
~Aku tenggelam dalam lautan luka dalam.
~Aku tersesat dan tak tau arah jalan pulang.
~Aku tanpamu butiran debu.

Oh Nino..

Oh Nino..

Aku kecewa sekali, sering aku menangis sendirian di dalam Wc kampus untuk meleburkan kesedihanku. Betapa hancurnya hatiku ketika dihadapkan dengan Nino yang kini sudah menjadi kekasih temanku sendiri, ingin jujur pun aku sudah tak punya keberanian. Hanya bisa membuang muka semata-mata aku tak punya rasa yang lebih kepadanya. Lagi-lagi aku mendustai hati demi Elisa, temanku yang menyebalkan itu.
**
Dear Diary, beberapa bulan lalu, Elisa dan Nino datang kerumah. Untuk apa coba? Katanya si sekedar mampir saja sehabis nonton.
"Lo berdua ngapain malam-malam ke rumah gue?" tanyaku sewot.

"Kita cuma mampir aja kok, kita tadi habis nonton" jawab Elisa.

"Oh" ujarku. Aku sedikit memperhatikan Nino yang sedari tadi hanya terdiam tak bersuara.
"Kalau gtu Gue sma Nino pamit pulang dulu ya La, dah Lala" seru Elisa yang baru saja lima menit duduk lalu pamit pulang bersama Nino. Apa-apan coba? Dia mau panas-panasin gue yak? Pikirku waktu itu. Lalu kuintip kepergian mereka dari balik jendela dengan hati yang kesal. Ending, aku menangis di dalam kamar setelah membanting photo Nino yang ku ambil dari akun facebook miliknya.

Aku masih meratapi kejadian yang sulit kupercaya. Mungkin aku adalah orang yang paling membenci Elisa, biar begitu, aku tak pernah memperlihatkan semua itu. Ketertarikanku kepada Nino berawal dari semasa SMP dulu, waktu itu dia adalah kakak kelasku yang paling tampan dan jago bermain basket. Namun sekarang tinggal kenangan. Elisa dan Nino memang sedang jadi bahan pembicaraan yang hangat di kampus. Apalagi waktu itu mereka kepergok sedang bercumbu di dalam Wc oleh salah seorang petugas kebersihan. Semenjak itu aku tidak hanya merasa jijik kepada Elisa saja, tetapi juga kepada Nino.

Salah satu faktor kenapa aku tidak memperlihatkan kebencianku kepada Elisa adalah karnanya aku bisa meneruskan sekolahku ke Universitas, dialah anak pemilik kampus. Karna itu aku serba canggung, aku mengorbankan perasaanku sendiri demi membalas budi. Pantaskah aku memaki-maki Elisa hanya karna urusan cinta? Tapi kita kan teman, seharusnya dia menghargai perasaanku.

Dear Diary, kuputuskan untuk tetap menyimpan kebencian ini terhadapnya. Siapa tahu semuanya akan terlupakan dengan berjalannya waktu. Biarlah, biarlah dan lupakanlah. Itu yang kini sedang kupelajari. Membiarkan, dan mengikhlaskan segala sesuatu yang sudah terjadi, toh! Mau aku menangis darah pun semuanya belum tentu bisa berubah. Aku tetaplah aku, kehidupanku memang tak pernah bebas dari yang namanya cobaan, khususnya kegalauan. Aku merasa masih sangatlah labil ya Tuhan.

Dear Diary, Tuhan memang tidak akan membaca apa yang aku tulis, tetapi Tuhan tahu apa yang aku rasakan. So, bisa gak ya aku pacaran sama Tuhan saja? Duh! Jadi ngaco deh! Inti dari masalah yang aku hadapi ini apa ya? Lagi-lagi aku bingung, bingung karna tidak tahu jalan keluarnya.

Masalahku yang selanjutnya adalah, ketika Elisa memintaku untuk menyelesaikan skripsinya yang terbengkalai. Mudah baginya untuk menyuruh siapa saja, tak terkecuali aku, temannya sendiri. Tapi aku malah seperti Upik Abu. Sempat aku menolaknya, namun ucapannya terlalu tajam, lagi-lagi Elisa membahas jasanya yang sudah membantuku masuk ke Universitas. Lantas apa yang bisa aku katakan? Selain berpikir beberapa menit kemudian menganggukkan kepala yang bertanda bahwa aku mau membantunya. Ah! Ini benar-benar kekesalan yang sangat mengecewakan.

Tak ada snack atau pun minuman di rumahnya untuk menemaniku mengerjakan skripsi. Dasar pelit! Gue bobol juga isi lemari esnya! Gumamku waktu itu. Hanya sekejap aku merongos, lalu melanjutkan kembali pekerjaan itu. Tiga puluh menit aku terpaku di depan laptop milik Elisa, tiba-tiba kudengar ada suara-suara yang aneh dari balik salah satu pintu kamar. Aku penasaran, lalu kucari asal muasal suara itu. Semakin jelas terdengar suara itu dibalik pintu kamar Elisa. Apa di dalam kamar ada Elisa ya? Pikirku, sementara suara itu masih terdengar. suara apa itu? Gumamku pelan. Suara itu semakin jelas terdengar kencang. Sebenarnya di dalam ada apa si? Gumamku lagi setelah suara itu berhasil membuatku merinding. Karna penasaran akhirnya aku mengintip dibalik pintu. ASTAGA!! Kulihat Elisa sedang bersetubuh dengan seorang laki-laki. Dari ciri-ciri yang kulihat, laki-laki itu tidak lain adalah Nino. Aku langsung menutup pintu dan bergegas pergi dari rumah Elisa. Sejenak aku berhenti di depan rumah Elisa, berusaha menghilangkan bayangan yang kulihat tadi. Tidak kusangka Elisa dan Nino akan melakukan hal itu. Mereka seperti binatang, saling menerkam, menjilat dan meraung-raung. Suara desahan itu masih terngiang di telingaku, ingin sekali aku berteriak.

Dear Diary, lagi-lagi aku harus menyembunyikan semua yang kurasakan, bukan rasa kecewa atau cemburu, tetapi rasa jijik yang masih bersarang dalam pikiranku atas apa yang telah kulihat dengan mata kepalaku sendiri. Dua hari aku tak masuk kuliah, semua itu aku lakukan karna tidak mau melihat wajah Elisa dan Nino paska kejadian itu. Inginnya aku menjauhkan diri dari mereka, namun apadaya, aku masih mempunyai janji kepada Elisa untuk menyelesaikan skripsinya. Sebenci-bencinya aku kepada seseorang, tetapi janji tetaplah janji yang harus ditepati.

Aku melihat Elisa dan Nino sedang duduk di tembokan bawah pohon, sialnya Elisa melihatku lalu menghampiriku.
"Lo kemana aja si La? Dua hari ini lo gak kuliah semenjak pergi gtu aja dari rumah gue" tanya Elisa, Nino hanya tersenyum ketika melihatku sedikit melihatnya. Dasar! laki-laki Sok suci lo! Gerutuku dalam hati. "LALAA.. Lo jawab pertanyaan gue dong! Lo malah ngelamun" seru Elisa membuatku sedikit kaget.
"So-so-sory Sa, kemarin gue lagi gak enak badan, sekarang aja kayaknya gue mau izin pulang deh, gue masih agak sedikit pusing. Kalau soal skripsi lo itu, gimana kalau lo kasih laptopnya aja ke gue, gue kerjain di rumah gue gmana?" ucapku sedikit terbata-bata. Lalu Elisa memberikan laptopnya dan membiarkanku pergi dengan bebas.
**
Dear Diary, Kenapa Nino jadi laki-laki yang menjijikkan ya? Apakah moleknya tubuh Elisa mampu membuatnya tidak bisa mengontrol napsu? Ah! Entahlah! Nino yang sekarang memang sudah berbeda dengan Nino yang kukenal dulu. Ketika aku merasa bosan terus bertatapan dengan laptop dan menyusun bab demi bab skripsi milik Elisa, mouse kulesatkan menuju Image folder yang ada di laptop. Begitu terkejutnya aku melihat banyaknya photo-photo Elisa dan Nino yang sedang bercumbu, aku langsung memejamkan mata dan mematikan laptopnya. Jantungku berdetak kencang, seakan-akan sebentar lagi akan ada paparazi yang mempertanyakan apa yang tadi kulihat dengan paksa. Hmm.. Elisa dan Nino memang The best of the best Couple Sex, itu pantas untuk mereka. Apa yang harus aku lakukan? Aku harus cepat-cepat menyelesaikan skripsi itu, sementara aku tidak ingin membuka laptop itu, untuk menyentuhnya saja aku tidak mau, seolah-olah sudah banyak virus yang membahayakan di dalamnya. Aku mencoba untuk tenang beberapa menit, kuhirup udara segar untuk menyegarkan pikiranku yang hampir saja dipenuhi oleh bayang-bayang seks dari pasangan itu.

Ya Tuhan, aku mohon kepadamu, jangan biarkan aku seperti mereka. Pelan-pelan aku membuka dan mengaktifkan kembali laptop itu. Aku kembali membuat jemariku menekan-nekan tombol kecil persegi empat dengan harapan apa yang sudah kulihat itu tidak mengganggu konsentrasiku.
**
Dear Diary, apakah kau bertanya-tanya mengapa aku tak berusaha untuk menasehati temanku itu? Ya! Tentu saja itu sempat kupikirkan, namun aku terlalu takut, takut jika Elisa beranggapan kalau aku ini lancang karna sudah ikut campur dalam hidupnya. Apalagi masalah itu adalah masalah pribadinya. Baginya mungkin itu bukan masalah besar, makanya dia tidak terlihat seperti orang yang tertekan karna dikejar dosa, mungkin saja mereka melakukan itu semua atas dasar cinta. Cinta? Ada apa dengan cinta? Kok bisa seperti itu? Ah! Orang tua bilang 'Anak muda jaman sekarang susah dikasih tau, dikit-dikit menuruti hawa napsu' begitukah denganku? Mungkin, tapi tidak seperti Elisa dan Nino.

Waktu menunjukkan pukul satu malam, di luar hujan begitu deras, rasa dinginnya membuatku memilih untuk menunda tugas kampus. Suasana rumah kontrakanku begitu sepi, hanya suara hujanlah yang menemaniku malam ini. Kuselimuti tubuhku dengan selimut untuk segera tidur. Baru saja mataku akan terpejam tiba-tiba terdengar ada orang yang mengetuk pintu. Siapa ya tengah malam begini datang kesini? Kaya gak tau waktu aja, mana di luar hujan deras banget lagi! Celotehku dan beranjak pergi untuk membuka pintu. "Elisa..?" seruku melihat Elisa dalam keadaan basah kuyup sembari menangis, dan disekujur rok mininya penuh dengan noda darah. Aku langsung menyuruhnya masuk, kuambilkan handuk beserta baju untuknya. Sementara Elisa mandi, aku menyiapkan Susu coklat untuknya. Dalam hati aku bertanya-tanya tentangnya, entah apa yang membuatnya datang kepadaku dengan keadaan yang seperti itu.
"Thanks ya La, lo udah mau bukain pintu rumah lo buat gue ditengah malam kaya gini, hik" ujar Elisa masih menangis. Aku hanya tersenyum simpul.
"Emangnya lo kenapa si Sa? Lo ada masalah yak?" tanyaku

"Gimana ya La? Gue bingung harus ceritain ini semua dari mana, tadi gue habis makan malam sama Nino" jelasnya

"Ya, terus?" tanyaku lagi

"Trus gue bilang sama dia kalau gue. . . Gue. . Gue Hamil La" jujurnya membuatku terkejut setengah mati.
"APA? LO HAMIL SA? Kok bisa?" tanyaku pura-pura tidak tahu apa yang pernah mereka lakukan, Elisa kembali menangis dan menceritakan semuanya.
"Sebenarnya gue jadian sama Nino karna terpaksa La, karna sebelumnya Nino udah memperkosa gue, hik" seru Elisa yang membuatku tambah terkejut, Elisa semakin menangis.
"A-APA? Jadi Nino udah memperkosa lo? dasar cowok brengsek!! Ternyata dia cowok yang kurang ajar!!" pekikku merongos karna tidak terima Nino sudah memperlakukan Elisa tidak baik.
"Nino minta gue agar gugurin kandungan gue, Nino bawa gue ke tempat aborsi dan maksa gue gugurin kandungan gue, gue gak bisa nolak permintaan Nino, karna jujur gue udah sayang sama dia karna semua yang udah kita lakuin itu bener-bener indah La" serunya. Mendengar jawaban Elisa membuatku malah berbalik jijik padanya.
"Terus kalau sudah begini apa lo masih sayang sama cowok brengsek yang udah perkosa lo dan memaksa lo buat gugurin kandungan lo itu? HAH!?" cetusku menatap tajam Elisa.

"Gue gak tau La, gue gak tau.. Hik! Tapi gue takut kalau Nino ninggalin gue La, gue gak mau kehilangan dia" celotehnya lagi

"Sa! Apa lo gak mikir? Nino tuh udah ninggalin lo tau gak! Buktinya sekarang Nino tuh gak ada kan? Yang ada tuh gue disini bukan Nino Sa, lo harus sadar kalau Nino itu cuma jadiin lo sepah!!" ucapku mencoba meyakinkan Elisa kalau Nino itu jelas bukan laki-laki baik.
"Trus gue harus gimana La? Gue bingung,, gue gak mau apa yang udah gue lakuin sama dia tuh berakhir sampai disini, gue butuh itu La, gue butuh itu" . . . PAKKK!! Aku menampar Elisa "LO BERDUA EMANG COUPLE SEX!! Percuma lo nangisin Nino, dia udah buang lo tau!!" seruku. Aku meninggalkan Elisa di kamar dan memilih tidur di kursi. Isakan tangis Elisa masih terdengar sampai pukul tiga pagi, selanjutnya aku tak tahu, terlalu rumit aku memikirkan masalah itu.

Dear Diary, jangan khawatir kertasmu akan habis oleh ceritaku ini, ending cerita ini sudah hampir terlihat, simpan dulu pertanyaanmu untuk menanyakan happy ending or sad ending, aku akan melanjutkannya kembali.
**
Tok ! Tok ! Tok !
Kuketuk pintu kamar, karna sudah hampir jam dua belas siang Elisa belum keluar juga. Karna terlalu lama menunggu untuk dibukakan pintu, lantas aku masuk. Super syoknya aku melihat Elisa yang masih tertidur dengan keadaan telanjang bulat. Tak ada sehelai benang sedikit pun yang menempel ditubuhnya. Aku menyelimuti tubuhnya dengan selimut lalu membangunkannya. Elisa pun bangun, yang pertama kali ia ucapkan adalah nama Nino dan bertanya keberadaannya kepadaku. Jelas aku tak tahu dimana laki-laki itu, lantas aku menyuruhnya untuk segera mandi tanpa menanyakan mengapa ia bisa telanjang bulat seperti itu.
"Sa, semalam lo abis ngapain si?" tanyaku penasaran. Elisa terdiam, aku menatap wajahnya yang mulai memerah, entah karna malu atau apa. "Gue, gue semalam mimpi ketemu sama Nino trus kita ngelakuin itu lagi La, tanpa gue sadari ternyata gue sampai buka baju" ujarnya. Aku menghela nafas kecil setelah mendengar jawabannya.
"Sa, gue mohon sama lo, berhenti menjadi seorang yang kecanduan seks, gue gak mau hidup lo tambah hancur Sa. Lo harus ngerubah diri lo, lupain Nino dan kontrol hawa nafsu lo itu" pintaku. Elisa kembali menangis dan memelukku.
"La, cuma lo yang tau ini semua, cuma lo teman gue yang benar-benar perduli sama gue, tapi selama ini gue udah ngeremehin lo La, maafin gue ya La"

"Iya, itu juga yang harus lo rubah Sa, gue kan teman lo, bukan Upik abu" cetusku membalas pelukannya

"La, bantu gue untuk ngerubah diri gue, gue benar-benar udah dibutakan oleh cinta yang berisi nafsu belaka, gue malu sama lo La, gue malu, hik!" pintanya

"Iya Sa, pasti gue bantu, asal lo benar-benar mau ngelupain Nino, lo harus sadar kalau dia bukan cowok yang baik buat lo"

"Makasih banget ya La, lo udah mau jadi teman gue. La, untuk satu minggu ke depan gue harap lo ngijinin gue tinggal disini ya?"

"Orang tua lo gimana?" tanyaku

"Sudah satu bulan ini mereka belum pulang dari Amrik, urusan pekerjaan mereka lebih penting dari pada gue" curhatnya

"Jadi sebulan ini lo sendirian di rumah?" tanyaku lagi

"Iya La, makanya gue sama Nino sering ngelakuin itu di rumah"

"Ah! Sudahlah, gue ijinin lo tinggal di kontrakan gue. Sekarang lo lupain semuanya tentang itu. Oke?!"

"Iya La" sahutnya. Entah apakah Elisa benar-benar bisa melupakan semuanya atau tidak, namun yang pasti aku akan membantunya. Biar pun aku sempat kesal karna dia sudah merebut laki-laki yang kusuka, laki-laki yang ternyata tidak baik, laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Aku menyesal sudah pernah membenci Elisa atas ketidak tahuanku itu. Ternyata Nino tidak pantas kutangisi sebelumnya.
**
Dear Diary, betapa malunya aku pernah menceritakan tentang Nino yang sangat baik kepada Elisa. Namun nyatanya Nino tak sebaik yang kupikirkan. Kini Elisa, temanku sendiri telah menjadi korbannya. Aku jadi sedikit merasa bersalah. Apa mungkin semua ini memang salahku? Ah! Aku tidak mau menyalahkan diriku sendiri, toh! Elisa saja tidak menyalahkanku, karna memang aku tidak tahu apa-apa sebelumnya, terutama tentang perkosaan itu. Yang kutahu Elisa dan Nino tiba-tiba pacaran dan menjadi Couple Sex dimataku.

Satu bulan telah berlalu, Aku sungguh bahagia karna Elisa benar-benar sudah bisa merubah dirinya dan melupakan semua yang sudah terjadi selama ini. Kedua orang tuanya masih belum kembali, Elisa memintaku untuk tinggal di rumahnya yang besar sampai kedua orang tuanya kembali. Aku tak mungkin menolaknya, karna aku pun khawatir Nino akan menemuinya dan mempengaruhi Elisa lagi. Selama satu bulan itu juga aku dan Elisa fakum dari kuliah atas permintaan Elisa, ia memintaku untuk tetap menemaninya sampai ia merasa tenang dan benar-benar terbebas dari kejadian kemarin.
"Sa, besok gue mau masuk kuliah. Lo mau ikut?" tanyaku sembari membawa teh hangat untuk Elisa yang sedang mengerjakan skripsinya.
"Lho? Kenapa lo yang ngerjain Sa? Sini biar gue yang selesaikan" ucapku menyerobot laptop.

"Enggak La, ini tuh tugas gue, sory ya gue udah ngandelin lo. Oiya, besok gue ikut lo masuk kuliah ya" ujarnya

"Serius Sa?" tanyaku, Elisa menganggukkan kepalanya. Lalu aku memeluknya dari belakang dengan hati yang gembira.
**
Suasana kampus tak pernah berubah. Ramai dan berisik sekali, tetapi aku sangat merindukan suasana itu. Elisa memintaku untuk tidak terlalu cepat berjalan. Beberapa teman ada yang menyapa dan mempertanyakan kealfaanku dengan Elisa selama satu bulan itu, tapi tidak mungkin aku menjawab jujur.
"La, apa lo ngeliat Nino? Kok gak keliatan ya?" tanyanya sambil melirik ke segala arah.

"Aduh Sa, ngapain juga lo nyari cowok brengsek itu?" ketusku

"Enggak La, gue cuma takut kalau tiba-tiba kita berpapasan sama dia. Gue masih trauma La" serunya. Iya juga sih, gue pun dari tadi gak ngeliat ada Nino di sekitaran kampus. Pikirku.
"Yasudah, yuk kita masuk ke kelas" ajakku. Dengan gerak cepat Aku dan Elisa pun berjalan menuju kelas. Seharian ini di kampus aku dan Elisa tidak melihat Nino, dan itu semua malah membuat kami bertanya-tanya. Sebenarnya kemana dia? Ah! Lupakan laki-laki seperti itu.

Elisa mengajakku ke kantin untuk sekedar minum juice sembari mengobrol. Ditengah-tengah obrolan kami ada seorang laki-laki yang menghampiri dan duduk begitu saja satu meja bersama kami. "Erik? Ngapain lo ke sini?" tanyaku. Erik adalah teman satu kelas bersama Nino.

''Gue cuma mau nanya sama lo berdua, kemarin-kemarin lo berdua gak masuk kuliah barengan itu kenapa? Kok gak ngajak-ngajak gue?" tanyanya serius. Elisa terdiam lalu menatapku. Dari tatapan Elisa sepertinya ia ingin mengatakan jangan aku beritahukan apa yang sudah terjadi.
"Eng.. Gue sama Elisa diajak liburan ke Amrik sama Bokap dan Nyokapnya Elisa, iyakan Sa?" Elisa kembali menganggukkan kepalanya. Akibatnya membuat Erik merasa aneh dengan sikap Elisa yang tidak biasanya seperti itu.
"Sa, lok kenapa diem aja? Ngomong dong! Aneh banget.. Oiya, hubungan lo sama Nino sekarang gmana Sa? Terus Nino sekarang kemana?" tanya Erik yang membuat aku dan Elisa saling bertatapan sambil mengkerutkan kening.
"Heh! Kok lo malah nanya ke kita si? Kan lo tau sendiri selama satu bulan kemarin kita gak masuk kuliah. Seharusnya kita yang nanya sama lo kemana dia!" seruku. Erik menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Tapikan Elisa pacarnya Nino, pasti Lo tau dong kemana Nino kabur, Sa!" jelas Erik. "KABUR?!!" Sahutku dan Elisa secara bersamaan.
"Maksud lo apa si Rik? Kenapa juga Nino mesti kabur?" tanyaku penasaran

"Yee, kok kalian malah ketinggalan info si? Seluruh anak kampus tuh udah pada tau kalau sudah satu minggu ini Nino jadi Buronan polisi akibat dilaporkan udah memperkosa anak tetangganya sendiri, dan sekarang dia kabur, sampai sekarang belum ketemu" jelas Erik. Aku dan Elisa semakin tak habis pikir akan kelakuan Nino.

"Oh, begitu ya, kok Nino jadi seperti itu si Rik?" tanyaku penasaran.

"Yaa setau gue si, si Nino itu emang udah kecanduan sama yang namanya seks semenjak dia di ajak cek'in sama tante-tante karna butuh duit untuk bayar kuliah, gue kasian juga si sama dia, tapi mau gimana lagi, nasibnya emang sudah seperti itu" seru Erik semakin memperjelas semuanya. Tiba-tiba Elisa menangis, kemudian menarik tanganku untuk beranjak pergi lalu pulang.

Elisa mengurung diri di kamarnya selama beberapa jam, ia sempat berkata kepadaku kalau ia sekarang merasa kasian kepada Nino dan ingin memeluknya. Cihh!! Sia-sia saja lo berusaha untuk ngelupan dia Sa, nyatanya hati lo tetap saja tertuju pada Nino. Gerutuku dalam hati. Kubiarkan Elisa mengurung dirinya. Sampai akhirnya malam pun tiba. Hujan turun begitu sangat deras, sementara Elisa belum juga keluar dari dalam kamarnya. Aku mencoba untuk mengetuk pintu kamarnya, namun belum sempat kuketuk, terdengar ada suara orang yang mengetuk pintu dari luar, lantas aku bergegas membukakan pintu itu. Kulihat ada seorang laki-laki yang sudah basah kuyup membelakangiku, aku tidak tahu siapa laki-laki itu, dia memakai sebuah topi dikepalanya.
"Maaf, anda siapa dan mencari siapa ya?" tanyaku. Betapa kagetnya aku setelah laki-laki itu berbalik badan dan memperlihatkan wajahnya. "HAH!! Ni-Nino?! Ngapain lo kesini? Pergi lo!" seruku. Nino tersenyum sinis menatapku.
"Lo gak ada hak buat ngusir gue dari sini. Mana Elisa? Gue kedinginan, gue butuh kehangatan" ujarnya membuatku merinding dan sedikit ketakutan.
"Dia gak ada! Elisa ke Amrik menyusul Kedua orang tuanya. Gue disini untuk ngejaga rumahnya, sekarang lo pergi dari sini!!" pintaku.

"Sejak kapan lo bekerja jadi penjaga rumah orang? Haha.. Kalau memang Elisa tidak ada, berarti lo yang harus puasin gue malam ini" desisnya. BRUKKK!! Aku didorongnya masuk ke dalam dan terjatuh. Hatiku berdetak sangat kencang, aku takut, sungguh sangat takut. Kini Nino berhasil menindihku dengan tatapan mata yang buas. Aku tak bisa berteriak, bungkaman tangannya begitu kuat sampai-sampai aku kehabisan nafas. Nino merajai leherku dan menjilat semua keringatku. Tak lama setelah itu tiba-tiba ada yang datang dan menodongkan pistol ke arah Nino.
"JANGAN BERGERAK!! Lepaskan perempuan itu dan kamu kami tangkap atas beberapa kejahatan yang anda lakukan!" seru salah satu polisi. Lalu tangan Nino pun di borgol. Elisa keluar dari kamarnya lalu memelukku. Lalu Elisa menghampiri Nino dan menamparnya. PAKKK!!
"Hukum laki-laki brengsek ini seberat-beratnya, jangan biarkan ada korban lain yang menderita karna ulahnya! Pergiii.. Bawa dia pergiii..!" teriak Elisa. Nino menatapnya penuh kekecewaan dan penyesalan. Nino pun dibawa pergi ke kantor polisi.

Elisa kembali memelukku sembari menangis, aku pun tak bisa menahan air mata. "La, maafin gue ya, kalau saja gue gak langsung menghubungi polisi, pasti hidup lo akan hancur sama seperti gue, hik!"

"Jadi yang ngehubungi polisi itu lo Sa? Tapi..?" ucapku terhenti

"La, gue tau Nino datang kesini, diam-diam gue mendengarkan pembicaraan kalian. Gue sudah sangat yakin kalau Nino adalah laki-laki yang berbahaya. Dan gue gak mau lo jadi korbannya La.. Maafin gue ya La" keluhnya semakin memeluk erat tubuhku. Sekarang aku sudah merasa tenang setelah tertangkapnya Nino dan kesadaran Elisa pun membuatku benar-benar bahagia.

Dear Diary, banyak sekali pelajaran yang aku dapatkan dari kejadian itu. Tentangku yang sudah salah menilai seorang laki-laki. Tentangku yang sudah membenci temanku sendiri karna masalah perasaan. Tentangku yang dipercaya bisa membuat masa lalu yang buruk dapat terlupakan. Tentangku yang ketakutan akan menjadi korban pelecehan. Tentangku yang kini merasa bahagia atas keindahan di akhir cerita. Sekarang cerita itu akan benar-benar menjadi pengalaman pribadiku yang takkan pernah terlupakan.




Tamat.
20 Januari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung dan jadilah pembaca setia cerpen maupun puisi saya...