~Satu kisah yang Abadi~
Masihkah terlena?
Akan semua tawaran cinta yang terlalu membuatmu melupkanku?.. Hanya berharap, mungkin saja dia akan segera berubah
dibebatuan diatas bukit tinggi menjadi tempat paling istimewa, karna aku akan menemukannya disana, Alben..
dia menatapku seolah menatap dinding, bibir tak bicara, mata tak berkedip, tangan tak membelai, dan tak pula kulihat lekukan senyumannya
ingin aku bertanya, mengapa? Tapi aku bosan melakukannya, lagi pula aku
pun juga bosan mendengar jawabannya yang hanya itu-itu saja, terlalu
sulit untuk dijelaskan!! Katanya.
Hemm.. Biarlah dia tetap menyimpan
jawabannya itu, tapi suatu hari nanti aku harus bisa membuatnya move
on, entah dari apa, yang kutahu dia selalu terlihat galau
"Ben, muka lo tuh asem banget si, gak pernah terlihat manis didepan gue"
celetukku
"kalau gue pasang muka manis didepan lo, yang ada nanti lo naksir lagi sama gue!"
jelasnya
(gue emang naksir sama lo kok Ben!!)
ucapku dalam hati
dan kembali dia menyamakanku dengan dinding, diam tanpa kata, kaya the masive
~kau diam tanpa kata, kau seolah jenuh padakuu~
ah..lupakan!
"Ben, lo tuh kenapa si? Ah, lama-lama gue bete temanan sama lo, gue gak pernah dianggap sama lo!"
seruku dan beranjak pergi dari hadapan Alben, bete.. Ternyata dia tak
juga mau meraih tanganku ketika aku hendak meninggalkannya
(sory
Nad, gue gak ada maksud buat nyuekin lo, gue cuma gak mau lo
terperangkap dalam kisah rumit ini, karna gue tau..lo suka sama gue)
Alben pun bergumam sembari memandangku pergi walau hanya dengan sebelah mata
*
Sore itu Alben mengajakku untuk bertemu lagi dibukit itu, tadinya aku
ingin sekali menolak, tapi apadaya, hatiku memaksa tuk bilang 'ya'
Alben tengah berdiri diatas bebatuan itu, kulihatnya dari belakang,
bentuk badannya sungguh indah, apalagi bila kupandangi dari ujung rambut
hingga ujung kaki, sempurna
Alben tak menyadari sepuluh menit
lamanya aku telah berada dekat dibelakangnya, kuhirup aroma segar bau
tubuhnya yang seakan membuatku melayang
(Ben, seandainya lo tahu isi hati gue..)
hanya bisa berharap dan berharap
semoga kelak ia menyadarinya, tanpa harus memaksa, tak mengapa bila aku tak pernah bisa untuk memilikinya.
lima belas menit sudah dalam ketediamanku dibelakangnya, tanpa kusadari
aku terhanyut oleh angin disore itu, kupejamkan mata dan berkata, I
love you
dia menoleh kebelakang dan mengagetkanku, aku hampir terpeleset, namun tangannya meraih tubuhku
Aaaa.. Teriakku
"Nadya...!!"
serunya
mata kami saling menatap, aku merasakan debaran jantungku yang kian cepat, degdegdegdeg.. Seperti itu
selang beberapa menit, angin liar membuat momen itu terbuyar, pyuuh..
Seperti debu yang tertiup, aku takut tak bisa merasakan momen itu lagi,
tapi entahlah!!
"lo,, lo gak apa-apa kan?"
tanya Alben sembari melepaskan rangkulannya
"gak, gue gak apa-apa kok, cuma kepeleset doang"
jawabku sedikit terdiam
"lo kenapa Nad? Ada masalah ya?"
"eumm.. Gak ada kok, yang ada tuh elo yang punya masalah tapi gak pernah mau cerita sama gue!"
"udahlah Nad, gak usah dibahas ya, gue lagi gak pengen galau gara-gara masalah itu"
"masalah? Masalah apa Ben?"
tanyaku serius
"ada deh.. Mau tau aja apa mau tau banget?"
ledeknya dilanjut dengan tertawa
"ikh lo tuh nyebelin banget si!! Nyesel gue udah nyamperin lo kesini"
"yee..ngambeuk, manyun, jelek tau!! Eh, tadi gue denger pas sebelum lo kepeleset, lo bilang I love you.. Buat siapa Nad?"
tanya Alben serius
"ada deh. .mau tau aja apa mau tau banget? Haha. .huuh. .!"
ledekku, aku berlari dari kejaran Alben, senang rasanya bisa tertawa
dan bercanda bareng Alben, walau pun Aku belum bisa mengatakan perasaan
ini, tapi aku yakin, akan ada saat yang tepat untuk mengutarakan
perasaan ini kepadanya
masih dalam kejarannya, hingga akhirnya aku terperangkap dalam pelukannya yang menggelitik
(Ben, gue pengen kita tetap kaya gini dalam satu ikatan..pacaran, lebih
bahagianya lagi kalau kita bisa menjadi pasangan yang paling romantis
dihadapan banyak orang)
ucapku dalam hati
lalu, tak sengaja kukecup pipi kanannya, aku malu dan terdiam dihadapannya
"lagi dong...hahaha"
ledeknya menggodaku
oh Alben..
Aku begitu menikmati momen indah itu.
Tak terasa malam telah mejelang, dan tak terasa pula kini aku telah
berada dirumah, mengkhayalkan kembali momen indah bersamanya dibukit
tadi
tanpa kusadari bibir ini melekuk-lekuk serta kugigit bibir
bawah karna merasa senang tapi malu, malu-malu tapi mau lagi.. Pikirku.
"itu anak kok senyam senyum sendiri si.. Kenapa ya?"
celoteh ibu dibalik pintu kamarku yang terbuka, lantas ibu pun menghampiriku dan mengagetkanku
"Nad..Nadya..!!"
seru ibu, namun aku tetap tak mau dengar
"Nadyaaa..!"
teriaknya
"ia ia bu.. Kenapa?"...
"ah ibu ni ngagetin Nadya aja deh"
lanjutku
ibu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya
"hem.. Kamu tuh kenapa? Ibu perhatiin kayanya kamu lagi seneng ya? Cerita dong sama ibu"
"ia bu, Nadya lagi seneng banget, akhirnya sekarang Nadya bisa lebih dekat sama laki-laki yang Nadya suka bu"
jelasku
ibu kembali bertanya karna penasaran
"memangnya siapa laki-laki yang kamu sukai itu Nad?"
"Dia.. Sering main kok kerumah bu"
"maksud kamu den Alben?"
"Ya.. Nadya suka sama Alben bu,, kalau begitu Nadya mau tidur dulu ya bu.. Selamat tidur bu"
"ia,, mimpi indah ya sayang"
ibu pun pergi meninggalkan kamarku, namun sebelumnya kulihat ibu sempat menatapku tajam
(Ya tuhan, bagaimana ini? Nadya sekarang suka sama den Alben, sedangkan
sedari dulu den Alben sudah dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan
Silvia, seorang gadis yang juga sangat dicintai oleh den Alben, apa aku
harus memberitahukan semua ini kepada Nadya? Atau aku harus
merahasiakannya? Tapi kenapa Nadya tidak tau hal ini? Apa mungkin den
Alben belum pernah cerita soal pertunangannya dengan Silvia? Ya tuhan..
Apa yang harus aku lakukan?)
cemas ibu
mau tak mau tahu,
sebenarnya aku sangat penasaran dengan sikap Alben yang sering sekali
terdiam dan merenung seperti orang yang dilanda kegelisahan,
kekhawatiran dan kecemasan yang mendalam
*
sementara itu dikamar Alben..
Dia terlihat sedang menatap sebuah bingkai photo wanita yang terpajang
didinding kamarnya, terpampang besar dan mengkilap, entah itu siapa,
karna aku pun tak tahu
"kamu apa kabar Vi? Aku sudah sangat
merindukanmu,, jangan bilang kalau kamu masih harus lebih lama lagi
disana, lihatlah! Cincin ini masih melingkar dijariku, itu tandanya aku
akan setia nungguin kamu sayang.. Cepat sembuh ya"
ucap Alben didepan Photo wanita itu dan menangis
tak ada lagi yang dia lakukan dikamarnya selain untu tidur dan
memandangi photo wanita itu, aku harap wanita itu tidak lebih cantik
dari pada aku
semua tentangmu, Alben, akan aku cari tahu.
Pagi menjelang,
Aku tengah disibukkan oleh beberapa tugas rumah, nyuci, nyapu dan
beberapa tugas rumah yang lainnya, aku tak mau lagi terlalu mengandalkan
ibu, terkecuali masak, rasa masakanku sangatlah kacau, sangat jauh
berbeda sekali dengan rasa masakan ibu
selesai menyapu, lantas kuhampiri ibu didapur
"eummm.. Wanginya enak banget bu, masak apa si?... Wah.. Udang goreng pedas, ini kan makanan kesukaan Nadya bu"
seruku
ibu tersenyum sembari memainkan samurai dapurnya
"ibu sengaja masakin ini buat kamu sayang..
Oiya Nad, Ayah sudah bangun?"
tanya ibu
"sudah kok, sekarang lagi mandi, 0iya bu, kok masaknya banyak banget si?"
"ah masa? Ibu pikir ini cukup buat kita bertiga kok,, heum mungkin
sudah lama ibu enggak masak makanan kesukaan kamu seperti ini, maap ya
sayang"
"gak apa-apa kok bu,, dari pada nanti gak dimakan karna
kebanyakan, gimana kalau aku kasih Alben aja bu, Alben juga suka kan
sama udang?"
ibu sedikit terdiam
"den Alben?"
"iya..Alben!"
"eum, yasudah, nanti ibu siapin ya"
"sip.. Kalau gitu Nadya mau mandi dulu ya bu"
seruku
(lagi-lagi den Alben, ya tuhan, aku takut kalau Nadya kecewa)
gumam ibu
dimeja makan..
"bu, nanti ayah agak pulang malam ya, soalnya mau turun barang"
ujar ayah
"ia gak apa-apa kok yah, hati-hati ya.. Jangan lupa bekalnya dibawa buat makan siang disana"
ucap ibuku
"ia bu,, Nadya, kamu jagain ibu dirumah ya, awas kalau kamu terlalu lama keluar rumah"
seru ayah menatapku yang sedang asik menyantap makanan
"ia ayaaaah.. Tenang aja, Nadya akan selalu jagain ibu.."
"dasar kau ini.. Yasudah bu, ayah berangkat dulu ya,, assalamualaikum"
"waalaikum salam"
seruku dan ibu
dan aku pun segera meminta izin keluar rumah untuk mengantarkan makanan kepada Alben
"bu, Nadya pergi kerumah Alben dulu ya, gak enak kan kalau makanannya keburu dingin"
"ia.. Hati-hati ya sayang"
mengapa ada perasaan takut ketika aku pergi dari rumah untuk kerumah Alben, rasanya setelah ini aku akan menangis
*
sampailah aku dirumah Alben, tak kulihat ada satpam didepan rumahnya, lantas, tanpa ragu aku pun melewati pagar rumahnya
rumahnya bagus, mewah, dan sangat besar, pantas saja dulu ibu betah bekerja disini, pikirku.
Ting Tong..
Kutekan bell pintunya
yang terlihat didepan mataku adalah Tante Mila, mamahnya Alben, ia
memang sudah mengenalku dari cerita ibuku, tanpa segan lagi tante Mila
pun langsung menyapaku dengan baik
"Nadya... Apa kabar? Masuk yu"
tanya tante Mila
"kabar Nadya baik kok tante, tante sendiri?"
"tante juga baik-baik aja kok"
kulihat seisi rumah terlihat sepi
"tante, yang lainnya pada kemana ya? Kok sepi"
tanyaku
"suami tante kan kekantor"
"Alben? Alben kemana tante? Aku bawain makanan buat dia dari ibu"
"itu dia yang lagi tante pikirin, masalah Alben Nad!"
"masalah? Memangnya Alben punya masalah apa tante?"
tanyaku penasaran
"ceritanya rumit, dan dari semalam tadi Alben tidak keluar dari kamarnya"
jelas tante Mila
aku terdiam memikirkan cerita tante Mila yang seolah-olah membuatku harus mencari tahu masalah itu
(sebenarnya Alben punya masalah apa si? Bukan kah kemarin sore dia
terlihat gembira main sama gue.. Hem.. Lo tuh kenapa si Ben?)
gumamanku
sedari dulu ingin sekali aku memaksa Alben untuk menceritakan
masalahnya, tapi aku tak punya hak untuk memaksanya, dan inilah suatu
kesedihan untuk menjadi seseorang yang tidak punya hak apapun untuk
Alben
sungguh menyedihkan
Apa mungkin ini adalah saat yang tepat untuk aku lebih memberikan perhatian kepada Alben? Pikirku..
Lalu aku meminta izin kepada tante Mila untuk masuk kekamarnya Alben
yang katanya tidak terkunci, tak kulihat ada Alben ditempat tidurnya
atau pun duduk dikursi depan komputernya, hening, sangat hening
aku mencoba lebih melangkahkan kakiku kedalam kamarnya, kulihat ada
seseorang yang termenung disudut sana, ya.. Alben, itu Alben, sedang apa
dia disana? Pikirku lagi
kuhampiri dia dengan pelan, kuarahkan
tangan ini ke kepalanya yang tertunduk, tapi belum sempat kusentuh Alben
telah menyadari kedatanganku
"Nadya.."
ucapnya pelan
"Ben.."
seruku penuh tanda tanya
tiba-tiba Alben memelukku erat sembari menangis, aku tak tahan
mendengarnya, sampai akhirnya aku pun meneteskan air mata dipundaknya
"Ben, kenapa lo bisa kaya gini, cerita sama gue Ben"
Alben tak menjawab
"Ben, Ben jawab Ben, gue tuh gak bisa terus-terusan liat lo kaya gini, gue sayang sama lo dan gue cin.."
ucapku terhenti saat akan mengatakan cinta
"Nad, gue pengen lo temenin gue kebukit"
pintanya
"Tapi Ben.."
"Nad, gue pengen nenangin hati gue disana, kalau lo gak mau temenin gue biar gue yang pergi sendiri!"
"OKE!! Gue temenin lo, tapi please, berhenti nangis didepan gue!"
Alben tak lagi berbicara, dia hanya ingin segera keluar rumah untuk menenangkan hatinya dibukit
*
Alben Masih tak mau bicara, angin liar tak dihiraukan, sampai-sampai
burung pun bosan untuk menghiburnya, kuhampiri dia dan kuusap pundaknya
"Ben, lo masih gak mau cerita ya sama gue?"
Alben tak menjawab
"yaudah, gue akan selalu ada kok buat lo Ben"
celotehku
(Nad, gue tau, lo pasti akan kecewa setelah mendengarkan kisah gue ini,
tapi gue gak mau terus-terusan membuat hati lo bertanya-tanya)
gumam Alben
setelah itu, Alben mulai mau bicara dan bercerita kepadaku
"Nad, lo tau gak arti dari sebuah kesetiaan?"
tanyanya Serius
"Maksud lo? Kesetiaan terhadapa apa?"
"kesetiaan terhadap pasangan, lo harus tau kalau gue ini adalah tipe cowo yang setia terhadap pasangannya"
"terus? Memangnya lo punya pasangan? Gakkan?!! Jadi buat apa lo tanyain
tentang kesetiaan terhadap pasangan sama gue yang juga belum punya
pasangan? Sama kaya lo"
jelasku
Alben tersenyum simpul memandangku
"kita berbeda Nad!!"
serunya yang membuatku keheranan
"maksud lo beda apa Ben?"
"gue..gue..udah, punya pasangan!!"
"APAHH???"
Sahutku
angin liar serasa mencambuk bulu romaku, aku ternganga, tak ingin
percaya akan ucapannya Alben,, perasaan ini sangat tidak biasa kurasakan
inikah kekecewaan?
Inikah kenyataan?
Inikah jawaban yang kutunggu-tunggu?
Inikah? Oh tuhan..
Aku tak bisa menahan rasa sakit didalam hatiku, namun aku mencoba untuk bersikap biasa saja dihadapan Alben
"oh. .jadi lo udah punya pasangan alias pacar! Selamat ya"
munafikku
"Nad, gue gak ada maksud buat bikin lo kecewa"
ujarnya
dengan sedikit mengadukan halis lalu aku pun kembali memunafikan diri
"kecewa? Kenapa gue harus kecewa? Gue seneng kok kalau lo udah punya pacar, itu artinya lo udah gak jomblo lagi"
"tapi Nad..?"
"apaan si lo, udahlah!"
beberapa menit kemudian, terdengar suara bunyi handphone Alben, tadinya
aku ingin langsung meninggalkannya, tapi aku masihlah sangat khawatir
"halo mah.. Ia, ada apa mah?"
ternyata tante Mila
"Ben.. Silvia sudah kembali kejakarta"
jelas Tante Mila
"apah? Silvia sudah kembali mah?.. Yaudah kalau gitu Alben segera pulang ya mah.. Love u mom"
tak pernah kulihat paras wajah Alben yang begitu bahagia seperti ini
setelah kudengar seseorang yang bernama Silvia telah kembali, siapa itu
Silvia? Pikirku
"Nad, ayo kita pulang.. Dia telah kembali"
serunya
"dia? Si. .siapa dia Ben?"
"Silvia, tunangan gue!"
aku terdiam..
(apah? Jadi Alben sudah bertunangan dengan perempuan itu?..oh my god)
"ayo Nad.. Nanti gue kenalin lo sama Silvia ya"
"i..iya Ben, ia"
nampak terlihat Paras wajah Alben begitu bahagia, dia tak berhenti melekukkan bibirnya yang merah itu
sementara itu tante Mila dan om Wisnu tengah menunggu kedatangan Alben dengan wajah yang cewas
"pah, apa yang harus kita katakan kepada Alben?"
tanya tante Mila menangis
''tenang mah..! Itu.. Alben sudah datang mah"
langkah kakiku seirama dengan langkah kaki Alben yang kian cepat
"Mah, pah.. Apa benar Silvia sudah kembali dari luar negri?"
tanya Alben yang begitu antusias
"ia syang, Silvia telah kembali"
jawab tante Mila
"tapi, kenapa Mamah menangis mah? Pah? Ada apa?"
tanya Alben serius
"Silvia memang sudah kembali kejakarta Ben, tapi.. Silvia telah meninggal tadi malam"
jelas Om Wisnu
dengan wajah pucat Alben langsung terjatuh kelantai, senyumannya berubah menjadi tangisan, dia pun berteriak kencang
TIDAAAAAK...SILVIA..
Lalu Alben meraih tanganku berlari menuju mobil, sepertinya dia hendak
mengajakku kerumah perempuan itu, aku tak mengerti apa yang tengah Alben
pikirkan, dia masih mengingatku disaat duka yang mendalam melandanya
Alben tak berhenti meneteskan air mata, aku tak berani mengajaknya
bicara, aku hanya memandangnya sedih, ingin rasanya kuhapus air mata
itu, namun egoisku mulai menghampiri, untuk apa kuhapus air mata itu
yang menetes untuk orang lain..
Ngiiikk...
Mobilnya terhenti
disebuah rumah yang dipadati oleh banyak orang, Alben melupakanku
didalam mobil, tapi tak mengapa, aku mengerti
"SILVIAAAA.."
teriaknya yang menghampiri jasad perempuan itu,
semua mata tertuju kepada Alben yang merintih menangis
"Silvia.. Kenapa kamu tinggalin aku? Kenapa kamu pergi secepat ini, aku belum sempat bahagiain kamu Vi.. Hik..Silvia banguun..
Kenapa waktu itu kamu gak percaya kalau aku akan setia?
Lihatlah Cincin ini.. Cincin ini masih melingkar dijariku Vi, aku setia
pada cinta Kita..tapi kenapa kamu tinggalin aku Silvia? SILVIAAAAA"
Teriaknya
aku tak tahan melihat Alben yang begitu menderita ditinggalkan oleh perempuan itu, aku menangis tersedu-sedu
(Perempuan itu sangat beruntung, tapi kenapa Alben sangat malang? Ia
berusaha untuk tetap setia pada satu hati, tetapi.. Hik.. Ya tuhan, aku
tak punya hak untuk kecewa kepada Alben, Alben bukan milikku)
gumanku
semuanya begitu menyedihkan
*
satu tahun kemudian
bukit itu masih menjadi tempat yang istimewa untukku, karna aku akan
menemukan Alben, aku dan dia sedang menikmati siulan burung
"Nad, gue mau nanya satu hal sama lo"
"apa?"
"menurut lo setia itu menyakitkan gak si?"
"eum.. Menyakitkan? Sedikit si Ben!"
jawabku ragu-ragu
"sedikit? Emangnya lo pernah ngerasain?"
tanyanya lagi
"hah..eu..eu.. Pernah si, tapi dulu"
jawabku terbata-bata
"lalu sekarang? Apa lo udah gak setia buat cinta sama gue?"
jelasnya
lantas aku langsung tertunduk malu, dari mana dia tau akan hal itu? Pikirku
"Nad.."
ujar Alben dan memegang tanganku,
"Nad, tatap mata gue, apa lo masih cinta sama gue?"
aku masih terdiam
"kalau lo gak mau ngejawab, itu berarti lo udah gak cinta lagi kan sama gue"
"Ben.. Gue.. Gue masih setia untuk mencintai lo, please. .jangan tinggalin gue Ben.. Gue sayang sama lo, gue Cinta sama lo"
ucapku
aku memeluk tubuhnya, dan Alben pun membalas pelukanku, sudah sekian
lama aku menunggu saat-saat seperti ini, kesetiaan ini sempat berujung
kekecewaan, tetapi akhirnya kekecewaan itu berakhir dengan kebahagiaan
*
dua tahun kemudian..
Kita menikah
tiga tahun kemudian..
Kita dianugrahi dua anak perempuan kembar yang sangat lucu, cantik, dan
juga pintar, aku tak menyangka akhirnya Aku akan menjadi tuan putri
didalam kehidupan Alben
terimakasih tuhan,
terimakasih cinta.
Tamat
Nia kurnia sari
Bogor/03/05/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung dan jadilah pembaca setia cerpen maupun puisi saya...